Beredarnya beras impor dari Vietnam, menjadi alat fitnah yang menyerang Gita Wirjawan pasaca pengunduran dirinya dari Jabatan Menteri Perdagangan (Mendag).
Hasil uji laboratorium Sucofindo sebagai surveyor independen, yang melakukan verifikasi beras impor asal Vietnam menunjukan bahwa beras impor yang beredar di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, ternyata berjenis premium, bukan medium seperti yang dilansir banyak media.
Hasil ini tentu memperkuat indikasi adanya upaya skenario fitnah yang dialamatkan kepada Gita Wirjawan. Sebab sudah jelas bahwa realisasi impor beras sudah dilakukan sesuai Surat Perintah Impor (SPI).
Gita Wirjawan yang telah resmi mundur sebagai Mendag mengatakan, uji laboratorium sudah dilakukan Surveyor Sucofindo dan dua laboratorium Kemendag di Ciracas, ditambah pengujian independen oleh para ahli dari kalangan akademisi.
"Mereka memeriksa lima indikator beras jenis premium sesuai dengan kriteria SNI (Standard Nasional Indonesia) Nomor 61282008," Kata Gita, dalam laporan tertulisnya kepada Liputan6.com, di Jakarta, Rabu (5/2/2014).
Gita memaparkan standar beras premium versi SNI, dibandingkan dengan hasil uji yang sudah dilakukan terhadap beras impor asal Vietnam yang dilaporkan pedagang Cipinang. Hasilnya adalah:
1. Derajat sosoh beras 100%, hasil pengujian 100%
2. Kadar air maksimal 14%, hasil pengujian 13,2%
3. Butir kepala minimal 95%, hasil pengujian 97,15%
4. Butir patah maksimal 5%, hasil pengujian 2,29%
5. Butir menir maksimal 0%, hasil pengujian 0,46%
"Itu kira-kira lima indikator paling utama (beras premium), jadi satu-satunya yang berbeda sedikit dari standar adalah butir menir. Itu diduga terjadi karena mungkin sudah lama disimpan. Intinya hasil riset ini adalah beras premium bukan beras medium," papar Gita.
Lebih jauh Gita menyatakan pembuktian bahwa beras yang beredar adalah jenis premium sudah sesuai dengan dokumen SPI. "Berarti memang tidak ada pelanggaran di dalam importasi beras ini," tukasnya.
Gita menegaskan Kemendag tak pernah memberikan rekomendasi impor beras medium, karena hasil produksi petani sudah cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kemendag hanya menurunkan SPI importasi beras khusus.
Yakni yang terkait kesehatan untuk penderita diabetes dan segmen tertentu. Di antaranya beras ketan, beras ketan pecah 100 persen, beras pecah 100 persen, beras kukus, beras Thai Hom Mali, Japonica dan Basmati.
Impor terbatas beras khusus alokasinya tidak ditentukan Kemendag. Melainkan tim Kelompok Kerja Perberasan atau Pokja Beras yang merupakan lintas kementerian yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, BPS, Kementerian Sosial, Kementerian Perindustrian, BPS, Bea Cukai, juga Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia, juga kontak tani dan nelayan. Keputusan itu diatur lewat keputusan Kementerian Pertanian.
Gita menyatakan tahun 2013, pihaknya lewat Dirjen Perdagangan Luar Negeri mengeluarkan SPI hanya untuk importasi beras Basmati sebanyak 2.000 ton dan Japonica 15.000 ton. Namun impor itu tak terpenuhi sesuai target. Laporan Surveyor Sucofindo-Surveyor Indonesia realisasi impor atas SPI Japonica 13.623 ton (90.83%) dan Basmati 1.524 ton (83,05%).
Walaupun hasil uji laboratorium sudah menyatakan tak ada penyimpangan, Gita akan meneruskan investigasi. Dia merasa masyarakat harus mendapat penjelasan yang clear dan transparan mengapa beras premium digelontorkan ke pasar medium.
"Tapi saya katakan ini belum selesai. Kita perlu melihat ada hal yang sangat membingungkan. Memang ada hal yang membingungkan. Kenapa harga beras tadi dijual dengan sangat murah. Maksudnya apa? Kita langsung akan mendapat uraian distribusi barang," tuturnya.
Sebelumnya, Gita dituding berbagai pihak terkait dengan rembesnya beras impor diduga jenis medium, yang dilaporkan seorang pedagang Pasar Cipinang kepada Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Khrisnamurti, saat melakukan sidak pasokan kebutuhan pokok saat banjir. Isu tersebut makin panas, dikaitkan dengan mundurnya Gita sebagai Mendag.
