Menteri Perindustrian MS Hidayat memastikan pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari PT Nippon Asahan Aluminium (NAA) tak lantas membuat Indonesia memberikan keistimewaan bagi konsumen Jepang. Indonesia takkan memberikan keringanan bagi Jepang untuk mengimpor aluminium.
"Kalau Jepang mau bekerjasama mendapatkan produknya kita harus setuju harganya. Kalau dulu kan kita pakai special price, sekarang pakai market price yang sebaik mungkin buat penjualnya," ujarnya di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (9/12/2013).
Usai pengambilalihan Inalum oleh pemerintah Indonesia, Hidayat memastikan, produk Inalum kedepan akan diprioritaskan untuk memasok kebutuhan dalam negeri.
"Kami punya policy baru yaitu prioritas untuk dalam negeri dulu, jadi produksinya untuk kebutuhan dalam negeri," lanjutnya.
Hidayat menambahkan, pemerintah juga takkan memberikan kemudahan bagi konsumen Jepang terkait ekspor bahan mineral mentah Indonesia. Penegasan ini disampaikan menanggapi keberatan Jepang terhadap ketentuan Undang-Undang Minerba yang melarang ekspor bahan mentah mulai awal tahun depan.Â
"Undang-undang memberikan perintah seperti itu, yaitu melarang ekspor. Selanjutnya pemerintah dan parlemen ingin membicarakan pelaksaannya nanti, tapi Undang-undangnya sendiri harus dilaksanakan," katanya.
Tak hanya konsumsn luar negeri, pemerintah juga memastikan ketentuan tersebut akan tetap diberlakukan bagi perusahaan tambang nasional yang belum membangun industri pemurnian dan pengolahan bahan tambang (smelter) didalam negeri.
"Ya tidak boleh ekspor saja, keputusan DPR kemarin enggak bisa. Tapi berikan kesempatan kami sebagai pemerintah untuk merumuskan seperti apa kita sesuai dgn perintah Undang-undang. Ada cara-cara yang bisa dipakai seperti smelter-nya join. Tetapi menurut keputusan DPR kemarin kan distop, tidak boleh," jelasnya.
"Kalau Jepang mau bekerjasama mendapatkan produknya kita harus setuju harganya. Kalau dulu kan kita pakai special price, sekarang pakai market price yang sebaik mungkin buat penjualnya," ujarnya di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (9/12/2013).
Usai pengambilalihan Inalum oleh pemerintah Indonesia, Hidayat memastikan, produk Inalum kedepan akan diprioritaskan untuk memasok kebutuhan dalam negeri.
"Kami punya policy baru yaitu prioritas untuk dalam negeri dulu, jadi produksinya untuk kebutuhan dalam negeri," lanjutnya.
Hidayat menambahkan, pemerintah juga takkan memberikan kemudahan bagi konsumen Jepang terkait ekspor bahan mineral mentah Indonesia. Penegasan ini disampaikan menanggapi keberatan Jepang terhadap ketentuan Undang-Undang Minerba yang melarang ekspor bahan mentah mulai awal tahun depan.Â
"Undang-undang memberikan perintah seperti itu, yaitu melarang ekspor. Selanjutnya pemerintah dan parlemen ingin membicarakan pelaksaannya nanti, tapi Undang-undangnya sendiri harus dilaksanakan," katanya.
Tak hanya konsumsn luar negeri, pemerintah juga memastikan ketentuan tersebut akan tetap diberlakukan bagi perusahaan tambang nasional yang belum membangun industri pemurnian dan pengolahan bahan tambang (smelter) didalam negeri.
"Ya tidak boleh ekspor saja, keputusan DPR kemarin enggak bisa. Tapi berikan kesempatan kami sebagai pemerintah untuk merumuskan seperti apa kita sesuai dgn perintah Undang-undang. Ada cara-cara yang bisa dipakai seperti smelter-nya join. Tetapi menurut keputusan DPR kemarin kan distop, tidak boleh," jelasnya.