Konsultan properti, Jones Lang Lasalle mengungkapkan transaksi penyewaan perkantoran dan pusat perbelanjaan modern (mal) di Indonesia masih didominasi mata uang dolar Amerika Serikat (AS).
National Director Head of Strategic Consulting Jones Lang Lassalle, Vivin Harsanto menyatakan, maraknya transaksi sewa properti dengan dolar AS tak terlepas dari kehadiran tenant (penyewa) asing.
"Transaksi pakai dolar AS karena banyak perusahaan multinasional yang berada di Indonesia. Tenant-tenant asing ini membayar uang sewa pakai dolar karena pendapatan mereka juga dolar," tutur dia di kantornya, Jakarta, Kamis (23/1/2014).
Porsi transaksi tarif sewa perkantoran menggunakan dolar AS mencapai sekitar 40%-45%. Kawasan pusat bisnis, Central Business District (CBD) di kuartal IV 2013 tercatat mengenakan tarif sewa untuk level grade A hingga US$ 29 per meter persegi setiap bulan.
Sedangkan tarif sewa grade B dipatok US$ 12 per meter persegi, dan US$ 8 per meter persegi setiap bulan untuk harga sewa ruang kantor grade C. Harga sewa rata-rata ini, mengalami kenaikan 5% dibanding kuartal sebelumnya akibat penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.
Head of Research Jones Lang Lassalle Anton menambahkan pelemahan nilai tukar rupiah sejak pertengahan tahun lalu sangat memukul retailer dan pengembang. Kondisi serupa, pernah menimpa pengembang saat krisis 1998 ketika dolar AS sempat jebol ke angka Rp 16 ribu.
"Kurs rupiah yang melemah jadi Rp 12 ribu per dolar AS berpengaruh ke penjualan mereka (pengembang) sehingga memberikan dampak ke harga sewa di mal. Mereka bingung mau menjual rumah atau apartemen, bahkan menyewakan mal di harga berapa," tandas dia.
Meski begitu, Vivin menambahkan, gejolak kurs rupiah tak akan menghentikan minat seseorang untuk membeli rumah, apartemen atau menyewa kantor dan mal.(Fik/Shd)
Baca juga
National Director Head of Strategic Consulting Jones Lang Lassalle, Vivin Harsanto menyatakan, maraknya transaksi sewa properti dengan dolar AS tak terlepas dari kehadiran tenant (penyewa) asing.
"Transaksi pakai dolar AS karena banyak perusahaan multinasional yang berada di Indonesia. Tenant-tenant asing ini membayar uang sewa pakai dolar karena pendapatan mereka juga dolar," tutur dia di kantornya, Jakarta, Kamis (23/1/2014).
Porsi transaksi tarif sewa perkantoran menggunakan dolar AS mencapai sekitar 40%-45%. Kawasan pusat bisnis, Central Business District (CBD) di kuartal IV 2013 tercatat mengenakan tarif sewa untuk level grade A hingga US$ 29 per meter persegi setiap bulan.
Sedangkan tarif sewa grade B dipatok US$ 12 per meter persegi, dan US$ 8 per meter persegi setiap bulan untuk harga sewa ruang kantor grade C. Harga sewa rata-rata ini, mengalami kenaikan 5% dibanding kuartal sebelumnya akibat penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.
Head of Research Jones Lang Lassalle Anton menambahkan pelemahan nilai tukar rupiah sejak pertengahan tahun lalu sangat memukul retailer dan pengembang. Kondisi serupa, pernah menimpa pengembang saat krisis 1998 ketika dolar AS sempat jebol ke angka Rp 16 ribu.
"Kurs rupiah yang melemah jadi Rp 12 ribu per dolar AS berpengaruh ke penjualan mereka (pengembang) sehingga memberikan dampak ke harga sewa di mal. Mereka bingung mau menjual rumah atau apartemen, bahkan menyewakan mal di harga berapa," tandas dia.
Meski begitu, Vivin menambahkan, gejolak kurs rupiah tak akan menghentikan minat seseorang untuk membeli rumah, apartemen atau menyewa kantor dan mal.(Fik/Shd)
Baca juga
Pengembang Cluster dan Kondominium Lalai Bayar Pajak
4 Negara yang Jadi Surganya Bisnis Properti
Tiga Kota Tujuan Investasi Properti Paling Diburu di Indonesia
Advertisement