Sukses

Nelayan Resah Gara-gara Kapal 30 GT Haram Pakai Solar Subsidi

Pengusaha perikanan dan nelayan mengajukan keringanan untuk tetap mendapatkan subsidi bagi kapal penangkap ikan berkapasitas 30 GT.

Pengusaha perikanan dan nelayan mengajukan keringanan untuk tetap mendapatkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi kapal penangkap ikan berkapasitas lebih dari 30 GT kepada Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perikanan dan Kelautan Yugi Prayantna menjelaskan, permintaan ini terkait adanya larangan dari pemerintah melalui Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas bumi ( BPH Migas ) yang tertuang dalam  Surat BPH Migas Nomor: 29/07/Ka.BPH/2014 Tanggal 15 Januari 2014 tentang larangan konsumsi jenis BBM tertentu untuk kapal diatas 30 GT.

“Masalah ini telah menimbulkan keresahan dan kemarahan para nelayan pemilik maupun nelayan pekerja kapal ikan di atas 30 GT," kata Yugi di Jakarta, Rabu (5/2/2014).

Menurut dia,  saat ini ada lebih kurang 10 ribu kapal ikan di atas 30 GT yang tidak bisa melaut karena harus membeli BBM solar non-subsidi yang harganya tidak terjangkau, yakni dua kali lipat dari harga subsidi.

Pihaknya akan menunggu kebijakan pemerintah untuk memberikan solusi yang terbaik karena masalah seperti itu akan berdampak negatif pada produktivitas dan penghasilan para nelayan.

Selain itu pada akhirnya akan berpengaruh pada kegiatan perdagangan ikan di pasar ikan, industri perikanan  dan pengolahan ikan tradisional serta usaha kecil yang berkaitan dengan hasil perikanan.

“Memang ironis, pemerintah masih bisa melakukan subsidi konsumsi BBM jenis premium milik pribadi di darat, sementara nelayan yang sangat memerlukan justru dihapus dari prioritas,” ungkap dia.

Yugi menambahkan, KADIN beserta asosiasi-asosiasi terkait akan melakukan pendekatan kembali dengan pemerintah, terutama dengan Menteri Koordinator Perekonomian untuk menindaklanjuti permasalahan itu.

“Kita prihatin atas hal ini, kita juga akan menanyakan larangan ini kepada Kementerian ESDM” tegasnya.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Yussuf Solichien mengatakan, kapal-kapal ikan di atas 30 GT rata-rata diawaki 30-50 orang nelayan.

Maka jika 10 ribu kapal ikan di atas 30 GT yang tidak melaut, berarti ada lebih kurang 500.000 orang nelayan yang akan kehilangan pekerjaan.

HNSI, lanjut dia, dan seluruh masyarakat nelayan meminta pemerintah menangguhkan pelaksanaan Surat BPH Migas Nomor: 29/07/Ka.BPH/2014 Tanggal 15 Januari 2014 tentang larangan konsumsi jenis BBM tertentu untuk kapal diatas 30 GT, dan meminta memberlakukan kembali Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis BBM Tertentu. (Pew/Nrm)