Hubungan dua perusahaan pelat merah, PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) kini seolah tengah dalam kondisi memanas. Pemicunya, adalah kebijakan pemerintah berencana menjalankan kebijakan open access pipa gas yang selama ini didominasi PGN.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 tahun 2009, PGN diharuskan memisahkan fungsinya antara trader dan transporter. Sementara pipa gas harus dilakukan open access.
PGN mengklaim PT Pertamina Gas dimana sebagai anak perusahaan PT Pertamina yang mengelola gas bumi lebih pantas dimerger dengan PGN. Namun disisi lain Pertamina juga berpendapat bahwa alangkah lebih ideal jika PGN melebur dibawah menejemen Pertagas.
Pengamat Migas, Erie Soedarmo menilai langkah paling bijak dan harus segera dilakukan pemerintah untuk mengatasi pertikaian antar dua BUMN penyalur gas ini adalah dengan membentuk BUMN khusus.
"Nantinnya BUMN ini khusus membangun infrastruktur gas baik itu pipa transmisi, distribusi, FSRU, terminal LNG dan semua yang terkait dengan fasilitas gas yang dibutuhkan," ungkap Erie dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/12/2013).
Solusi ini pernah dilakukan Singapura yang memutuskan membentuk BUMN khusus lewat Energy Market Authority Singapore, yang mengatur semua trading dan pembangunan infrastruktur gas di sana. Dengan kebijakan ini, pembangunan infrastruktur gas benar-benar dikuasai oleh negara.
"Mereka menunjuk Singapore Power sebagai pelaksana tugasnya. Mereka melakukan open access karena semua resikonnya diambil oleh pemerintah," tegasnya.
Jika pemerintah ingin memaksakan open access diberlakukan di pipa PGN, tentu saja akan membuat pemegang saham publik ‘menjerit’. Saat ini PGN menjalankan dua fungsi yaitu sebagai investor yang membangun pipa transmisi sekaligus penjualan gas. Semua beban investasinnya dibebankan kepada harga jual gasnya.
"Jika mereka di-unbundling sekarang bagaimana PGN bisa menggembalikan biaya investasi yang telah dikeluarkan selama ini,” tanya Erie.
Dengan pembentukan BUMN baru ini, Eri berpesan agar perusahaan baru tersebut akan bertindak independen dan tidak memiliki kepentingan apapuan termasuk urusan trading. BUMN ini juga harus langsung di bawah Kementrian BUMN dan bukan di bawah Pertamina atau PGN.
"Kalau diserahkan ke swasta, mereka akan berfikir secara komersial saja tanpa berfikir secara ketahanan energi nasional. sedangkan Pemerintah bisa meredam keuntungan hingga 50 tahun,”terang Erie.
Dengan sifatnnya yang independen, BUMN baru ini diharapkan bisa mendapatkan fasilitas pendanaan baik dari pemerintah, swasta, dana hibah, bantuan luar negeri, maupun pinjaman dari pihak swasta dan asing. Pinjaman tersebut nantinnya akan dibayarkan oleh BUMN khusus dari toll fee yang didapatkannya.(Yas/Shd)
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 tahun 2009, PGN diharuskan memisahkan fungsinya antara trader dan transporter. Sementara pipa gas harus dilakukan open access.
PGN mengklaim PT Pertamina Gas dimana sebagai anak perusahaan PT Pertamina yang mengelola gas bumi lebih pantas dimerger dengan PGN. Namun disisi lain Pertamina juga berpendapat bahwa alangkah lebih ideal jika PGN melebur dibawah menejemen Pertagas.
Pengamat Migas, Erie Soedarmo menilai langkah paling bijak dan harus segera dilakukan pemerintah untuk mengatasi pertikaian antar dua BUMN penyalur gas ini adalah dengan membentuk BUMN khusus.
"Nantinnya BUMN ini khusus membangun infrastruktur gas baik itu pipa transmisi, distribusi, FSRU, terminal LNG dan semua yang terkait dengan fasilitas gas yang dibutuhkan," ungkap Erie dalam keterangan tertulisnya, Minggu (8/12/2013).
Solusi ini pernah dilakukan Singapura yang memutuskan membentuk BUMN khusus lewat Energy Market Authority Singapore, yang mengatur semua trading dan pembangunan infrastruktur gas di sana. Dengan kebijakan ini, pembangunan infrastruktur gas benar-benar dikuasai oleh negara.
"Mereka menunjuk Singapore Power sebagai pelaksana tugasnya. Mereka melakukan open access karena semua resikonnya diambil oleh pemerintah," tegasnya.
Jika pemerintah ingin memaksakan open access diberlakukan di pipa PGN, tentu saja akan membuat pemegang saham publik ‘menjerit’. Saat ini PGN menjalankan dua fungsi yaitu sebagai investor yang membangun pipa transmisi sekaligus penjualan gas. Semua beban investasinnya dibebankan kepada harga jual gasnya.
"Jika mereka di-unbundling sekarang bagaimana PGN bisa menggembalikan biaya investasi yang telah dikeluarkan selama ini,” tanya Erie.
Dengan pembentukan BUMN baru ini, Eri berpesan agar perusahaan baru tersebut akan bertindak independen dan tidak memiliki kepentingan apapuan termasuk urusan trading. BUMN ini juga harus langsung di bawah Kementrian BUMN dan bukan di bawah Pertamina atau PGN.
"Kalau diserahkan ke swasta, mereka akan berfikir secara komersial saja tanpa berfikir secara ketahanan energi nasional. sedangkan Pemerintah bisa meredam keuntungan hingga 50 tahun,”terang Erie.
Dengan sifatnnya yang independen, BUMN baru ini diharapkan bisa mendapatkan fasilitas pendanaan baik dari pemerintah, swasta, dana hibah, bantuan luar negeri, maupun pinjaman dari pihak swasta dan asing. Pinjaman tersebut nantinnya akan dibayarkan oleh BUMN khusus dari toll fee yang didapatkannya.(Yas/Shd)