Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mendukung upaya pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan yang sedang gencar menyisir sektor properti sebagai target ekstensifikasi pajak. Upaya tersebut perlu dilakukan terhadap bisnis jual beli rumah mewah.
"Kami setuju kalau rumah bagi kalangan atas atau rumah mewah digenjot pajaknya. Karena cenderung ada permainan harga antara harga riil dan laporan pajaknya," tegas Ketua Umum Apersi, Eddy Ganefo kepada wartawan di Jakarta, Senin (20/1/2014).
Namun kata Eddy, pihaknya akan menentang pemerintah bila terus mengejar penerimaan pajak dengan membidik rumah-rumah murah atau subsidi bagi masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.
"Rumah-rumah subsidi kan sudah bebas pajak, janganlah dikejar-kejar terus. Kasihan, jangan cari-cari kesalahan biar bisa mengenakan pajak untuk rumah subsidi," paparnya.
Pengembang, tambah Eddy, selama ini sudah dibebani dengan ragam pajak mulai dari pembelian tanah, pembangunan rumah sampai jual beli rumah ke tangan konsumen.
"Kami kena Pajak Penghasilan (PPh), PPN, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan lainnya dengan total keseluruhan mencapai 30%-40%. Jadi pajak sudah berlaku sejak pembelian tanah pertama, bangun rumah kena pajak lagi, jual rumah pajak lagi," tukasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan, Bambang PS Brodjonegoro menjelaskan, pemerintah sedang menyisir perusahaan-perusahaan properti (pengembang) sebagai upaya ekstensifikasi penerimaan pajak. Saat ini, sektor properti menganut skema PPh final.
"Dirjen Pajak sekarang ini agak mendalami sektor properti karena banyak yang missing dan mereka sedang membereskannya," tuturnya.
Meski demikian, dia mengakui, penyisiran pajak tersebut bukan saja berlaku pada pengembang rumah mewah, tapi juga rumah kalangan menengah dan rumah lebih murah.
"Tapi kami tetap memikirkan bagaimana penerapan upaya ini supaya direspon positif sehingga tidak menganggu penerimaan negara," tandas Bambang. (Fik/Nrm)
Baca juga:
Siap-siap! Sektor Keuangan & Properti Tengah Jadi Incaran Pajak
Pegawai Belum Mahir, Setoran Pajak Properti Masih Loyo
Margin Besar, Pengembang Lebih Suka Bangun Rumah Mewah
"Kami setuju kalau rumah bagi kalangan atas atau rumah mewah digenjot pajaknya. Karena cenderung ada permainan harga antara harga riil dan laporan pajaknya," tegas Ketua Umum Apersi, Eddy Ganefo kepada wartawan di Jakarta, Senin (20/1/2014).
Namun kata Eddy, pihaknya akan menentang pemerintah bila terus mengejar penerimaan pajak dengan membidik rumah-rumah murah atau subsidi bagi masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.
"Rumah-rumah subsidi kan sudah bebas pajak, janganlah dikejar-kejar terus. Kasihan, jangan cari-cari kesalahan biar bisa mengenakan pajak untuk rumah subsidi," paparnya.
Pengembang, tambah Eddy, selama ini sudah dibebani dengan ragam pajak mulai dari pembelian tanah, pembangunan rumah sampai jual beli rumah ke tangan konsumen.
"Kami kena Pajak Penghasilan (PPh), PPN, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan lainnya dengan total keseluruhan mencapai 30%-40%. Jadi pajak sudah berlaku sejak pembelian tanah pertama, bangun rumah kena pajak lagi, jual rumah pajak lagi," tukasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan, Bambang PS Brodjonegoro menjelaskan, pemerintah sedang menyisir perusahaan-perusahaan properti (pengembang) sebagai upaya ekstensifikasi penerimaan pajak. Saat ini, sektor properti menganut skema PPh final.
"Dirjen Pajak sekarang ini agak mendalami sektor properti karena banyak yang missing dan mereka sedang membereskannya," tuturnya.
Meski demikian, dia mengakui, penyisiran pajak tersebut bukan saja berlaku pada pengembang rumah mewah, tapi juga rumah kalangan menengah dan rumah lebih murah.
"Tapi kami tetap memikirkan bagaimana penerapan upaya ini supaya direspon positif sehingga tidak menganggu penerimaan negara," tandas Bambang. (Fik/Nrm)
Baca juga:
Siap-siap! Sektor Keuangan & Properti Tengah Jadi Incaran Pajak
Pegawai Belum Mahir, Setoran Pajak Properti Masih Loyo
Margin Besar, Pengembang Lebih Suka Bangun Rumah Mewah