Rencana PT Pertamina (Persero) mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) diperkirakan membutuhkan waktu lama dan persetujuan dari segala pihak.
Menurut Mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu, rencana PT Pertamina (Persero) mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) baru sebatas persetujuan pemegang saham saja. Dalam hal ini yaitu Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Said mengatakan, rencana akuisisi dan merger merupakan wewenang Menteri Keuangan. Langkah akuisisi itu juga dilakukan setelah Pertamina melakukan audit lalu meminta persetujuan Menteri Keuangan.
"Proses persetujuan akuisisi dan merger merupakan kewenangan menteri keuangan bukan BUMN. Itu sudah ada di PP Nomor 41 tahun 2003," ujar Said, saat dihubungi Liputan6.com, Senin (13/1/2014).
Said menuturkan, proses Pertamina mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk akan membutuhkan waktu lama. bila memang rencana itu disetujui pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan maka harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Disetujui pemerintah maka akan ada wilayah hukum abu-abu. Status PGN sebagai BUMN akan menjadi non BUMN, lalu butuh persetujuan DPR juga," kata Said.
Persetujuan pemegang saham publik pun diperlukan dalam aksi korporasi itu. Hal itu mengingat PT Perusahaan Gas Negara Tbk merupakan perusahaan publik yang mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan data BEI, pemegang saham perseroan antara lain Pemerintah sebesar 56,96% dan publik sekitar 43%.
"Proses ini panjang dan menyangkut akuisisi besar, selain itu melibatkan banyak pihak," ujar Said.
Said pun mempertanyakan langkah Pertamina mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Ia mengakui memang langkah akuisisi itu dapat mengurangi jumlah BUMN. Adapun saat ditanya mengenai dampak kinerja Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), Said menuturkan, hal itu harus ada kajian terlebih dahulu.
Sebelumnya rapat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan bersama dewan direksi dan komisaris Pertamina menyatakan penyatuan Pertagas dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Dalam risalah rapat tertanggal 7 Januari 2014 itu Pertamina menyatakan Pertagas dengan PGN merupakan langkah terbaik.
Skenario yang diinginkan Pertamina adalah menggabungkan anak perusahaan, PT Pertagas dengan PGN dan selanjutnya hasil merjer menjadi anak perusahaan Pertamina.
Komposisi saham perusahaan hasil merger Pertagas-PGN adalah Pertamina sebesar 30%-38% sebagai hasil konversi 100% saham Pertamina di Pertagas.
Lalu, pemerintah Indonesia selaku pemegang 57% saham mayoritas akan memiliki saham sebesar 36%-40%. Publik yang menguasai 43% saham minoritas PT Perusahaan Gas Negara Tbk akan memiliki 26%-30% saham di perusahaan hasil merger itu. (Ahm)
Baca juga:
Pemerintah Restui Pertamina Caplok PGN
PGN Bersedia Terapkan Open Access
Pekerja BUMN Pertanyakan Rencana Pertamina Akuisisi PGN
Menurut Mantan Sekretaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Said Didu, rencana PT Pertamina (Persero) mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) baru sebatas persetujuan pemegang saham saja. Dalam hal ini yaitu Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Said mengatakan, rencana akuisisi dan merger merupakan wewenang Menteri Keuangan. Langkah akuisisi itu juga dilakukan setelah Pertamina melakukan audit lalu meminta persetujuan Menteri Keuangan.
"Proses persetujuan akuisisi dan merger merupakan kewenangan menteri keuangan bukan BUMN. Itu sudah ada di PP Nomor 41 tahun 2003," ujar Said, saat dihubungi Liputan6.com, Senin (13/1/2014).
Said menuturkan, proses Pertamina mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk akan membutuhkan waktu lama. bila memang rencana itu disetujui pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan maka harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Disetujui pemerintah maka akan ada wilayah hukum abu-abu. Status PGN sebagai BUMN akan menjadi non BUMN, lalu butuh persetujuan DPR juga," kata Said.
Persetujuan pemegang saham publik pun diperlukan dalam aksi korporasi itu. Hal itu mengingat PT Perusahaan Gas Negara Tbk merupakan perusahaan publik yang mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan data BEI, pemegang saham perseroan antara lain Pemerintah sebesar 56,96% dan publik sekitar 43%.
"Proses ini panjang dan menyangkut akuisisi besar, selain itu melibatkan banyak pihak," ujar Said.
Said pun mempertanyakan langkah Pertamina mengakuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Ia mengakui memang langkah akuisisi itu dapat mengurangi jumlah BUMN. Adapun saat ditanya mengenai dampak kinerja Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), Said menuturkan, hal itu harus ada kajian terlebih dahulu.
Sebelumnya rapat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan bersama dewan direksi dan komisaris Pertamina menyatakan penyatuan Pertagas dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Dalam risalah rapat tertanggal 7 Januari 2014 itu Pertamina menyatakan Pertagas dengan PGN merupakan langkah terbaik.
Skenario yang diinginkan Pertamina adalah menggabungkan anak perusahaan, PT Pertagas dengan PGN dan selanjutnya hasil merjer menjadi anak perusahaan Pertamina.
Komposisi saham perusahaan hasil merger Pertagas-PGN adalah Pertamina sebesar 30%-38% sebagai hasil konversi 100% saham Pertamina di Pertagas.
Lalu, pemerintah Indonesia selaku pemegang 57% saham mayoritas akan memiliki saham sebesar 36%-40%. Publik yang menguasai 43% saham minoritas PT Perusahaan Gas Negara Tbk akan memiliki 26%-30% saham di perusahaan hasil merger itu. (Ahm)
Baca juga:
Pemerintah Restui Pertamina Caplok PGN
PGN Bersedia Terapkan Open Access
Pekerja BUMN Pertanyakan Rencana Pertamina Akuisisi PGN