Sukses

The Fed Tarik Stimulus, Rupiah Jadi Mata Uang Paling Berisiko

Sejumlah mata uang menghadapi risiko pelemahan seiring keputusan bank sentral Amerika Serikat mengurangi dana stimulusnya US$ 10 miliar.

Seiring dengan keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk mengurangi dana stimulusnya sebesar US$ 10 miliar menjadi US$ 75 miliar per bulan, sejumlah mata uang menghadapi risiko pelemahan dalam jumlah besar.

Hal itu karena keputusan dramatis tersebut membuat nilai dolar melonjak dan mengancam mata uang di negara berkembang. Seperti dikutip dari Financial Times, Jumat (20/12/2013), sedikitnya terdapat lima negara berkembang dengan mata uang paling berisiko akibat keputusan The Fed tersebut. Kelima mata uang tersebut adalah rupiah, Real Brasil, Rupee India, Lira Turki, dan rand Afrika Selatan.

Pengumuman pengurangan dana stimulus The Fed telah menciptakan era baru penguatan dolar dengan lonjakan nilai tukar sebanyak 0,6%. Pergerakan pasar tersebut dapat menjadi masalah tersendiri bagi negara-negara berkembang karena berpotensi kehilangan aliran dana masuk yang biasa dinikmatinya.

"Nilai tukar mata uang asing sangat tidak menyukai gagasan pengurangan dana stimulus The Fed," ungkap Head of Currency Strategy Brown Brothers Harriman, Marc Chandler.

Dalam pertemuan dengan media, Gubernur The Fed Ben Bernanke menjelaskan rencananya untuk mengurangi pembelian asetnya senilai US$ 10 miliar setiap pertemuan direksi dilakukan. Namun dengan catatan, ekonomi AS terus membaik.

Setelah pengumuman tersebut, real Brasil telah melemah 1,2% sementara won Korea merosot 0,8%. Lira Turki bahkan nyaris menyentuh level terendahnya. Sedangkan rupiah akhirnya menembus level 12.200 per dolar AS, dan menjadikannya nilai tukar terparah selama 5 tahun terakhir.

Di antara negara-negara dengan potensi pelemahan mata uang terparah, Turki sangat bergantung pada aliran dana masuk jangka pendek. Pasalnya dana tersebut digunakan untuk mendanai lebih dari 80% defisit transaksi berjalannya yang terlalu tinggi.

Tentu saja, penarikan dana stimulus tersebut dapat mengganggu aliran dana masuk meski laju defisitnya telah melambat. Sementara itu di pasar modal, indeks-indeks saham terus melonjak pasca pengumuman The Fed.

"Penguatan dolar merupakan gejala yield surat utang yang lebih tinggi, dan jika yield obligasi bertenor 10 tahun menembus 3%, maka itu keuntungan besar," tandas ahli strategi Deutsche Bank, Alan Ruskin. (Sis/Ahm)

Baca Juga:

Hatta Rajasa: RI Jangan Selalu Dihantui Tapering The Fed

Tapering The Fed Mulai Januari 2014

The Fed Tarik Dana Stimulus Moneter Secara Bertahap