Padahal Gita sudah mengajukan surat pengunduran diri sejak Oktober 2013, karena ingin fokus mengikuti tahapan konvensi capres Partai Demokrat yang diikutinya. Dia mengambil sikap profesional tidak menggunakan jabatan negara untuk kepentingan politik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru memberikan izin pada Gita untuk lepas dari jabatan menteri pada hari Rabu (30/1/2014). (Pew/Nrm)
Hasil uji laboratorium Sucofindo sebagai surveyor independen, yang melakukan verifikasi beras impor asal Vietnam menunjukan bahwa beras impor yang beredar di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur, ternyata berjenis premium, bukan medium seperti yang dilansir banyak media.
Hasil ini tentu memperkuat indikasi adanya upaya skenario fitnah yang dialamatkan kepada Gita Wirjawan. Sebab sudah jelas bahwa realisasi impor beras sudah dilakukan sesuai Surat Perintah Impor (SPI).
Gita Wirjawan yang telah resmi mundur sebagai Mendag mengatakan, uji laboratorium sudah dilakukan Surveyor Sucofindo dan dua laboratorium Kemendag di Ciracas, ditambah pengujian independen oleh para ahli dari kalangan akademisi.
"Mereka memeriksa lima indikator beras jenis premium sesuai dengan kriteria SNI (Standard Nasional Indonesia) Nomor 61282008," Kata Gita, dalam laporan tertulisnya kepada Liputan6.com, di Jakarta, Rabu (5/2/2014).
Gita memaparkan standar beras premium versi SNI, dibandingkan dengan hasil uji yang sudah dilakukan terhadap beras impor asal Vietnam yang dilaporkan pedagang Cipinang. Hasilnya adalah:
1. Derajat sosoh beras 100%, hasil pengujian 100%
2. Kadar air maksimal 14%, hasil pengujian 13,2%
3. Butir kepala minimal 95%, hasil pengujian 97,15%
4. Butir patah maksimal 5%, hasil pengujian 2,29%
5. Butir menir maksimal 0%, hasil pengujian 0,46%
"Itu kira-kira lima indikator paling utama (beras premium), jadi satu-satunya yang berbeda sedikit dari standar adalah butir menir. Itu diduga terjadi karena mungkin sudah lama disimpan. Intinya hasil riset ini adalah beras premium bukan beras medium," papar Gita.
Lebih jauh Gita menyatakan pembuktian bahwa beras yang beredar adalah jenis premium sudah sesuai dengan dokumen SPI. "Berarti memang tidak ada pelanggaran di dalam importasi beras ini," tukasnya.
Gita menegaskan Kemendag tak pernah memberikan rekomendasi impor beras medium, karena hasil produksi petani sudah cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kemendag hanya menurunkan SPI importasi beras khusus.
Yakni yang terkait kesehatan untuk penderita diabetes dan segmen tertentu. Di antaranya beras ketan, beras ketan pecah 100 persen, beras pecah 100 persen, beras kukus, beras Thai Hom Mali, Japonica dan Basmati.
Impor terbatas beras khusus alokasinya tidak ditentukan Kemendag. Melainkan tim Kelompok Kerja Perberasan atau Pokja Beras yang merupakan lintas kementerian yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, BPS, Kementerian Sosial, Kementerian Perindustrian, BPS, Bea Cukai, juga Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia, juga kontak tani dan nelayan. Keputusan itu diatur lewat keputusan Kementerian Pertanian.
Gita menyatakan tahun 2013, pihaknya lewat Dirjen Perdagangan Luar Negeri mengeluarkan SPI hanya untuk importasi beras Basmati sebanyak 2.000 ton dan Japonica 15.000 ton. Namun impor itu tak terpenuhi sesuai target. Laporan Surveyor Sucofindo-Surveyor Indonesia realisasi impor atas SPI Japonica 13.623 ton (90.83%) dan Basmati 1.524 ton (83,05%).
Walaupun hasil uji laboratorium sudah menyatakan tak ada penyimpangan, Gita akan meneruskan investigasi. Dia merasa masyarakat harus mendapat penjelasan yang clear dan transparan mengapa beras premium digelontorkan ke pasar medium.
"Tapi saya katakan ini belum selesai. Kita perlu melihat ada hal yang sangat membingungkan. Memang ada hal yang membingungkan. Kenapa harga beras tadi dijual dengan sangat murah. Maksudnya apa? Kita langsung akan mendapat uraian distribusi barang," tuturnya.
Sebelumnya, Gita dituding berbagai pihak terkait dengan rembesnya beras impor diduga jenis medium, yang dilaporkan seorang pedagang Pasar Cipinang kepada Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Khrisnamurti, saat melakukan sidak pasokan kebutuhan pokok saat banjir. Isu tersebut makin panas, dikaitkan dengan mundurnya Gita sebagai Mendag.
Padahal Gita sudah mengajukan surat pengunduran diri sejak Oktober 2013, karena ingin fokus mengikuti tahapan konvensi capres Partai Demokrat yang diikutinya. Dia mengambil sikap profesional tidak menggunakan jabatan negara untuk kepentingan politik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono baru memberikan izin pada Gita untuk lepas dari jabatan menteri pada hari Rabu (30/1/2014). (Pew/Nrm)