Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa menganggap program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke gas berjalan sangat lamban. Saking lambannya, anggaran konverter yang bersumber dari kas negara akhirnya terbuang sia-sia.
"Menurunkan impor minyak, salah satunya dengan mempercepat penggunaan gas. Capek ya ngomong bahan bakar gas (BBG) ini. Bolak-balik itu-itu saja (belum berprogress)," ungkap dia di kantornya, Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Lebih jauh dia menjelaskan, mandeknya pemasangan konverter kit pada kendaraan akibat dari kegagalan lelang (konverter kit) yang berdampak pada anggaran negara.
"Katanya waktu itu lelang tidak tercapai, karena terlambat uang konverternya hangus. Kok uang bisa hangus," keluhnya.
Meski begitu, dia menilai, program konversi BBM ke BBG bukan gagal melainkan hanya berjalan lamban. "Gagal sih tidak, tapi lelet. Jadi harus dipercepat karena kita perlu demand side," tuturnya.
Hatta mengaku, upaya konversi sangat krusial mengingat tingginya impor minyak Indonesia dari beberapa negara. Hal ini tidak dapat dihindari karena negara ini mengalami pertumbuhan ekonomi cukup cepat dibanding negara lain.
"Kita tidak bisa kurangi impor karena produksi (minyak) turun akibat konsumsi yang meningkat, transportasi banyak, penggunaan BBM melonjak 6%-8% per tahun. Kegiatan eksplorasi kita juga menurun karena yang terbelanjakan separuhnya dari total rencana investasi," papar dia.
Kondisi tersebut, diakui tak boleh terjadi berlarut-larut karena akan mengancam sektor minyak dan gas (Migas) Indonesia. Sebab dari aktivitas tersebut, Indonesia mampu menambah cadangan minyak.
"Makanya kita harus lakukan perbaikan insentif, permudah perizinan eksplorasi atau di sektor migas sambil mempercepat pengembangan energi terbarukan, penggunaan biodiesel, konversi BBG, mengontrol subsidi dan sebagainya," pungkas Hatta.(Fik/Shd)
"Menurunkan impor minyak, salah satunya dengan mempercepat penggunaan gas. Capek ya ngomong bahan bakar gas (BBG) ini. Bolak-balik itu-itu saja (belum berprogress)," ungkap dia di kantornya, Jakarta, Kamis (5/12/2013).
Lebih jauh dia menjelaskan, mandeknya pemasangan konverter kit pada kendaraan akibat dari kegagalan lelang (konverter kit) yang berdampak pada anggaran negara.
"Katanya waktu itu lelang tidak tercapai, karena terlambat uang konverternya hangus. Kok uang bisa hangus," keluhnya.
Meski begitu, dia menilai, program konversi BBM ke BBG bukan gagal melainkan hanya berjalan lamban. "Gagal sih tidak, tapi lelet. Jadi harus dipercepat karena kita perlu demand side," tuturnya.
Hatta mengaku, upaya konversi sangat krusial mengingat tingginya impor minyak Indonesia dari beberapa negara. Hal ini tidak dapat dihindari karena negara ini mengalami pertumbuhan ekonomi cukup cepat dibanding negara lain.
"Kita tidak bisa kurangi impor karena produksi (minyak) turun akibat konsumsi yang meningkat, transportasi banyak, penggunaan BBM melonjak 6%-8% per tahun. Kegiatan eksplorasi kita juga menurun karena yang terbelanjakan separuhnya dari total rencana investasi," papar dia.
Kondisi tersebut, diakui tak boleh terjadi berlarut-larut karena akan mengancam sektor minyak dan gas (Migas) Indonesia. Sebab dari aktivitas tersebut, Indonesia mampu menambah cadangan minyak.
"Makanya kita harus lakukan perbaikan insentif, permudah perizinan eksplorasi atau di sektor migas sambil mempercepat pengembangan energi terbarukan, penggunaan biodiesel, konversi BBG, mengontrol subsidi dan sebagainya," pungkas Hatta.(Fik/Shd)