Ide untuk berbisnis bisa datang dari mana saja. Buktinya, seorang gelandangan di Seattle, Washington mendapatkan gagasan bisnisnya dari kehidupan yang ia rasakan di jalanan.
Bisnisnya adalah mengajak sejumlah orang untuk mencicipi rasanya menjadi hidup di jalanan dengan mengikuti paket tur gelandangan senilai US$ 2.000 atau setara Rp 23,7 juta.
Seperti dikutip dari CNN Money, Rabu (4/12/2013) gagasan tersebut datang dari Mike Momany, seorang gelandangan berusia 62 tahun yang tinggal di Seattle.
Setelah bekerja sebagai programmer selama beberapa tahun, dia akhirnya terjebak dalam kesulitan finansial saat bisnisnya melambat. Sejak saat itu dia mencoba berbagai hal baru untuk mencetak uang.
Saat ini dia menawarkan tur tiga hari untuk hidup di pinggiran jalan, yang disebutnya sebagai kursus privat sebagai gelandangan. Jumlah tuna wisma di Seattle meningkat sebesar 15% sejak 2007 menjadi lebih dari 9.000 orang tahun ini.
Kecewa dengan meningkatnya populasi gelandangan di Seattle, Momany mengklaim dirinya hendak membantu orang-orang berpikir menemukan solusi untuk mengatasi kondisi tersebut. Tak hanya mencari cara untuk menuntaskan persoalan gelandangan, dia juga ingin menjadikan tur tersebut sebagai bisnis pribadi.
Setiap orang yang ingin mengikuti paket tur menjadi gelandangan dikenai biaya sebesar US$ 2.000 atau setara Rp 23,7 juta. Dari jumlah tersebut, Momany mengambil untung sebesar US$ 1.500 atau Rp 17,8 juta saja. Sementara sisa US$ 500 lainnya disumbangkan pada para gelandangan dalam bentuk baju atau makanan.
Dalam tur itu, Momanya mengatakan akan mendadani konsumennya hingga terlihat seperti gelandangan. Setelah itu, dia akan memberinya nama baru dan tulisan untuk meminta-minta di pinggir jalan.
Setiap malamnya para peserta tur akan tinggal di hostel atau di tempat penampuangan bersama tuna wisma lainnya. Semua peserta tur akan berkunjung ke sejumlah tempat yang biasa dikunjungi para gelandangan, berbincang dengan para tuna wisma lainnya dan berkeliling di jalan pada pukul 3 pagi.
Gagasan ini mengundang banyak perdebatan. Direktur National Coalition for the Homeless Michael Stoops mengatakan, dia menyambut baik niat Momany untuk membantu para gelandangan. Namun aksinya menjadikan kehidupan para gelandangan sebagai bisnis cukup membuatnya geram.
"Itu (kehidupan gelandangan) bukan alat pencetak uang. Kami melakukannya untuk membuat orang lain dapat berbincang dengan para gelandangan, bukan untuk berbisnis," tegas Stoop.
Hingga saat ini belum ada yang mendaftar untuk menjadi peserta tur. Namun Momany mengaku beberapa orang telah menyatakan ketertarikannya untuk mengikuti program tersebut. (Sis/Ndw)
Bisnisnya adalah mengajak sejumlah orang untuk mencicipi rasanya menjadi hidup di jalanan dengan mengikuti paket tur gelandangan senilai US$ 2.000 atau setara Rp 23,7 juta.
Seperti dikutip dari CNN Money, Rabu (4/12/2013) gagasan tersebut datang dari Mike Momany, seorang gelandangan berusia 62 tahun yang tinggal di Seattle.
Setelah bekerja sebagai programmer selama beberapa tahun, dia akhirnya terjebak dalam kesulitan finansial saat bisnisnya melambat. Sejak saat itu dia mencoba berbagai hal baru untuk mencetak uang.
Saat ini dia menawarkan tur tiga hari untuk hidup di pinggiran jalan, yang disebutnya sebagai kursus privat sebagai gelandangan. Jumlah tuna wisma di Seattle meningkat sebesar 15% sejak 2007 menjadi lebih dari 9.000 orang tahun ini.
Kecewa dengan meningkatnya populasi gelandangan di Seattle, Momany mengklaim dirinya hendak membantu orang-orang berpikir menemukan solusi untuk mengatasi kondisi tersebut. Tak hanya mencari cara untuk menuntaskan persoalan gelandangan, dia juga ingin menjadikan tur tersebut sebagai bisnis pribadi.
Setiap orang yang ingin mengikuti paket tur menjadi gelandangan dikenai biaya sebesar US$ 2.000 atau setara Rp 23,7 juta. Dari jumlah tersebut, Momany mengambil untung sebesar US$ 1.500 atau Rp 17,8 juta saja. Sementara sisa US$ 500 lainnya disumbangkan pada para gelandangan dalam bentuk baju atau makanan.
Dalam tur itu, Momanya mengatakan akan mendadani konsumennya hingga terlihat seperti gelandangan. Setelah itu, dia akan memberinya nama baru dan tulisan untuk meminta-minta di pinggir jalan.
Setiap malamnya para peserta tur akan tinggal di hostel atau di tempat penampuangan bersama tuna wisma lainnya. Semua peserta tur akan berkunjung ke sejumlah tempat yang biasa dikunjungi para gelandangan, berbincang dengan para tuna wisma lainnya dan berkeliling di jalan pada pukul 3 pagi.
Gagasan ini mengundang banyak perdebatan. Direktur National Coalition for the Homeless Michael Stoops mengatakan, dia menyambut baik niat Momany untuk membantu para gelandangan. Namun aksinya menjadikan kehidupan para gelandangan sebagai bisnis cukup membuatnya geram.
"Itu (kehidupan gelandangan) bukan alat pencetak uang. Kami melakukannya untuk membuat orang lain dapat berbincang dengan para gelandangan, bukan untuk berbisnis," tegas Stoop.
Hingga saat ini belum ada yang mendaftar untuk menjadi peserta tur. Namun Momany mengaku beberapa orang telah menyatakan ketertarikannya untuk mengikuti program tersebut. (Sis/Ndw)