Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menantang perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) untuk melakukan arbitrase atas pemberlakuan bea keluar progresif untuk ekspor produk olahan mineral dalam bentuk konsentrat.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo menegaskan pemerintah lebih memilih melanggar kontrak karya yang merupakan perjanjian pemerintah dan perusahaan tambang dibandingkan melawan Undang-undang.
Untuk diketahui, ketentuan bea keluar merupakan turunan dari pelaksanaan  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Aturan bea keluar tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6 Tahun 2014 yang mengatur bea keluar (BK).
"Kami lebih memilih melanggar KK dari pada melanggar UU Minerba," kata Susilo, di Hotel Bidakara, Kamis (6/2/2014).
Susilo pun mempersilahkan perusahaan pemegang kontrak karya seperti PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) maupun PT Freeport Indonesia (PTFI) yang kabarnya bakal mengajukan gugatan arbitrase.
"Newmont dan Freeport arbitase silahkan, tapi dia harus membangun smeter, siapaun mengajukan usaha pertambanagn harus melakukan pengolahan dulu," ungkapnya.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga menolak peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 6 Tahun 2014 yang mengatur bea keluar (BK) untuk barang tambang mineral olahan yang diekspor.
Ketua Satuan Tugas Hilirisasi Mineral Kadin Indonesia, Didie W. Soewondho meminta pemerintah harus meninjau ulang aturan tersebut karena tidak memperhatikan asas kejelasan tujuan, keterbukaan.
"Kami meminta pemerintah untuk meninjau kembali besaran BK dengan memperhatikan, pertama struktur biaya dan profit margin perusahaan tambang, kedua memahami proses, teknologi, pengusahaan, dan kapitalisasi industri tambang," pungkas Didie.(Pew/Shd)
Baca juga
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo menegaskan pemerintah lebih memilih melanggar kontrak karya yang merupakan perjanjian pemerintah dan perusahaan tambang dibandingkan melawan Undang-undang.
Untuk diketahui, ketentuan bea keluar merupakan turunan dari pelaksanaan  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Aturan bea keluar tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6 Tahun 2014 yang mengatur bea keluar (BK).
"Kami lebih memilih melanggar KK dari pada melanggar UU Minerba," kata Susilo, di Hotel Bidakara, Kamis (6/2/2014).
Susilo pun mempersilahkan perusahaan pemegang kontrak karya seperti PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) maupun PT Freeport Indonesia (PTFI) yang kabarnya bakal mengajukan gugatan arbitrase.
"Newmont dan Freeport arbitase silahkan, tapi dia harus membangun smeter, siapaun mengajukan usaha pertambanagn harus melakukan pengolahan dulu," ungkapnya.
Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga menolak peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 6 Tahun 2014 yang mengatur bea keluar (BK) untuk barang tambang mineral olahan yang diekspor.
Ketua Satuan Tugas Hilirisasi Mineral Kadin Indonesia, Didie W. Soewondho meminta pemerintah harus meninjau ulang aturan tersebut karena tidak memperhatikan asas kejelasan tujuan, keterbukaan.
"Kami meminta pemerintah untuk meninjau kembali besaran BK dengan memperhatikan, pertama struktur biaya dan profit margin perusahaan tambang, kedua memahami proses, teknologi, pengusahaan, dan kapitalisasi industri tambang," pungkas Didie.(Pew/Shd)
Baca juga
Pengusaha Kukuh Tolak Bea Keluar Mineral Mentah
Ekspor Bijih Mineral Distop, Pengusaha Tambang Rugi Rp 45 Triliun
Baca Juga
Wamen ESDM: Silahkan Saja Bos Freeport Protes
Advertisement