Sukses

Kemenkeu Kaji Bebaskan Bea Masuk Komponen Pesawat

Kemenkeu mengaku tengah mengkaji usulan INACA yang meminta pembebasan bea masuk bagi impor komponen pesawat.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku tengah mengkaji usulan Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) yang meminta pembebasan bea masuk bagi impor komponen pesawat.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Andin Hadiyanto mengatakan, pihaknya sedang membahas sekaligus mengkaji permintaan INACA dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

"Saat ini masih dikaji dahulu dan masih dibahas dengan Kemenperin," ujar dia dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (16/1/2014).

Andin menjelaskan, kajian tersebut menyangkut persoalan kekuatan industri dalam negeri. Pasalnya pemerintah khawatir dengan kebijakan ini justru akan memukul, bahkan mematikan industri komponen pesawat lokal.

"Dikaji dari sisi kekuatan industri dalam negerinya karena kita juga harus melihat detail komponen tersebut apa ada di dalam negeri atau tidak," cetusnya.

Namun ketika ditanya lebih jauh mengenai kondisi industri komponen dalam negeri saat ini, Andin tidak bersedia memberikan jawaban. "Untuk kondisi industrinya, Kemenperin yang bisa menjawabnya," tandas Andin.

Seperti diketahui, Sekretaris Jenderal INAKA Tengku Burhanudin mendesak supaya pemerintah satu suara dalam memberikan sinyal persetujuan bea masuk 0% supaya segera terealisasi.

"Kalau dari Menteri Keuangan sudah bisa memahami, Menteri Perhubungan mendukung, nah tinggal Menteri Perindustrian saja ini yang masih mendapat clearance," ucapnya.

Dia menilai permintaan dari para pengusaha angkutan penerbangan udara ini dianggap wajar jika melihat negara-negara kawasan ASEAN yang telah menerapkan kebijakan 0% untuk bea masuk komponen pesawat.

"Malaysia, Singapura dan Thailand untuk menunjang industri penerbangannya seperti suku cadang dikenakan bea masuk 0% untuk impor, kalau kita 5%," terang Burhanudin.

Industri penerbangan, katanya, sangat tertekan dengan mahalnya impor komponen akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.Sehingga memaksa pihaknya untuk mengajukan kenaikan tarif pesawat.

"Bukan karena masalah bahan bakar saja (menaikkan tarif), tapi juga masalah komponen lain sebagai akibat dari dolar tinggi. Itu berakibat kepada rupiah yang dibayar lebih banyak, makanya kita telah membicarakannya dengan pihak kementrian perhubungan, untuk paling tidak diadakan lah cost recharge," pungkas Burhanudin. (Fik/Ndw)