Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa total utang pemerintah saat ini yang mencapai Rp 2.371,39 triliun masih dalam batas aman.
Sehingga pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk tidak perlu khawatir dalam menyikapi kenaikan utang tersebut.
Hal ini disampaikan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Bambang PS Brodjonegoro usai menggelar Rapat Forus Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
Dia mengakui bahwa nilai utang sebesar Rp 2.371,39 triliun pada akhir 2013 setara dengan 23% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di tahun lalu.
"Utang per PDB kita masih 23%, dengan defisit (anggaran) yang relatif masih 2% dari PDB," tegas dia di kantornya, Jumat (24/1/2014).
Bambang menjelaskan, pemerintah perlu menjaga utang pada level aman supaya tidak memberatkan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Tidak perlu khawatir secara berlebihan. Yang penting kita tetap harus menjaga utang, mengelola anggaran dengan benar. Tidak usah terlalu berlebihan dan bikin isu yang aneh-aneh," harap dia.
Seperti diketahui, Kemenkeu mencatat total utang pemerintah sampai dengan akhir tahun lalu menembus Rp 2.371,39 triliun atau mengalami kenaikan Rp 780,73 triliun dari realisasi 2009 yang mencapai Rp 1.590,66 triliun. Sedangkan di periode 2012, utang pemerintah sebesar Rp 1.977,71 triliun
"Kenaikan outstanding utang ini disebabkan oleh realisasi kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai dampak pelemahan kurs rupiah. Pasalnya, sebagian utang pemerintah dalam mata uang asing," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Yudi Pramadi.
Realisasi defisit APBN pada 2013 tercatat 2,24% terhadap PDB. Jumlah ini akan turun menjadi 1,7% dalam APBN 2014. Tingkat defisit ini, menurut dia, masih relatif rendah dan mendapat sorotan dari berbagai lembaga rating yang mampu mempertahankan level rating kredit (utang) dengan outlook minimal stabil di tengah kondisi penurunan outlook di banyak negara sebagai dampak krisis perekonomian global. Â
Secara obyektif, Yudi menjelaskan, rasio utang pemerintah terhadap PDB di akhir tahun lalu sekitar 26% (dengan outlook PDB 2013 sebesar Rp 9.112,4 triliun).
"Rasio utang kita juga lebih rendah dibanding negara-negara lain, seperti Jepang sekitar 243%, AS sekitar 106%, Thailand 47%, Malaysia sekitar 57% dan Filiphina sekitar 41% terhadap PDB," paparnya.
Jumlah utang saat ini, kata Yudi, masih dalam batas aman sesuai ketentuan dalam UU Keuangan Negara. Payung hukum itu menyebutkan bahwa total outstanding utag pemerintah maksimal 60% dari PDB. Dan batas maksimal defisit APBN dan APBD 3% terhadap PDB.
"Hampir semua negara di dunia melakukan utang. Sebab utang merupakan instrumen fiskal dalam rangka mencapai target ekonomi makro, terutama pertumbuhan ekonomi dan pengurangan tingkat pengangguran," tandas dia. (Fik/Nrm)
Sehingga pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk tidak perlu khawatir dalam menyikapi kenaikan utang tersebut.
Hal ini disampaikan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Bambang PS Brodjonegoro usai menggelar Rapat Forus Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
Dia mengakui bahwa nilai utang sebesar Rp 2.371,39 triliun pada akhir 2013 setara dengan 23% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia di tahun lalu.
"Utang per PDB kita masih 23%, dengan defisit (anggaran) yang relatif masih 2% dari PDB," tegas dia di kantornya, Jumat (24/1/2014).
Bambang menjelaskan, pemerintah perlu menjaga utang pada level aman supaya tidak memberatkan postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Tidak perlu khawatir secara berlebihan. Yang penting kita tetap harus menjaga utang, mengelola anggaran dengan benar. Tidak usah terlalu berlebihan dan bikin isu yang aneh-aneh," harap dia.
Seperti diketahui, Kemenkeu mencatat total utang pemerintah sampai dengan akhir tahun lalu menembus Rp 2.371,39 triliun atau mengalami kenaikan Rp 780,73 triliun dari realisasi 2009 yang mencapai Rp 1.590,66 triliun. Sedangkan di periode 2012, utang pemerintah sebesar Rp 1.977,71 triliun
"Kenaikan outstanding utang ini disebabkan oleh realisasi kebutuhan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai dampak pelemahan kurs rupiah. Pasalnya, sebagian utang pemerintah dalam mata uang asing," ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Yudi Pramadi.
Realisasi defisit APBN pada 2013 tercatat 2,24% terhadap PDB. Jumlah ini akan turun menjadi 1,7% dalam APBN 2014. Tingkat defisit ini, menurut dia, masih relatif rendah dan mendapat sorotan dari berbagai lembaga rating yang mampu mempertahankan level rating kredit (utang) dengan outlook minimal stabil di tengah kondisi penurunan outlook di banyak negara sebagai dampak krisis perekonomian global. Â
Secara obyektif, Yudi menjelaskan, rasio utang pemerintah terhadap PDB di akhir tahun lalu sekitar 26% (dengan outlook PDB 2013 sebesar Rp 9.112,4 triliun).
"Rasio utang kita juga lebih rendah dibanding negara-negara lain, seperti Jepang sekitar 243%, AS sekitar 106%, Thailand 47%, Malaysia sekitar 57% dan Filiphina sekitar 41% terhadap PDB," paparnya.
Jumlah utang saat ini, kata Yudi, masih dalam batas aman sesuai ketentuan dalam UU Keuangan Negara. Payung hukum itu menyebutkan bahwa total outstanding utag pemerintah maksimal 60% dari PDB. Dan batas maksimal defisit APBN dan APBD 3% terhadap PDB.
"Hampir semua negara di dunia melakukan utang. Sebab utang merupakan instrumen fiskal dalam rangka mencapai target ekonomi makro, terutama pertumbuhan ekonomi dan pengurangan tingkat pengangguran," tandas dia. (Fik/Nrm)