Kebijakan Bank Indonesia (BI) memaksa pengusaha menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) di bank dalam negeri cukup berhasil. Dalam sebulan terakhir, devisa hasil ekspor yang masuk ke bank lokal tercatat meningkat menjadi 87% dari biasanya sebesar 82%.
"Hasil ekspor sudah mulai masuk, tahun 2013 devisa hasil ekspor melonjak. Devisa hasil ekspor yang masuk mencapai US$ 10 miliar-12 miliar dalam sebulan ini sudah 87% langsung masuk ke bank domestik," ujar Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI, Hendy Sulistiowaty, dalam acara bincang-bincang media di gedung BI, Rabu (22/1/2014).
Hendy menilai, meningkatnya kepatuhan pengusaha terhadap kebijakan DHE ini tak terlepas dari adanya denda maksimal bagi pelaku usaha yang yak menjalankan kebijakan tersebut. Akibatnya, pengusaha pun mulai menempatkan DHE di bank domestik.
Sebelum kebijakan DHE diperketat, bank sentral mencatat pelaku usaha di sektor elektronik dan otomotif biasanya melakukan pembayaran utang yang langsung dipotong ketika melakukan ekspor. Mekanisme tersebut membuat dana hasil ekspor yang masuk ke dalam negeri menjadi tidak maksimal.
"DHE itu jangan dipotong dulu, utuh benar hasil ekspor. Tidak boleh netting, biasanya ini dilakukan perusahaan elektronik dan otomotif yang banyak perusahaan afiliasi," kata Hendy.
Sebagai informasi, sejak akhir 2012, BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/25/2012 tentang penerimaan devisa hasil ekspor dan penarikan devisa utang luar negeri.
PBI itu diterbitkan untuk meningkatkan likuiditas valas dalam negeri mengingat Indonesia hingga kini masih terjadi nett demand terhadap valas.(Ahm/Shd)
"Hasil ekspor sudah mulai masuk, tahun 2013 devisa hasil ekspor melonjak. Devisa hasil ekspor yang masuk mencapai US$ 10 miliar-12 miliar dalam sebulan ini sudah 87% langsung masuk ke bank domestik," ujar Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI, Hendy Sulistiowaty, dalam acara bincang-bincang media di gedung BI, Rabu (22/1/2014).
Hendy menilai, meningkatnya kepatuhan pengusaha terhadap kebijakan DHE ini tak terlepas dari adanya denda maksimal bagi pelaku usaha yang yak menjalankan kebijakan tersebut. Akibatnya, pengusaha pun mulai menempatkan DHE di bank domestik.
Sebelum kebijakan DHE diperketat, bank sentral mencatat pelaku usaha di sektor elektronik dan otomotif biasanya melakukan pembayaran utang yang langsung dipotong ketika melakukan ekspor. Mekanisme tersebut membuat dana hasil ekspor yang masuk ke dalam negeri menjadi tidak maksimal.
"DHE itu jangan dipotong dulu, utuh benar hasil ekspor. Tidak boleh netting, biasanya ini dilakukan perusahaan elektronik dan otomotif yang banyak perusahaan afiliasi," kata Hendy.
Sebagai informasi, sejak akhir 2012, BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/25/2012 tentang penerimaan devisa hasil ekspor dan penarikan devisa utang luar negeri.
PBI itu diterbitkan untuk meningkatkan likuiditas valas dalam negeri mengingat Indonesia hingga kini masih terjadi nett demand terhadap valas.(Ahm/Shd)