Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia atau Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mendesak pemerintah membebaskan bea masuk bagi komponen pesawat.
Sekretaris Jenderal INAKA Tengku Burhanudin mengatakan pemerintah sebenarnya telah memahami persoalan ini, namun bila salah satu dari  kementerian terkait belum memberikan sinyal persetujuan, maka kebijakan ini akan sulit teralisasi.
"Kalau dari Menteri Keuangan sudah bisa memahami, Menteri Perhubungan mensupport, nah tinggal Menteri Perindustrian saja ini yang masih mendapat clearance. Karena di negara kita ini belum bisa menentukan sesuatu itu dari satu kementerian, jadi kementerian yang belum bisa merilis adalah dari Kementerian Perindustrian," ujarnya di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Jumat (10/1/2014).
Dia menilai permintaan dari para pengusaha angkutan penerbangan udara ini dianggap wajar jika melihat negara-negara kawasan ASEAN yang telah menerapkan kebijakan 0% untuk bea masuk komponen pesawat.
"Perlu diketahui bahwa Malaysia, Singapura dan Thailand, itu untuk menunjang industri penerbangannya, untuk sparepart dikenakan bea masuk 0% untuk impor, kalau kita 5%," lanjutnya.
Selain itu, menurut Baharudin hal ini menjadi sangat mendesak mengingat Indonesia akan menghadapai ASEAN Open Skies Policy pada 2015, sehingga apa yang didapatkan para pengusaha di negara lain, maka pengusaha dalam negeri juga harus mendapatkannya.
"Kalau kita bicara ASEAN Open Skies ya harus sama-sama. Boleh dikatakan mereka mendapatkan sesuatu, terus kita tidak mendapatkan, tapi kita disuruh bersaing, kan nggak fair, jadi kita sudah memperjuangkan hal ini, sudah 3 tahun lebih," tegas dia.
Dia juga menuding, kebijakan ini belum dapat dikeluarkan lantaran Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum memberikan dukungan.
Baharudin berpendapat kementerian yang dipimpin MS Hidayat ini masih bersikeras agar komponen-kompenen tersebut di produksi dalam negeri dengan tujuan menjaga industri dalam negeri.
Padahal, menurut dia, komponen pesawat ini masih belum bisa diproduksi didalam negeri karena harus memenuhi standar dari pabrikan pesawat yang digunakan maskapai.
"Ini kan harus sesuai dengan Boeing, atau Airbus, atau semua pabrikan yg ada, jadi kita belum bisa. Mereka menganggap baut pesawat ini sama dengan baut truk atau lainnya, enggak bisa, beda, karena komponennya beda," keluhnya.
Untuk itu, dia berharap agar pemerintah dapat mengerti apa yang selama ini diminta pengusaha penerbangan sehingga Indonesia siap bersaing saat memasuki ASEAN Open Skies nantinya.
"Menteri-menteri kelihatannya mendukung tapi birokrasi yang bawahnya ini yang masih belum bisa mendukung," tandas dia. (Dny/Nrm)
Sekretaris Jenderal INAKA Tengku Burhanudin mengatakan pemerintah sebenarnya telah memahami persoalan ini, namun bila salah satu dari  kementerian terkait belum memberikan sinyal persetujuan, maka kebijakan ini akan sulit teralisasi.
"Kalau dari Menteri Keuangan sudah bisa memahami, Menteri Perhubungan mensupport, nah tinggal Menteri Perindustrian saja ini yang masih mendapat clearance. Karena di negara kita ini belum bisa menentukan sesuatu itu dari satu kementerian, jadi kementerian yang belum bisa merilis adalah dari Kementerian Perindustrian," ujarnya di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Jumat (10/1/2014).
Dia menilai permintaan dari para pengusaha angkutan penerbangan udara ini dianggap wajar jika melihat negara-negara kawasan ASEAN yang telah menerapkan kebijakan 0% untuk bea masuk komponen pesawat.
"Perlu diketahui bahwa Malaysia, Singapura dan Thailand, itu untuk menunjang industri penerbangannya, untuk sparepart dikenakan bea masuk 0% untuk impor, kalau kita 5%," lanjutnya.
Selain itu, menurut Baharudin hal ini menjadi sangat mendesak mengingat Indonesia akan menghadapai ASEAN Open Skies Policy pada 2015, sehingga apa yang didapatkan para pengusaha di negara lain, maka pengusaha dalam negeri juga harus mendapatkannya.
"Kalau kita bicara ASEAN Open Skies ya harus sama-sama. Boleh dikatakan mereka mendapatkan sesuatu, terus kita tidak mendapatkan, tapi kita disuruh bersaing, kan nggak fair, jadi kita sudah memperjuangkan hal ini, sudah 3 tahun lebih," tegas dia.
Dia juga menuding, kebijakan ini belum dapat dikeluarkan lantaran Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum memberikan dukungan.
Baharudin berpendapat kementerian yang dipimpin MS Hidayat ini masih bersikeras agar komponen-kompenen tersebut di produksi dalam negeri dengan tujuan menjaga industri dalam negeri.
Padahal, menurut dia, komponen pesawat ini masih belum bisa diproduksi didalam negeri karena harus memenuhi standar dari pabrikan pesawat yang digunakan maskapai.
"Ini kan harus sesuai dengan Boeing, atau Airbus, atau semua pabrikan yg ada, jadi kita belum bisa. Mereka menganggap baut pesawat ini sama dengan baut truk atau lainnya, enggak bisa, beda, karena komponennya beda," keluhnya.
Untuk itu, dia berharap agar pemerintah dapat mengerti apa yang selama ini diminta pengusaha penerbangan sehingga Indonesia siap bersaing saat memasuki ASEAN Open Skies nantinya.
"Menteri-menteri kelihatannya mendukung tapi birokrasi yang bawahnya ini yang masih belum bisa mendukung," tandas dia. (Dny/Nrm)