Sukses

Sewa Genset Ratusan Miliar Rupiah, Industri Berebut Gas

Sejumlah industri di Medan, Sumatera Utara, mengandalkan mesin genset supaya listrik tetap hidup dan operasional bisnis berjalan mulus.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut) mengakui selama ini sejumlah industri yang berada di Kawasan Industri Medan (KIM) dan kawasan industri lain mengandalkan mesin genset supaya listrik tetap hidup dan operasional bisnis berjalan mulus. Sayangnya, industri harus merogoh kocek lebih mahal karena biaya sewa yang selangit.

Wakil Gubernur Sumut, Tengku Erry Nuradi mengungkapkan, krisis energi di wilayah Sumut memaksa para pengusaha bertahan menggunakan genset sebagai alternatif sumber energi. "Pemerintah dan industri harus menyewa genset cukup mahal seiring dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)," ujarnya saat berbincang dengan wartawan di Medan, Sumut, Kamis (16/1/2014) malam.

Dia mencontohkan, pihaknya terpaksa menggelontorkan anggaran penyewaan genset hingga Rp 700 miliar per bulan untuk memasok listrik sebesar 300 megawatt (MW). "Artinya biaya sewa mencapai Rp 20 miliar per hari," terang dia.

Tengku menilai, langkah PT Pertagas (Persero) membangun jalur pipa gas Arun-Belawan akan sangat mendukung kebutuhan bahan bakar gas (BBG) bagi sektor industri di Sumut. Pipa transmisi gas sepanjang 350 km ini diklaim mampu menghasilkan gas sebesar 200 juta kaki kubik per hari (mmscfd) dan dapat meningkat hingga 400 mmscfd.

"Jadi pipa gas ini memberi kepastian bagi industri terhadap ketersediaan pasokan gas di Sumut. Jika pembangunan pipa rampung, asosiasi bahkan sampai rela berebut gas dan meminta PLN mengalah untuk memakai diesel," tuturnya.

Tengku menjelaskan, tujuh perusahaan besar yang berada di lokasi KIM, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei dan lainnya bisa memperoleh kepastia pasokan gas sehingga tak perlu menutup bisnisnya yang akan menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Darnel Ibrahim menambahkan, penggunaan gas dengan harga sekitar US$ 12-US$ 15 per juta british thermal unit (mmbtu) akan sangat berpengaruh terhadap penghematan biaya operasional industri.

"Kalau diganti gas dengan posisi harga US$ 12-US$ 15 per mmbtu, maka industri bisa hemat hingga separuhnya. Sebab kebutuhan energi termasuk
gas sangat besar ke depan dan kita akan selalu mengalami kekurangan daripada kelebihan," ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Pertagas Niaga (Persero), Jugi Prajogio mengatakan, pihaknya memprioritaskan penggunaan gas bagi kalangan industri, listrik, rumah tangga dan transportasi.

"Makanya harga gas alam cair (LNG) kami sangat miring dari kompetitor karena kami patok dikisaran US$ 16- US$ 19 per mmbtu dibanding konsumsi solar yang bisa mencapai harga US$ 32 mmbtu. Pasokan gas pun aman sampai 10 tahun ke depan," tandas dia. (Fik/Ndw)