Perum Bulog terus berjuang supaya pemerintah memberikan batas keuntungan (margin fee) dalam setiap usahanya seperti perusahaan pelat merah lain yang dipatok 7%-10%. Pasalnya dengan marjin ini, Bulog dapat menyerap beras dari para petani lokal.
Direktur Utama Bulog, Sutarto Alimoeso mengungkapkan, setiap tahun pihaknya harus membeli beras untuk memenuhi kebutuhan nasional sekitar 3,5 juta-3,6 juta ton.
"Keharusan menyerap beras itu membutuhkan anggaran sebesar lebih dari Rp 20 triliun. Kalau pakai uang Bulog semua ya tidak mungkin dan jika ngutang perbankan pun jumlahnya terbatas," papar dia di Jakarta, seperti ditulis Kamis (22/1/2014).
Selama ini, tambah Sutarto, Bulog mengandalkan kucuran kredit berbunga murah dari perbankan untuk membantu pendanaan pengadaan kebutuhan beras nasional. Sehingga pemerintah perlu memberi jaminan kredit berupa surat-surat kepada perbankan.
"Waktu itu sempat ada wacana bahwa pemerintah tak akan memberikan jaminan lagi, padahal Bulog menjadi stabilisator bahan pangan pula dari pemerintah," ucapnya.
Dia mengakui, pemberian margin fee dari pemerintah sangat ditunggu-tunggu Bulog. Sayangnya, ini baru sebatas rencana semata belum dapat terealisasi.
"Kita kan masuk perusahaan dengan skema Public Service Obligation (PSO) jadi tidak boleh rugi. Tapi nyatanya justru diberikan kepada Pertamina, Pusri saja," terang dia.
Sutarto berharap, agar Bulog memperoleh bagian margin fee yang sama dengan perusahaan-perusahaan lain. "Ayo dong berikan, minimal marginnya sama dengan yang lain 7%-10%. Jadi kan adil," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengakui, pihaknya sedang berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait pemintaan margin fee bagi Bulog.
"Tanya Pak Menteri Keuangan lah, tapi saya tidak tahu bisa tidak margin fee dikasih untuk Bulog," canda dia. (Fik/Ndw)
Direktur Utama Bulog, Sutarto Alimoeso mengungkapkan, setiap tahun pihaknya harus membeli beras untuk memenuhi kebutuhan nasional sekitar 3,5 juta-3,6 juta ton.
"Keharusan menyerap beras itu membutuhkan anggaran sebesar lebih dari Rp 20 triliun. Kalau pakai uang Bulog semua ya tidak mungkin dan jika ngutang perbankan pun jumlahnya terbatas," papar dia di Jakarta, seperti ditulis Kamis (22/1/2014).
Selama ini, tambah Sutarto, Bulog mengandalkan kucuran kredit berbunga murah dari perbankan untuk membantu pendanaan pengadaan kebutuhan beras nasional. Sehingga pemerintah perlu memberi jaminan kredit berupa surat-surat kepada perbankan.
"Waktu itu sempat ada wacana bahwa pemerintah tak akan memberikan jaminan lagi, padahal Bulog menjadi stabilisator bahan pangan pula dari pemerintah," ucapnya.
Dia mengakui, pemberian margin fee dari pemerintah sangat ditunggu-tunggu Bulog. Sayangnya, ini baru sebatas rencana semata belum dapat terealisasi.
"Kita kan masuk perusahaan dengan skema Public Service Obligation (PSO) jadi tidak boleh rugi. Tapi nyatanya justru diberikan kepada Pertamina, Pusri saja," terang dia.
Sutarto berharap, agar Bulog memperoleh bagian margin fee yang sama dengan perusahaan-perusahaan lain. "Ayo dong berikan, minimal marginnya sama dengan yang lain 7%-10%. Jadi kan adil," tegasnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa mengakui, pihaknya sedang berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan terkait pemintaan margin fee bagi Bulog.
"Tanya Pak Menteri Keuangan lah, tapi saya tidak tahu bisa tidak margin fee dikasih untuk Bulog," canda dia. (Fik/Ndw)