Sukses

Hatta Rajasa Imbau Konglomerat & Eksportir `Parkir` Dana di RI

Di saat membludak kebutuhan dolar AS, para eksportir dan konglomerat justru gemar menyimpan uangnya di bank-bank luar negeri.

Di saat kebutuhan dolar Amerika Serikat (AS) membludak pada akhir tahun untuk membayar utang, para eksportir dan konglomerat justru gemar menyimpan uangnya di bank-bank luar negeri. Fenomena ini langsung disikapi oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa untuk berdiskusi dengan sejumlah eksportir.

Mengutip data Bank Indonesia (BI), Hatta mengatakan, nilai transaksi dari hasil ekspor Indonesia tercatat sekitar US$ 500 juta-US$ 600 juta per hari. Sedangkan total ekspor keseluruhan mencapai US$ 15 miliar-US$ 17 miliar per bulan.

"Kalau transaksinya saja US$ 500 juta, berarti sebulan mencapai US$ 1,5 miliar atau sekitar 10%-15% dari total nilai ekspor," ujar dia saat ditemui usai Rakor Energi di kantornya, Jakarta, Selasa (17/12/2013).

Melihat banyaknya transaksi hasil ekspor di Indonesia, kata Hatta, dirinya telah menemui seluruh eksportir belum lama ini. Tujuan pertemuan tersebut untuk mengajak pelaku usaha itu supaya mengalihkan simpanan dolarnya ke bank-bank di dalam negeri.

"Saya katakan kepada kawan-kawan (eksportir) untuk menaruh uangnya di sini. Kalau tidak mau ditukarkan, yang penting taruh saja di sini (bank dalam negeri)," jelas dia.

Di tempat yang sama, Menteri Keuangan Chatib Basri mengaku belum mengetahui jumlah dana yang disimpan eksportir di bank-bank luar negeri. "Kalau itu saya harus cek lebih dulu ke BI," tandasnya singkat.

Sekadar informasi, para konglomerat dikabarkan memarkir tak kurang dari US$ 150 miliar dananya di lembaga keuangan luar negeri. Jumlah dolar AS yang dimiliki para eksportir tersebut jauh lebih banyak dibandingkan Cadangan Devisa (cadev) yang dimiliki Indonesia.

"Dana konglomerat yang diparkir di luar negeri sebesar US$ 150 miliar (besarnya melebihi pendapatan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau cadangan devisa Indonesia), semestinya dapat ditarik ke Indonesia," kata David Cornelis, Head of Research KSK Financial Group dalam ulasannya.

Data BI per akhir November 2013 mencatat, Cadev Indonesia berada di level US$ 96,96 miliar. Dibandingkan posisi sebelumnya, Cadev Indonesia turun tipis US$ 36 juta dari posisi akhir Oktober di level US$ 96,99 miliar.

David menilai Indonesia kehilangan momentum ekonomi, lumpuhkan IHSG yang hapuskan harapan kembali ke level 5.000 dan hilangkan target ke 4.500 akhir tahun 2013 ini. Nilai tukar rupiah juga niscaya menuju titik terendahnya ke Rp 12.200, posisi April 12 tahun silam.

"Rupiah akan bergerak di atas Rp 12.000 untuk waktu yang cukup lama, serta ada potensi untuk tes titik terendahnya balik ke Desember 2008 di Rp 12.550, atau malah ke November 2008 di posisi Rp 13.000," prediksi David. (Fik/Ndw)

Baca juga:

Simpanan Dolar Konglomerat RI di Luar Negeri Kalahkan Cadev