Rencana penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tidak mudah diterapkan di Ibukota Jakarta. Pemerintah daerah (pemda) DKI Jakarta lebih baik membatasi penjualan mobil murah (low cost green car/LCGC).
Menurut pengamat perminyakan, Kurtubi,langkah Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk melenyapkan subsidi BBM di Jakarta harus diiringi dengan penyesuaian harga jual BBM subsidi hingga setara atau mendekati harga pokoknya.
Sedangkan pemerintah, tambah dia, tak akan mungkin menaikkan harga BBM bersubsidi tahun depan karena terbentur dengan momen pemilihan umum (pemilu) yang penuh dengan kepentingan politik.
"Biaya pokok BBM saat ini berkisar Rp 7.500-Rp 8.000 per liter, sedangkan harga jual Rp 6.500 per liter. Jadi kalau dinaikkan Rp 1.000-Rp 1.500 selesai, subsidi bisa nol," jelas Kurtubi saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (15/12/2013).
Â
Lebih jauh dia mengatakan, menaikkan harga BBM subsidi mesti diterapkan secara nasional, bukan hanya memberlakukannya di Jakarta saja.
"Kebijakan ini yang mesti dipahami oleh Pak Ahok dan Pak Jokowi kalau menggunakan skema satu harga harus berlaku secara nasional, tidak bisa secara provinsi. Masa beli BBM di Jakarta dan Karawang berbeda, ribet dong," paparnya.
Meski begitu, Kurtubi sangat mendorong rencana pemda DKI Jakarta yang bermaksud menekan pembelian mobil murah khususnya di wilayah Ibukota. Maklum angka penjualan kendaraan LCGC itu terus meningkat paska diluncurkan beberapa bulan lalu.
Â
"Kalau perlu jangan boleh dijual di Jakarta (mobil murah) karena itu kebijakan yang salah dari pemerintah pusat. Dari sisi energi mobil murah masih 'minum' bensin, harusnya kenapa tidak didesain langsung pakai gas supaya lebih ramah lingkungan dan mengurangi subsidi BBM," tegasnya.
Dia mengimbau kepada pemda DKI Jakarta supaya mendesak pemerintah pusat membangun infrastruktur gas, seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), konverter kit, maupun penciptaan kendaraan menggunakan BBG. Hal ini dilakukan supaya mengurangi beban subsidi BBM.
"Jika kendaraan pakai BBG, kantong rakyat tidak jebol karena harganya jauh lebih murah meski tidak di subsidi, pemda DKI jadi untung karena udara lebih bersih, pemerintah pusat senang karena anggaran dan kuota BBM subsidi berkurang, bahkan nol," tandas Kurtubi. (Fik/Igw)
Menurut pengamat perminyakan, Kurtubi,langkah Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk melenyapkan subsidi BBM di Jakarta harus diiringi dengan penyesuaian harga jual BBM subsidi hingga setara atau mendekati harga pokoknya.
Sedangkan pemerintah, tambah dia, tak akan mungkin menaikkan harga BBM bersubsidi tahun depan karena terbentur dengan momen pemilihan umum (pemilu) yang penuh dengan kepentingan politik.
"Biaya pokok BBM saat ini berkisar Rp 7.500-Rp 8.000 per liter, sedangkan harga jual Rp 6.500 per liter. Jadi kalau dinaikkan Rp 1.000-Rp 1.500 selesai, subsidi bisa nol," jelas Kurtubi saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (15/12/2013).
Â
Lebih jauh dia mengatakan, menaikkan harga BBM subsidi mesti diterapkan secara nasional, bukan hanya memberlakukannya di Jakarta saja.
"Kebijakan ini yang mesti dipahami oleh Pak Ahok dan Pak Jokowi kalau menggunakan skema satu harga harus berlaku secara nasional, tidak bisa secara provinsi. Masa beli BBM di Jakarta dan Karawang berbeda, ribet dong," paparnya.
Meski begitu, Kurtubi sangat mendorong rencana pemda DKI Jakarta yang bermaksud menekan pembelian mobil murah khususnya di wilayah Ibukota. Maklum angka penjualan kendaraan LCGC itu terus meningkat paska diluncurkan beberapa bulan lalu.
Â
"Kalau perlu jangan boleh dijual di Jakarta (mobil murah) karena itu kebijakan yang salah dari pemerintah pusat. Dari sisi energi mobil murah masih 'minum' bensin, harusnya kenapa tidak didesain langsung pakai gas supaya lebih ramah lingkungan dan mengurangi subsidi BBM," tegasnya.
Dia mengimbau kepada pemda DKI Jakarta supaya mendesak pemerintah pusat membangun infrastruktur gas, seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), konverter kit, maupun penciptaan kendaraan menggunakan BBG. Hal ini dilakukan supaya mengurangi beban subsidi BBM.
"Jika kendaraan pakai BBG, kantong rakyat tidak jebol karena harganya jauh lebih murah meski tidak di subsidi, pemda DKI jadi untung karena udara lebih bersih, pemerintah pusat senang karena anggaran dan kuota BBM subsidi berkurang, bahkan nol," tandas Kurtubi. (Fik/Igw)