Asosiasi Logistik Indonesia menilai kinerja dari pengelola Pelabuhan Tanjung Priok, yaitu PT Pelindo II selama 2013 tidak memuaskan. Hal ini adanya tiga isu besar yang dianggap tidak bisa diselesaikan dengan baik oleh BUMN tersebut.
Pertama, yaitu kejadian mogok beberapa asosiasi di Tanjung Priok selama dua hari. Kedua, terjadi stagnasi parah pada barang-barang kebutuhan yang tertahan selama dua minggu pada saat lebaran lalu. Ketiga, mundur massal pejabat dari Pelindo II.
"Pengelolaan Tanjung Priok sepanjang tahun 2013 itu bagi kami sangat tidak memuaskan, ini ditandai dengan tiga hal gagal diselesaikan," ujar Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita, di Jakarta, Jumat (10/1/2014).
Dia mengatakan, melihat dari peran Pelabuhan Tanjung Priok dimana sekitar 70% transaksi ekspor-impor terjadi disana, maka terjadi masalah pada pelabuhan tersebut maka perdagangan Indonesia juga akan terkena imbasnya. Selain itu, kerugian yang diterima oleh pengusaha akibat permasalahan infrastruktur dan dwiling time di pelabuhan tersebut sangat besar.
"Kerugian kita bisa mencapai US$ 20 ribu per hari per kapal, bisa dibayangkan itu dikalikan dengan berapa kapal yang dimiliki yang terkena dweling time," lanjutnya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang menjadi tuntutan dari para asosiasi agar masalah dari Pelabuhan Tanjung Priok ini bisa terpecahkan. Salah satunya menuntut agar Direktur Utama Pelindo II RJ Lino untuk turun dari jabatannya.
Menurut Zaldy, saat ini tingkat kepercayaan para asosiasi logistik terhadap kepimpinan RJ Lino telah menurun drastis. Hal ini dianggap sebagai penyebab tidak terselesaikannya permasalahan yang selama ini terjadi di pelabuhan tersebut.
"Kredibilitas Pelindo II sangat rendah, padahal volume barang yang keluar masuktinggi, ini menjadi bencana eksternal. Makanya kami minta RJ Lino untuk mundur, karena tingkat kepercayaan kita sudah sangat rendah. Kalau ada tekanan eksternal itu masih bisa diatasi, tetapi kalau dari internal, ini akan menjadi rapuh," tandasnya. (Dny/Ndw)
Pertama, yaitu kejadian mogok beberapa asosiasi di Tanjung Priok selama dua hari. Kedua, terjadi stagnasi parah pada barang-barang kebutuhan yang tertahan selama dua minggu pada saat lebaran lalu. Ketiga, mundur massal pejabat dari Pelindo II.
"Pengelolaan Tanjung Priok sepanjang tahun 2013 itu bagi kami sangat tidak memuaskan, ini ditandai dengan tiga hal gagal diselesaikan," ujar Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita, di Jakarta, Jumat (10/1/2014).
Dia mengatakan, melihat dari peran Pelabuhan Tanjung Priok dimana sekitar 70% transaksi ekspor-impor terjadi disana, maka terjadi masalah pada pelabuhan tersebut maka perdagangan Indonesia juga akan terkena imbasnya. Selain itu, kerugian yang diterima oleh pengusaha akibat permasalahan infrastruktur dan dwiling time di pelabuhan tersebut sangat besar.
"Kerugian kita bisa mencapai US$ 20 ribu per hari per kapal, bisa dibayangkan itu dikalikan dengan berapa kapal yang dimiliki yang terkena dweling time," lanjutnya.
Untuk itu, ada beberapa hal yang menjadi tuntutan dari para asosiasi agar masalah dari Pelabuhan Tanjung Priok ini bisa terpecahkan. Salah satunya menuntut agar Direktur Utama Pelindo II RJ Lino untuk turun dari jabatannya.
Menurut Zaldy, saat ini tingkat kepercayaan para asosiasi logistik terhadap kepimpinan RJ Lino telah menurun drastis. Hal ini dianggap sebagai penyebab tidak terselesaikannya permasalahan yang selama ini terjadi di pelabuhan tersebut.
"Kredibilitas Pelindo II sangat rendah, padahal volume barang yang keluar masuktinggi, ini menjadi bencana eksternal. Makanya kami minta RJ Lino untuk mundur, karena tingkat kepercayaan kita sudah sangat rendah. Kalau ada tekanan eksternal itu masih bisa diatasi, tetapi kalau dari internal, ini akan menjadi rapuh," tandasnya. (Dny/Ndw)