Setelah dihujam dengan kritikan dan penolakan pedas dari dalam maupun dunia internasional, akhirnya pemerintah Indonesia merilis aturan larangan ekspor mineral mentah (ore) mulai 12 Januari lalu. Kebijakan ini semakin lengkap dengan pengenaan Bea Keluar (BK) terhadap ekspor produk mineral olahan.
Menteri Keuangan, Chatib Basri mengungkapkan pemerintah memutuskan pengenaan BK terhadap ekspor produk mineral yang sudah memenuhi batasan minimum pengolahan.
Produk mineral yang masih bisa diekspor tercantum dalam beleid Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 1 Tahun 2014. Sedangkan kebijakan BK tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.011/2014 pada 11 Januari 2014.
Beleid ini mengatur perubahan kedua atas PMK Nomor 75/PMK/011/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK dan tarif BK.
"Tarif BK ditetapkan naik mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60% secara bertahap setiap semester. Periode kenaikan sampai dengan 31 Desember 2016," kata Chatib melalui keterangan resminya di Jakarta, seperti ditulis Selasa (14/1/2014).
Kebijakan penyesuaian BK sejalan dengan pelaksanaan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batu bara (Minerba). Pemerintah juga telah menerbitkan PP Nomor 1 Tahun 2014 pada 11 Januari 2014 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Minerba serta Permen Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral.
Dalam aturan itu, tambah Chatib, pemerintah memberlakukan larangan ekspor bijih mineral dan memberikan batasan minimum untuk kegiatan pengolahan dan pemurnian.
"Kami memberikan izin ekspor terhadap produk mineral yang sudah memenuhi batasan minimum pengolahan, namun belum dilakukan kegiatan pemurnian," ujarnya.
Susunan tarif BK atas produk mineral yang sudah memenuhi batas pengolahan, antara lain :
1. Konsentrat tembaga dengan kadar Cu di atas 15%
2. Konsentrat besi (hematit, magnetit, pirit) dengan kadar Fe 62%, serta kategori konsentrat besi (gutit/laterit) dengan kadar lebih dari 51% Fe dan kadar (AI2O3+SiO2) lebih dari 10%
3. Konsentrat mangan dengan kadar Mn 49%
4. Konsentrat timbal dengan kadar Pb di atas 57%
5. Konsentrat seng dengan kadar Zn lebih dari 52%, dan kategori konsentrat ilmenite dengan kadar Fe lebih dari 58% (bentuk pasir) dan kadar Fe lebih dari 56% (bentuk pellet)
6. Konsentrat titanium lainnya dengan kadar Fe di atas 58% (bentuk pasir) dan kadar Fe di atas 56% (bentuk pellet).
Sementara soal tarif BK, Chatib menyebut, akan mengalami kenaikan setiap semester dari 20% saat ini menjadi 60% di akhir 2016. Dia mengakui, tarif BK untuk konsentrat tembaga dikenakan 25% sejak 12 Januari sampai akhir Desember ini.
"Lalu konsentrat kategori tembaga kembali naik setiap tahun menjadi 35% di semester I 2015, meningkat lagi menjadi 40% di semester II 2015. Dan di semester I 2016, tarif BK-nya menjadi 50% dan 60% pada semester II 2016," paparnya.
Sedangkan untuk kategori konsentrat lain, tambah dia, dikenakan tarif flat sebesar 20% untuk semester I dan II 2014. Dan akan mengalami kenaikan 10% setiap semester sampai 60% hingga 2016.
"Kenaikan setoran BK ini dapat mendorong pelaku usaha segera melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral dengan membangun pabrik smelter," ucap Chatib.
Sementara kebijakan pengenaan BK secara bertahap, dia bilang, dapat menjadi instrumen guna memantau perkembangan pembangunan smelter secara periodik.
"Kewajiban ini diharapkan mampu menghasilkan nilai tambah di dalam negeri dan menciptakan langan kerja serta pertumbuhan ekonomi lebih berkualitas," pungkas Chatib. (Fik/Ndw)
Baca juga:
Gebrakan RI Stop Ekspor Bijih Mineral Jadi Sorotan Dunia
Bea Keluar Ekspor Mineral Mentah Naik Bertahap Jadi 60%
Wamendag: Rupiah Menguat Usai RI Stop Ekspor Mineral
Begini Syarat Ekspor Mineral dari Kemendag
ESDM: Freeport dan Newmont Masih Boleh Ekspor Mineral
Cegah PHK di Sektor Tambang, Pemerintah Terbitkan PP Minerba
RI Rela Duit Melayang daripada Bijih Mineral Diekspor Gila-gilaan
Harga Nikel dan Tembaga Naik Jelang Larangan Ekspor Mineral
Mulai 12 Januari Pukul 00.00 WIB, Bea Cukai Cegah Ekspor Mineral
[VIDEO] Larangan Ekspor Mineral, Lebih Banyak Untung atau Rugi?
