Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mewajibkan seluruh Kabupaten/Kota mengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perdesaan dan Perkotaan (P2) terhitung sejak awal tahun depan.
Kepala Seksi Hubungan Eskternal Ditjen Pajak, Chandra Budi mengatakan, pengalihan ini merupakan bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kewajiban ini tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
"Seluruh Kabupaten/Kota wajib mengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perdesaan dan Perkotaan (P2) terhitung sejak 1 Januari 2014," ungkap dia dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (27/12/2013).
Chandra menyebut, pada 2011 hanya Kota Surabaya yang telah mengelola PBB-P2. Kemudian, ada 17 Kabupaten/Kota yang telah mengelola PBB-P2 di 2012 dan 105 Kabupaten/Kota yang menyatakan kesiapannya mengelola PBB-P2 pada tahun ini.
"Kabupaten/Kota yang belum menerima pengalihan PBB-P2 ini yaitu sebanyak 369 Kabupaten/Kota sudah mempersiapkan diri untuk mengelola PBB-P2 di wilayahnya masing-masing sehingga diharapkan seluruh Kabupaten/Kota sudah sepenuhnya mengelola PBB-P2 per 1 Januari 2014," ujar dia.
Dengan adanya pengalihan ini, kata Chandra, kegiatan pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan maupun penagihan dan pelayanan PBB-P2 akan diselenggarakan oleh Kabupaten/Kota.
"Tujuan pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke Kabupaten/Kota adalah untuk memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dengan memperluas basis pajak daerah dan penetapan tarif pajak," jelasnya.
Kewenangan yang diberikan ini, tambah Chandra, tercantum dalam Pasal 80 UU PDRD di mana masing-masing Kabupaten/Kota dapat menentukan tarif PBB-P2 nya sendiri dengan ketentuan paling tinggi sebesar 0,3% dari sebelumnya yang hanya dipatok pada tarif efektif (tunggal) sebesar 0,1% atau 0,2%.
"Artinya, secara legal, ada ruang bagi Kabupaten/Kota untuk menaikkan tarif PBB-P2 di wilayahnya. Namun, kebijakan tarif yang diambil oleh suatu Kabupaten/Kota hendaknya mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat di masing-masing wilayah agar tidak menimbulkan gejolak di kemudian hari," terang dia.
Chandra berharap, pengalihan ini mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pasalnya, dia bilang, pada saat dikelola oleh Pemerintah Pusat, Kabupaten/Kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8% dari jumlah penerimaan PBB-P2 di wilayahnya.
"Tentu dengan dikelolanya PBB-P2 oleh Kabupaten/Kota dengan menjadi Pajak Daerah, maka penerimaan PBB-P2 akan 100% masuk ke Kas Kabupaten/Kota tersebut," papar dia. (Fik/Nrm)
*Bagi Anda yang ingin mengetahui hasil ujian CPNS 2013 silakan klik di cpns.liputan6.com.
Baca juga:
Bayar Pajak Bisa Lewat ATM, Ini Caranya!
UKM Minta Pajak 1% Dikenakan untuk Omzet Rp 50 Juta ke Atas
Pegawai Belum Mahir, Setoran Pajak Properti Masih Loyo
Kepala Seksi Hubungan Eskternal Ditjen Pajak, Chandra Budi mengatakan, pengalihan ini merupakan bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Kewajiban ini tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
"Seluruh Kabupaten/Kota wajib mengelola Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor Perdesaan dan Perkotaan (P2) terhitung sejak 1 Januari 2014," ungkap dia dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (27/12/2013).
Chandra menyebut, pada 2011 hanya Kota Surabaya yang telah mengelola PBB-P2. Kemudian, ada 17 Kabupaten/Kota yang telah mengelola PBB-P2 di 2012 dan 105 Kabupaten/Kota yang menyatakan kesiapannya mengelola PBB-P2 pada tahun ini.
"Kabupaten/Kota yang belum menerima pengalihan PBB-P2 ini yaitu sebanyak 369 Kabupaten/Kota sudah mempersiapkan diri untuk mengelola PBB-P2 di wilayahnya masing-masing sehingga diharapkan seluruh Kabupaten/Kota sudah sepenuhnya mengelola PBB-P2 per 1 Januari 2014," ujar dia.
Dengan adanya pengalihan ini, kata Chandra, kegiatan pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan maupun penagihan dan pelayanan PBB-P2 akan diselenggarakan oleh Kabupaten/Kota.
"Tujuan pengalihan pengelolaan PBB-P2 ke Kabupaten/Kota adalah untuk memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dengan memperluas basis pajak daerah dan penetapan tarif pajak," jelasnya.
Kewenangan yang diberikan ini, tambah Chandra, tercantum dalam Pasal 80 UU PDRD di mana masing-masing Kabupaten/Kota dapat menentukan tarif PBB-P2 nya sendiri dengan ketentuan paling tinggi sebesar 0,3% dari sebelumnya yang hanya dipatok pada tarif efektif (tunggal) sebesar 0,1% atau 0,2%.
"Artinya, secara legal, ada ruang bagi Kabupaten/Kota untuk menaikkan tarif PBB-P2 di wilayahnya. Namun, kebijakan tarif yang diambil oleh suatu Kabupaten/Kota hendaknya mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat di masing-masing wilayah agar tidak menimbulkan gejolak di kemudian hari," terang dia.
Chandra berharap, pengalihan ini mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pasalnya, dia bilang, pada saat dikelola oleh Pemerintah Pusat, Kabupaten/Kota hanya mendapatkan bagian sebesar 64,8% dari jumlah penerimaan PBB-P2 di wilayahnya.
"Tentu dengan dikelolanya PBB-P2 oleh Kabupaten/Kota dengan menjadi Pajak Daerah, maka penerimaan PBB-P2 akan 100% masuk ke Kas Kabupaten/Kota tersebut," papar dia. (Fik/Nrm)
*Bagi Anda yang ingin mengetahui hasil ujian CPNS 2013 silakan klik di cpns.liputan6.com.
Baca juga:
Bayar Pajak Bisa Lewat ATM, Ini Caranya!
UKM Minta Pajak 1% Dikenakan untuk Omzet Rp 50 Juta ke Atas
Pegawai Belum Mahir, Setoran Pajak Properti Masih Loyo