Isu penggabungan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dengan PT Pertagas, anak usaha PT Pertamina tak hanya membuat saham perusahaan gas ini terjun bebas.
Pemilik saham publik yang notabene BUMN seperti PT Jamsostek yang kini berganti nama menjadi BPJS Ketenagakerjaan ikut menanggung rugi karena harga saham PGN yang terus anjlok. Jamsostek saat ini memiliki 525.817.000 lembar saham PGN.
Anggota Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatulloh, menduga penghembusan isu penggabungan dipakai pihak tertentu untuk mendapat keuntungan materi.
"Saya kira ini transaksi yang dimainkan untuk dapat cash secara cepat, dalam konteks turunnya harga saham kan ada juga pihak yang diuntungkan untuk kemudian menikmati lagi ketika harga tinggi, jangan sampai ada pihak yang meraup keuntungan dari masalah ini," jelas dia dalam keterangannya, Rabu (30/1/2014).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada 24 Oktober 2013, saham PGN ditutup di level Rp 5.450 per saham. Lalu, pada 27 Januari 2014, saham PGN anjlok di level Rp 4.560. Artinya terjadi kerugian sebesar Rp 890 per lembar saham.
"Namanya perusahaan terbuka kan sangat sensitif, ini merugikan. Manajemen isu manajemen informasi tidak jalan," ujar Poempida. Â
Menurut dia, apa yang terjadi sekarang ini mirip-mirip ketika penawaran perdana saham Garuda beberapa tahun lalu. Untuk kasus kali ini juga bisa masuk kategori insider trading. Menghembuskan kabar dari dalam untuk kemudian mengambil keuntungan.
Wacana akuisisi PGN oleh Pertamina yang ditanggapi negatif oleh pasar itu kata Poempida juga menjadi bukti adanya penolakan terhadap rencana itu.
“Ada yang salah, bisa juga dianggap proses ini tidak bagus, tidak ada kepercayaan sehingga ada penolakan. Ini memalukan juga dan jadi cerminan bagi Pertamina untuk memperbaiki diri," tegas dia. (Nrm)
Pemilik saham publik yang notabene BUMN seperti PT Jamsostek yang kini berganti nama menjadi BPJS Ketenagakerjaan ikut menanggung rugi karena harga saham PGN yang terus anjlok. Jamsostek saat ini memiliki 525.817.000 lembar saham PGN.
Anggota Komisi IX DPR RI, Poempida Hidayatulloh, menduga penghembusan isu penggabungan dipakai pihak tertentu untuk mendapat keuntungan materi.
"Saya kira ini transaksi yang dimainkan untuk dapat cash secara cepat, dalam konteks turunnya harga saham kan ada juga pihak yang diuntungkan untuk kemudian menikmati lagi ketika harga tinggi, jangan sampai ada pihak yang meraup keuntungan dari masalah ini," jelas dia dalam keterangannya, Rabu (30/1/2014).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada 24 Oktober 2013, saham PGN ditutup di level Rp 5.450 per saham. Lalu, pada 27 Januari 2014, saham PGN anjlok di level Rp 4.560. Artinya terjadi kerugian sebesar Rp 890 per lembar saham.
Jika dikalkulasikan, maka kerugian Jamsostek sebesar Rp 890 per lembar saham dikalikan jumlah saham Jamsostek di PGAS yang sebanyak 525.817.000 lembar saham. Berarti total kerugian menjadi Rp 467, 98 miliar.
Menurut Poempida, isu penggabungan yang kemudian berkembang padahal belum jelas menjadi bukti Kementerian BUMN tidak memiliki kemampuan mengelola informasi sehingga bisa bocor."Namanya perusahaan terbuka kan sangat sensitif, ini merugikan. Manajemen isu manajemen informasi tidak jalan," ujar Poempida. Â
Menurut dia, apa yang terjadi sekarang ini mirip-mirip ketika penawaran perdana saham Garuda beberapa tahun lalu. Untuk kasus kali ini juga bisa masuk kategori insider trading. Menghembuskan kabar dari dalam untuk kemudian mengambil keuntungan.
Wacana akuisisi PGN oleh Pertamina yang ditanggapi negatif oleh pasar itu kata Poempida juga menjadi bukti adanya penolakan terhadap rencana itu.
“Ada yang salah, bisa juga dianggap proses ini tidak bagus, tidak ada kepercayaan sehingga ada penolakan. Ini memalukan juga dan jadi cerminan bagi Pertamina untuk memperbaiki diri," tegas dia. (Nrm)