Menteri Keuangan, Chatib Basri mengungkapkan pemerintah memutuskan pengenaan BK terhadap ekspor produk mineral yang sudah memenuhi batasan minimum pengolahan.
Produk mineral yang masih bisa diekspor tercantum dalam beleid Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 1 Tahun 2014. Sedangkan kebijakan BK tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.011/2014 pada 11 Januari 2014.
Beleid ini mengatur perubahan kedua atas PMK Nomor 75/PMK/011/2012 tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan BK dan tarif BK.
"Tarif BK ditetapkan naik mulai dari 20% atau 25% sampai dengan 60% secara bertahap setiap semester. Periode kenaikan sampai dengan 31 Desember 2016," kata Chatib melalui keterangan resminya di Jakarta, seperti ditulis Selasa (14/1/2014).
Kebijakan penyesuaian BK sejalan dengan pelaksanaan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Batu bara (Minerba). Pemerintah juga telah menerbitkan PP Nomor 1 Tahun 2014 pada 11 Januari 2014 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Minerba serta Permen Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral.
Dalam aturan itu, tambah Chatib, pemerintah memberlakukan larangan ekspor bijih mineral dan memberikan batasan minimum untuk kegiatan pengolahan dan pemurnian.
"Kami memberikan izin ekspor terhadap produk mineral yang sudah memenuhi batasan minimum pengolahan, namun belum dilakukan kegiatan pemurnian," ujarnya.
Susunan tarif BK atas produk mineral yang sudah memenuhi batas pengolahan, antara lain :
1. Konsentrat tembaga dengan kadar Cu di atas 15%
2. Konsentrat besi (hematit, magnetit, pirit) dengan kadar Fe 62%, serta kategori konsentrat besi (gutit/laterit) dengan kadar lebih dari 51% Fe dan kadar (AI2O3+SiO2) lebih dari 10%
3. Konsentrat mangan dengan kadar Mn 49%
4. Konsentrat timbal dengan kadar Pb di atas 57%
5. Konsentrat seng dengan kadar Zn lebih dari 52%, dan kategori konsentrat ilmenite dengan kadar Fe lebih dari 58% (bentuk pasir) dan kadar Fe lebih dari 56% (bentuk pellet)
6. Konsentrat titanium lainnya dengan kadar Fe di atas 58% (bentuk pasir) dan kadar Fe di atas 56% (bentuk pellet).
Sementara soal tarif BK, Chatib menyebut, akan mengalami kenaikan setiap semester dari 20% saat ini menjadi 60% di akhir 2016. Dia mengakui, tarif BK untuk konsentrat tembaga dikenakan 25% sejak 12 Januari sampai akhir Desember ini.
"Lalu konsentrat kategori tembaga kembali naik setiap tahun menjadi 35% di semester I 2015, meningkat lagi menjadi 40% di semester II 2015. Dan di semester I 2016, tarif BK-nya menjadi 50% dan 60% pada semester II 2016," paparnya.
Sedangkan untuk kategori konsentrat lain, tambah dia, dikenakan tarif flat sebesar 20% untuk semester I dan II 2014. Dan akan mengalami kenaikan 10% setiap semester sampai 60% hingga 2016.
"Kenaikan setoran BK ini dapat mendorong pelaku usaha segera melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral dengan membangun pabrik smelter," ucap Chatib.
Sementara kebijakan pengenaan BK secara bertahap, dia bilang, dapat menjadi instrumen guna memantau perkembangan pembangunan smelter secara periodik.
"Kewajiban ini diharapkan mampu menghasilkan nilai tambah di dalam negeri dan menciptakan langan kerja serta pertumbuhan ekonomi lebih berkualitas," pungkas Chatib. (Fik/Ndw)
Baca juga:
Gebrakan RI Stop Ekspor Bijih Mineral Jadi Sorotan Dunia
Bea Keluar Ekspor Mineral Mentah Naik Bertahap Jadi 60%
Wamendag: Rupiah Menguat Usai RI Stop Ekspor Mineral
Begini Syarat Ekspor Mineral dari Kemendag
ESDM: Freeport dan Newmont Masih Boleh Ekspor Mineral
Cegah PHK di Sektor Tambang, Pemerintah Terbitkan PP Minerba
RI Rela Duit Melayang daripada Bijih Mineral Diekspor Gila-gilaan
Harga Nikel dan Tembaga Naik Jelang Larangan Ekspor Mineral
Mulai 12 Januari Pukul 00.00 WIB, Bea Cukai Cegah Ekspor Mineral
[VIDEO] Larangan Ekspor Mineral, Lebih Banyak Untung atau Rugi?