Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri Indonesia hingga November 2013 mengalami penurunan menjadi US$ 260,3 miliar. Penurunan itu disebabkan berkurangnya utang luar negeri publik dan swasta.
Meski turun, rasio pembayaran utang tercatat masih tinggi yaitu sekitar 39,1% pada kuartal-III 2013. Penerimaan transaksi berjalan mengecil mempengaruhi rasio tersebut.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI, Hendy Sulistiowaty menilai, utang luar negeri secara tahunan memang menunjukkan tren yang terus melambat. Hal itu didukung dari utang luar negeri publik yang mengalami pertumbuhan negatif year on year (yoy) sekitar 2,7%.
"Utang pemerintah ini trennya melambat, tapi kalau swasta naik. Pertumbuhan utang swasta mencapai 10,2 hingga November 2013," ujar Hendy, dalam acara bincang-bincang media di gedung BI, Rabu (22/1/2014).
Utang luar negeri publik terutama berasal dari utang luar negeri jangka panjang dengan pangsa 94,6% atau setara US$ 116,6 miliar dari total utang luar negeri publik mencapai US$ 123,3 miliar.
Utang luar negeri publik jangka panjang ini di antaranya dalam bentuk bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, dan obligasi pemerintah. Sementara itu, utang luar negeri publik jangka pendek di antaranya dalam bentuk surat berharga dan kewajiban lainnya.
"Untuk komposisi mata uang luar negeri publik itu adalah 47 persen dalam mata uang US$, 22% rupiah, 19% dalam mata uang yen Jepang, 5% euro, 5% SDR, dan dua persen dalam berbagai mata uang lainnya," kata Hendy.
BI melaporkan, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga kuartal III lalu mencapai 29,2%. Angka ini masih jauh di bawah batas aman internasional sebesar 50%.
Sedangkan rasio utang pembayaran utang (debt service ratio-DSR) mencapai 39,1% pada triwulan III 2013. "44 persen baru dianggap berbahaya, Indonesia masih belum. Mudah-mudahan penerimaan transaksi berjalan baik pada kuartal keempat," ujar Hendy.(Ahm/Shd)
Meski turun, rasio pembayaran utang tercatat masih tinggi yaitu sekitar 39,1% pada kuartal-III 2013. Penerimaan transaksi berjalan mengecil mempengaruhi rasio tersebut.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI, Hendy Sulistiowaty menilai, utang luar negeri secara tahunan memang menunjukkan tren yang terus melambat. Hal itu didukung dari utang luar negeri publik yang mengalami pertumbuhan negatif year on year (yoy) sekitar 2,7%.
"Utang pemerintah ini trennya melambat, tapi kalau swasta naik. Pertumbuhan utang swasta mencapai 10,2 hingga November 2013," ujar Hendy, dalam acara bincang-bincang media di gedung BI, Rabu (22/1/2014).
Utang luar negeri publik terutama berasal dari utang luar negeri jangka panjang dengan pangsa 94,6% atau setara US$ 116,6 miliar dari total utang luar negeri publik mencapai US$ 123,3 miliar.
Utang luar negeri publik jangka panjang ini di antaranya dalam bentuk bilateral, multilateral, fasilitas kredit ekspor, dan obligasi pemerintah. Sementara itu, utang luar negeri publik jangka pendek di antaranya dalam bentuk surat berharga dan kewajiban lainnya.
"Untuk komposisi mata uang luar negeri publik itu adalah 47 persen dalam mata uang US$, 22% rupiah, 19% dalam mata uang yen Jepang, 5% euro, 5% SDR, dan dua persen dalam berbagai mata uang lainnya," kata Hendy.
BI melaporkan, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga kuartal III lalu mencapai 29,2%. Angka ini masih jauh di bawah batas aman internasional sebesar 50%.
Sedangkan rasio utang pembayaran utang (debt service ratio-DSR) mencapai 39,1% pada triwulan III 2013. "44 persen baru dianggap berbahaya, Indonesia masih belum. Mudah-mudahan penerimaan transaksi berjalan baik pada kuartal keempat," ujar Hendy.(Ahm/Shd)