Sukses

Sering Gagal Panen, Petani Bakal Dapat Asuransi

Pemerintah memastikan tengah menggodok asuransi bagi para petani dengan besaran premi sangat terjangkau.

Pemerintah memastikan tengah menggodok asuransi bagi para petani dengan besaran premi sangat terjangkau. Asuransi tersebut akan melindungi petani lokal dari kerugian akibat gagal panen.

Menteri Pertanian Suswono menegaskan, pemerintah sedang menyelesaikan aturan teknis terkait rencana pemberian asuransi gagal panen bagi petani dalam negeri.

"Tinggal teknisnya saja, mudah-mudahan bisa segera diimplementasikan karena anggaran (subsidi) juga belum tersedia," terang dia di Jakarta, seperti ditulis Kamis (23/1/2014).

Rencananya, tambah Suswono, asuransi tersebut dapat menjamin keberlangsungan usaha para petani dari kerugian gagal panen, baik yang disebabkan akibat cuaca ekstrem, bencana, hama dan sebagainya.

"Bisa klaim jika sawah atau lahan pertaniannya 80% rusak karena gagal panen," ujar dia singkat.

Terkait besaran iuran, Suswono mengatakan, akan memberikan nilai premi yang tak memberatkan bagi para petani yang tergolong berpenghasilan rendah.

"Kami sudah melakukan uji coba besaran preminya Rp 180 ribu per hektare (ha) dengan maksimal luas lahan 3 ribu ha. Ini sudah berjalan, di mana petani hanya membayar 20% saja dari Rp 180 ribu itu, sedangkan sisanya 80% ditanggung pemerintah," jelasnya.

Premi tersebut, lanjut dia, bakal dihimpun oleh lembaga asuransi yang ditunjuk pemerintah untuk bekerja sama. Lembaga asuransi itu diharapkan berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sekadar informasi, asuransi ini merupakan bagian dari Undang-undang (UU) Perlindungan Pertanian yang sudah disahkan DPR. (Fik/Ndw)

"Tentu BUMN akan diberi prioritas. Jelasnya kalau petani sudah akrab dengan urusan asuransi ini dan ternyata menguntungkan kami harapkan petani bisa mandiri ke depan. Tetapi tentu pemerintah akan membantu kepada petani kecil," kata Suswono.

Dia menyebutkan, asuransi petani paling lambat dapat diterapkan dua tahun ke depan. Teknisnya dapat melalui Peraturan Presiden (PP). "Hal teknis akan diatur dalam PP. Di UU ini 2 tahun paling lama semua peraturan yang terkait implementasi UU ini maksimal 2 tahun," cetus Suswono.