PT Pertamina (Persero) menyebutkan kerugian atas penjualan elpiji ukuran 12 kilogram (kg) semakin meningkat menjadi Rp 9.000 per kg dari sebelumnya Rp 5.600 per kg. Jika dikalkulasikan, Pertamina harus menanggung kerugian Rp 108 ribu dari penjualan elpiji 12 kg.
Vice President LPG dan Gas Product Pertamina Gigih Wahyu mengaku, terjadi kenaikan harga bahan baku elpiji seiring kondisi perokonomian global yang tidak kondusif.
"Sekarang kan CP Aramco sudah tinggi sekali, karena tergantung kondisi dunia," kata Gigih di Jakarta, Senin (8/12/2013).
Dia menuturkan, selain perekonomian dunia, kondisi cuaca juga mempengaruhi kenaikan harga bahan baku elpiji. Saat musim dingin seperti sekarang ini, di negara penghasil gas mengalami kenaikan permintaan sehingga mempengaruhi harga bahan baku gas elpiji.
"Di sana sedang musim dingin, gas sebagai kebutuhan energi di sana demand-nya meningkat. Sementara kita kan impor sampai 50%. Jadi memang terpengaruh," ungkap dia.
Dia menuturkan, harga bahan baku elpiji (CP Aramco) sudah naik dari US$ 880 per ton menjadi US$ 1.172 per ton. Ditambah pelemahan nilai tukar rupiah yang saat ini mencapai Rp 12 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) membuat harga elpiji impor kian melambung. "Untuk posisi desember. Ditambah kursnya sekarang Rp 12 ribu," tegas dia.
Berhitung dari hal tersebut, total kerugian Pertamina atas penjualan gas elpiji tidak naik menjadi Rp 9.000 per kilonya.
"Total dampak terhadap harga, sementara kita jualnya rupiah ya, sangat tinggi sekali. kalau biasanya kita rugi Rp 5.600, sekarang hampir Rp 9.000 per kilogram," pungkas dia. (Pew/Nur)
Vice President LPG dan Gas Product Pertamina Gigih Wahyu mengaku, terjadi kenaikan harga bahan baku elpiji seiring kondisi perokonomian global yang tidak kondusif.
"Sekarang kan CP Aramco sudah tinggi sekali, karena tergantung kondisi dunia," kata Gigih di Jakarta, Senin (8/12/2013).
Dia menuturkan, selain perekonomian dunia, kondisi cuaca juga mempengaruhi kenaikan harga bahan baku elpiji. Saat musim dingin seperti sekarang ini, di negara penghasil gas mengalami kenaikan permintaan sehingga mempengaruhi harga bahan baku gas elpiji.
"Di sana sedang musim dingin, gas sebagai kebutuhan energi di sana demand-nya meningkat. Sementara kita kan impor sampai 50%. Jadi memang terpengaruh," ungkap dia.
Dia menuturkan, harga bahan baku elpiji (CP Aramco) sudah naik dari US$ 880 per ton menjadi US$ 1.172 per ton. Ditambah pelemahan nilai tukar rupiah yang saat ini mencapai Rp 12 ribu per dolar Amerika Serikat (AS) membuat harga elpiji impor kian melambung. "Untuk posisi desember. Ditambah kursnya sekarang Rp 12 ribu," tegas dia.
Berhitung dari hal tersebut, total kerugian Pertamina atas penjualan gas elpiji tidak naik menjadi Rp 9.000 per kilonya.
"Total dampak terhadap harga, sementara kita jualnya rupiah ya, sangat tinggi sekali. kalau biasanya kita rugi Rp 5.600, sekarang hampir Rp 9.000 per kilogram," pungkas dia. (Pew/Nur)