Saya punya kebiasaan yang mungkin bisa membahayakan diri saya sendiri: selalu meneruskan (forward) SMS, BBM, atau email kepada direksi BUMN yang terkait. SMS, BBM atau email itu datang dari berbagai kalangan, perorangan atau lembaga.
Tentu banyak sekali SMS, BBM, atau email yang saya terima setiap hari. Ada yang menghujat, ada yang memuji, ada juga yang memberi saran. Misalnya saya baru saja mengemukakan sebuah ide, tidak lama kemudian masuklah berbagai tanggapan, masukan, dan kritik.
Ide membeli peternakan di Australia, misalnya, termasuk yang banyak mendapat tanggapan. Bahkan banyak juga email yang menawarkan kerja sama. Email seperti itu langsung saya forward ke direksi yang terkait. Ada yang saya beri komentar, ada juga yang tidak. Akan diapakan masukan-masukan itu terserah direksi yang bersangkutan.
Advertisement
Demikian juga ketika saya minta PT Pertamina (Persero) meningkatkan produksi minyak. Saya sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) malu kalau produksi minyak Pertamina tidak bisa meningkat. Bukan hanya malu. Tapi juga prihatin. Impor minyak kita terlalu besar.
Salah satu yang saya dorong adalah ditingkatkannya produksi minyak dari sumur-sumur tua milik Pertamina. Lantas masuklah ide dari berbagai kalangan. Semua saya forward ke direksi Pertamina. Atau saya print untuk diserahkan ke direksi Pertamina.
Tentu sepenuhnya terserah direksi. Apakah masukan itu akan diperhatikan, ditanggapi, atau diabaikan. Direksi BUMN memiliki aturan sendiri.
Rupanya dalam hal ini ada yang ditanggapi oleh direksi Pertamina. Lalu Pertamina melakukan proses tertentu sesuai dengan prosedur internal mereka.
Yang seperti ini bisa membahayakan saya: bisa saja forward dari saya tadi dianggap memo atau rekomendasi atau disposisi yang dianggap bagian dari KKN.
Saya sendiri tidak akan pernah merasa begitu. Saya percaya direksi Pertamina memiliki aturan dan disiplin sendiri untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Saya dengar usaha meningkatkan produksi sumur tua itu mulai memberi hasil. Sudah ada sumur tua yang dulunya hanya menghasilkan minyak 80 barel per hari sudah bisa menjadi 400 barel per hari. Padahal Pertamina memiliki sekitar 5.000 sumur tua. Tentu tidak semua bisa direvitalisasi. Tapi kalau bisa separuhnya saja sangat berarti bagi negara yang masih besar impor minyaknya.
Apakah dengan sorotan dari majalah Tempo terbaru itu saya akan menghentikan kebiasaan meneruskan email, SMS, dan BBM dari masyarakat ke para direksi BUMN? Sama sekali tidak! Saya tidak takut sama sekali. Kebiasaan itu tetap akan saya teruskan. Dengan segala risiko.
Semua SMS, BBM, dan email dari siapa pun tetap akan saya kirim (forward) ke direksi terkait.
Mungkin memang ada di antara masukan itu yang kemudian diperhatikan direksi dan lantas menjadi bisnis. Saya tidak keberatan. Asal diproses dengan benar.
Apakah yang di Pertamina itu sudah diproses dengan benar? Salah satu email itu memang datang dari orang yang sudah saya kenal baik. Isinya sebuah ide jitu untuk merevitalisasi sumur tua. Rupanya ide itu dipakai oleh Pertamina.
Ketika selentingan "disposisi Dahlan" itu mulai dipersoalkan sebagian serikat pekerja, saya perlukan menelepon direksi Pertamina. Saya tanyakan: apakah sudah diproses secara benar? Jawabnya tegas: sudah. Apakah itu karena disposisi saya? Jawabnya tegas: tidak.
Masukan itu, untuk bisa sampai diterapkan di lapangan ternyata sudah diuji dengan benar. Bahkan kasus keberhasilan merevitalisasi sumur tua itu jadi bahasan utama dalam konferensi insinyur perminyakan sedunia di Dubai tahun ini.
Tentu menarik juga kalau dalam proses itu ditemukan kasus korupsinya. Bongkar saja. Siapa menerima apa. Tunai maupun fasilitas. Bongkar! Kenapa tidak.
Tapi kalau ternyata tidak ada korupsinya, tidak ada aliran uangnya, tidak ada gratifikasinya, pemanfaatan teknologi untuk merevitalisasi sumur tua itu harus dipuji.
Kita memang sulit melakukan terobosan di negeri ini. Tapi tidak boleh niat baik kalah oleh fitnah.
Penulis
Dahlan Iskan
Menteri BUMN