Bank Indonesia (BI) menepis perkiraan analis maupun pengamat yang memproyeksikan nilai tukar rupiah akan menyentuh level 13 ribu per dolar AS sampai akhir tahun ini. bank sentral menjamin rupiah akan berada di level aman bahkan hingga 2014, saat Bank Sentral AS memulai penarikan likuiditas (tapering off).
Head of Economic Research Group, Economic and Monetary Policy Department BI, Solikin M Juhro memproyeksikan nilai tukar rupiah tidak akan bertengger di level Rp 13 ribu per dolar AS.
"Tidak akan sampai. Memang awal-awal tahun ada penyesuaian, tapi nanti akan kembali ke siklusnya. Nilai tukar rupiah masih oke-oke saja," ujar dia usai menjadi pembicara di International Seminar di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Solikin menambahkan, Indonesia mendapat hantaman pasar keuangan pada Mei-Juni 2013 saat Gubernur The Federal Reserve, Bernanke mengumumkan rencana pengurangan stimulus pada tahun depan secara bertahap.
Kabar tersebut sontak membuat seluruh negara berkembang mengalami guncangan hebat di pasar keuangan. Di mana nilai tukar mata uang jeblok, yield naik tinggi, pasar saham merah. Tak hanya Indonesia, kondisi serupa juga terjadi di negara yang membukukan defisit transaksi berjalan seperti Indonesia, Afrika Selatan, Brasil, India dan sebagainya.
"Yang berat itu di Mei-Juni lalu, saat isu tapering off mengemuka apakah akan dilakukan Desember 2013 atau tahun depan. Tapi kami menyikapinya secara proporsional," tambahnya.
Kebijakan pemerintah dan BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, dan menekan defisit transaksi berjalan tanpa melupakan prinsip prudent (kehati-hatian), telah membuat pasar menyikapinya dengan baik. Imbasnya, volatilitas rupiah terhadap dolar AS bisa kembali terkendali.
"Isunya memang bukan masalah tapering off saja, jadi walaupun masih agak berat tapi pasar sudah mulai adjust. Kalau fundamental kuat, nilai tukar akan mengikuti," terangnya.
BI, menurut Solikin menyiapkan bauran kebijakan yang menjadi instrumen untuk menghadapi kemungkinan terjadinya tapering off dari AS. Upaya itu meliputi, mengelola nilai tukar sesuai fundamental dan menjaga pergerakannya secara konsisten.
"Selain itu, kami berupaya menjaga makro ekonomi Indonesia tanpa membiarkan tingginya volatalitas rupiah oleh tekanan-tekanan pasar. Kami juga mengontrol serta memilah aliran modal yang mendukung finansing di dalam negeri," ujarnya.
Kebijakan lain, kata Solikin, terkait makro prudential untuk mengelola likuditas kredit maupun menjalin koodinasi antara BI dan pemerintah.(Fik/Shd)
Head of Economic Research Group, Economic and Monetary Policy Department BI, Solikin M Juhro memproyeksikan nilai tukar rupiah tidak akan bertengger di level Rp 13 ribu per dolar AS.
"Tidak akan sampai. Memang awal-awal tahun ada penyesuaian, tapi nanti akan kembali ke siklusnya. Nilai tukar rupiah masih oke-oke saja," ujar dia usai menjadi pembicara di International Seminar di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Solikin menambahkan, Indonesia mendapat hantaman pasar keuangan pada Mei-Juni 2013 saat Gubernur The Federal Reserve, Bernanke mengumumkan rencana pengurangan stimulus pada tahun depan secara bertahap.
Kabar tersebut sontak membuat seluruh negara berkembang mengalami guncangan hebat di pasar keuangan. Di mana nilai tukar mata uang jeblok, yield naik tinggi, pasar saham merah. Tak hanya Indonesia, kondisi serupa juga terjadi di negara yang membukukan defisit transaksi berjalan seperti Indonesia, Afrika Selatan, Brasil, India dan sebagainya.
"Yang berat itu di Mei-Juni lalu, saat isu tapering off mengemuka apakah akan dilakukan Desember 2013 atau tahun depan. Tapi kami menyikapinya secara proporsional," tambahnya.
Kebijakan pemerintah dan BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, dan menekan defisit transaksi berjalan tanpa melupakan prinsip prudent (kehati-hatian), telah membuat pasar menyikapinya dengan baik. Imbasnya, volatilitas rupiah terhadap dolar AS bisa kembali terkendali.
"Isunya memang bukan masalah tapering off saja, jadi walaupun masih agak berat tapi pasar sudah mulai adjust. Kalau fundamental kuat, nilai tukar akan mengikuti," terangnya.
BI, menurut Solikin menyiapkan bauran kebijakan yang menjadi instrumen untuk menghadapi kemungkinan terjadinya tapering off dari AS. Upaya itu meliputi, mengelola nilai tukar sesuai fundamental dan menjaga pergerakannya secara konsisten.
"Selain itu, kami berupaya menjaga makro ekonomi Indonesia tanpa membiarkan tingginya volatalitas rupiah oleh tekanan-tekanan pasar. Kami juga mengontrol serta memilah aliran modal yang mendukung finansing di dalam negeri," ujarnya.
Kebijakan lain, kata Solikin, terkait makro prudential untuk mengelola likuditas kredit maupun menjalin koodinasi antara BI dan pemerintah.(Fik/Shd)