Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana untuk mulai menerapkan hukuman tegas berupa denda sebesar Rp 500 ribu bagi para pengemudi angkutan umum yang berhenti dan menunggu penumpang di sembarang tempat sehingga tidak jarang menimbulkan kemacetan.
Ketua DPD Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, Sudirman mengatakan, penegakan aturan ini seharusnya bukan hanya ditujukan bagi para pengemudi, melainkan juga dijadikan pembelajaran bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Seperti, bagi para operator dan manajemen diminta dapat memperbaiki sistem manajemennya agar jangan lagi menggunakan sistem setoran melainkan dengan menggunakan sistem gaji. Hal ini lantaran penyebab para pengemudi tersebut menunggu penumpang karena ada tuntutan untuk mengejar setoran per harinya.
"Harus diubah menjadi sistem gaji sehingga tidak ada target-target yang harus dipenuhi oleh supir. Ini agar para pengemudi ini tidak melanggar aturan dengan ngetem di sembarang tempat," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta seperti ditulis Selasa (24/12/2013).
Selain itu, bagi para penumpang juga diharapkan untuk memberhentikan dan menunggu angkutan umum di tempat-tempat yang telah disediakan seperti halte.
"Ya di situlah seharusnya mereka menunggu angkutan umum, jangan asal mau enaknya saja, akhirnya mengakibatkan kemacetan bagi kendaraan yang lalu lalang disekitar situ," tegasnya.
Dia menilai, denda senilai Rp 500 ribu ini sendiri bukan persoalan besar atau kecil secara nominal, melainkan efek jera yang ditimbulkan akibat pengenaan sangsi tersebut.
Agar berjalan dengan efektif, para petugas di lapangan juga hendaknya konsisten untuk melaksanakan aturan tersebut, karena untuk menimbulkan kesadaran pada pengemudi kendaraan umum sendiri akan butuh waktu yang cukup lama.
"Sanksi ini efektif kalau petugasnya memang konsisten, maka akan terlaksana dengan baik. Cuma seberapa lama ini efektifnya, itu tergantung. Kalau petugasnya tidak ada, pengemudinya kembali lagi ketempat itu, ini butuh waktu karena sudah dibiarkan cukup lama," jelasnya.
Meski demikian, Sudirman juga yakin penerapan sanksi ini akan membereskan masalah-masalah kemacetan yang diakibatkan oleh angkutan umum yang berhenti sembarangan.
"Mudah-mudahan dapat dibereskan titik demi titik dan penertiban ini memang harus dilakukan. Itu titiknya biasanya yang mendekati pusat-pusat perbelanjaan, perkantoran, pusat dari aktivitas masyarakat, sekolahan, dekat terminal di situ pasti semraut, tidak teratur," tandasnya. (Dny/Ahm)
Baca Juga:
Jokowi: Mobil Murah Bebas Pajak, Kenapa Bus TransJakarta Tidak?
Denda `Ngetem` Angkot Rp 500 Ribu, Dishub Tak Bisa Menindak
`Ngetem` Sembarangan, Pengusaha Angkutan Dukung Denda Rp 500 Ribu
Ketua DPD Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, Sudirman mengatakan, penegakan aturan ini seharusnya bukan hanya ditujukan bagi para pengemudi, melainkan juga dijadikan pembelajaran bagi semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Seperti, bagi para operator dan manajemen diminta dapat memperbaiki sistem manajemennya agar jangan lagi menggunakan sistem setoran melainkan dengan menggunakan sistem gaji. Hal ini lantaran penyebab para pengemudi tersebut menunggu penumpang karena ada tuntutan untuk mengejar setoran per harinya.
"Harus diubah menjadi sistem gaji sehingga tidak ada target-target yang harus dipenuhi oleh supir. Ini agar para pengemudi ini tidak melanggar aturan dengan ngetem di sembarang tempat," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta seperti ditulis Selasa (24/12/2013).
Selain itu, bagi para penumpang juga diharapkan untuk memberhentikan dan menunggu angkutan umum di tempat-tempat yang telah disediakan seperti halte.
"Ya di situlah seharusnya mereka menunggu angkutan umum, jangan asal mau enaknya saja, akhirnya mengakibatkan kemacetan bagi kendaraan yang lalu lalang disekitar situ," tegasnya.
Dia menilai, denda senilai Rp 500 ribu ini sendiri bukan persoalan besar atau kecil secara nominal, melainkan efek jera yang ditimbulkan akibat pengenaan sangsi tersebut.
Agar berjalan dengan efektif, para petugas di lapangan juga hendaknya konsisten untuk melaksanakan aturan tersebut, karena untuk menimbulkan kesadaran pada pengemudi kendaraan umum sendiri akan butuh waktu yang cukup lama.
"Sanksi ini efektif kalau petugasnya memang konsisten, maka akan terlaksana dengan baik. Cuma seberapa lama ini efektifnya, itu tergantung. Kalau petugasnya tidak ada, pengemudinya kembali lagi ketempat itu, ini butuh waktu karena sudah dibiarkan cukup lama," jelasnya.
Meski demikian, Sudirman juga yakin penerapan sanksi ini akan membereskan masalah-masalah kemacetan yang diakibatkan oleh angkutan umum yang berhenti sembarangan.
"Mudah-mudahan dapat dibereskan titik demi titik dan penertiban ini memang harus dilakukan. Itu titiknya biasanya yang mendekati pusat-pusat perbelanjaan, perkantoran, pusat dari aktivitas masyarakat, sekolahan, dekat terminal di situ pasti semraut, tidak teratur," tandasnya. (Dny/Ahm)
Baca Juga:
Jokowi: Mobil Murah Bebas Pajak, Kenapa Bus TransJakarta Tidak?
Denda `Ngetem` Angkot Rp 500 Ribu, Dishub Tak Bisa Menindak
`Ngetem` Sembarangan, Pengusaha Angkutan Dukung Denda Rp 500 Ribu