Sukses

Dua Kementerian Tolak Rencana untuk Meratifikasi FCTC

Kemenperin dan Kementan menegaskan penolakan rencana pemerintah untuk meratifikasi konvensi pengendalian tembakau.

Dua kementerian, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan penolakan rencana pemerintah untuk meratifikasi konvensi pengendalian tembakau melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Enny Ratnaningtyas, Direktur Makanan dan Tembakau Kementerian Perindustrian, mengatakan jika alasan ratifikasi FCTC hanya soal kesehatan, sebenarnya Indonesia sudah terlebih dahulu memiliki aturan serupa yaitu melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 109 tahun 2012. Bahkan, sejak peluncuran setahun yang lalu, aturan tersebut belum pernah dilaksanakan pemerintah sehingga tak perlu lagi memakai aturan internasional.
 
"Aturan dalam FCTC juga dikhawatirkan makin ketat dan dinamis dan rawan paksaan inisiator untuk mengikuti kepentingan mereka (asing)," kata Enny Jumat (27/12/2013).

Dia menegaskan, pada dasarnya Kemenperin mendukung perlindungan kesehatan masyarakat dalam upaya untuk mengatasi dampak negatif rokok.

Namun, FCTC dikhawatirkan akan menjadi dasar dalam pembentukan kebijakan terkait industri rokok, meski dalam pasal-pasal FCTC disebutkan tetap mengutamakan hukum nasional dan kondisi masing-masing negara.

"Meski guideline secara hukum tidak wajib dipenuhi anggota, negara maju anggota FCTC bakal mendorong semua anggota untuk mematuhinya. Dalam perjalanannya, negara-negara maju anggota FCTC sering melakukan review terhadap guideline FCTC dengan menambahkan aturan-aturan baru yang ketat dan seluruh anggota wajib mematuhinya,” tambah dia.

Nurnowo Paridjo, Direktur Tanaman Semusim Kementerian Pertanian, menilai ratifikasi FCTC tidak statis. Ini belajar dari pengalaman saat ratifikasi makanan. Awalnya hanya diatur soal beras namun lama-lama diatur soal yang lain seperti susu.

"Sehingga kita harus mencermati dampak peraturan internasional yang lain terhadap aspek ekonomi, budaya, hukum," tambah dia.
 
Nurnowo menuturkan, para pekerja di sektor tembakau mengungkapkan kekhawatiran bahwa FCTC akan mengancam kelangsungan hidup mereka karena konsekuensi ratifikasi FCTC adalah pengendalian tembakau atau rokok.

Berdasarkan data Kementan, ada 6,1 juta tenaga kerja langsung dan tidak langsung di industri hulu dan hilir tembakau. Jumlah ini terdiri dari  2 juta orang petani tembakau, 1,5 juta orang petani cengkeh,  600 ribu orang tenaga kerja di pabrik rokok, 1 juta orang pengecer rokok dan 1 juta orang tenaga percetakan dan periklanan rokok.

Dengan melihat data-data di atas, ratfikasi FCTC bakal berdampak besar pada kesejahteraan pekerja di industri tembakau. Sebaiknya Indonesia fokus terhadap upaya implementasi PP 109 Tahun 2012.(Nrm)

*Bagi Anda yang ingin mengetahui hasil ujian CPNS 2013 silakan klik di cpns.liputan6.com.

Baca juga:

Jutaan Buruh Pabrik Rokok Kretek Terancam PHK

Pemerintah Hati-hati Ratifikasi FCTC