Pemerintah menilai penurunan produksi (lifting) minyak dapat merugikan negara hingga triliunan rupiah. Namun kondisi ini justru bisa terangkat dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengungkapkan, setiap ribuan barel minyak mentah yang menyusut, penerimaan negara berpotensi hilang hingga Rp 3 triliun.
"Setiap 10 ribu barel penurunan lifting minyak dengan kurs tetap (Rp 10.500) dan ICP tetap (US$ 105 per dolar AS), maka dampaknya ke penerimaan negara bisa hilang Rp 2 triliun-Rp 3 triliun," ucap dia saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (7/2/2014).
Penurunan lifting, kata Askolani, tidak akan berdampak terhadap anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Namun justru kepada penerimaan negara dari sektor minyak dan gas (migas).
Meski begitu, dia menambahkan, depresiasi nilai tukar rupiah yang saat ini menyentuh Rp 12 ribu per dolar AS, malah akan menambah penerimaan migas karena akan terjadi peningkatan ekspor.
"Anggaran subsidi BBM bisa berubah kalau volume konsumsi, kurs, harga minyak mentah Indonesia naik. Dan kami masih pantau terus untuk kondisi ini," ujarnya.
Dia berharap, target kuota BBM bersubsidi tahun ini sebesar 48 juta kiloliter (kl) bisa terjaga. Sedangkan realisasi konsumsi BBMÂ subsidi pada 2013 di bawah target 48 juta kl yakni 46,7 kl.
Sekadar informasi, pemerintah memperkirakan target lifting minyak mentah pada tahun ini hanya mencapai 804 ribu barel per hari. Proyeksi ini jauh di bawah estimasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 yang sebesar 870 ribu barel per hari.
Askolani mengungkapkan, ada beberapa alasan yang mendorong penurunan target produksi minyak di 2014. Ini merupakan hasil evaluasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), SKK Migas dengan KKKS.
"Pertama, karena Blok Cepu baru diperkirakan bisa menghasilkan pada 2015. Padahal dalam pembahasan APBN 2014 pada September-Oktober 2013, estimasi kami Cepu bisa operasi tahun ini juga. Sayangnya dari hasil review, Cepu belum bisa menghasilkan," tutur dia.
Alasan kedua, tambah dia, karena pengaruh kondisi alam yang sedang memburuk akhir-akhir ini. Cuaca ekstrem berdampak timbulnya gelombang tinggi di sejumlah wilayah perairan di Indonesia. Sedangkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak  saat ini sudah mengarah pada off shore (laut). (Fik/Ndw)
Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani mengungkapkan, setiap ribuan barel minyak mentah yang menyusut, penerimaan negara berpotensi hilang hingga Rp 3 triliun.
"Setiap 10 ribu barel penurunan lifting minyak dengan kurs tetap (Rp 10.500) dan ICP tetap (US$ 105 per dolar AS), maka dampaknya ke penerimaan negara bisa hilang Rp 2 triliun-Rp 3 triliun," ucap dia saat berbincang dengan wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (7/2/2014).
Penurunan lifting, kata Askolani, tidak akan berdampak terhadap anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM). Namun justru kepada penerimaan negara dari sektor minyak dan gas (migas).
Meski begitu, dia menambahkan, depresiasi nilai tukar rupiah yang saat ini menyentuh Rp 12 ribu per dolar AS, malah akan menambah penerimaan migas karena akan terjadi peningkatan ekspor.
"Anggaran subsidi BBM bisa berubah kalau volume konsumsi, kurs, harga minyak mentah Indonesia naik. Dan kami masih pantau terus untuk kondisi ini," ujarnya.
Dia berharap, target kuota BBM bersubsidi tahun ini sebesar 48 juta kiloliter (kl) bisa terjaga. Sedangkan realisasi konsumsi BBMÂ subsidi pada 2013 di bawah target 48 juta kl yakni 46,7 kl.
Sekadar informasi, pemerintah memperkirakan target lifting minyak mentah pada tahun ini hanya mencapai 804 ribu barel per hari. Proyeksi ini jauh di bawah estimasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 yang sebesar 870 ribu barel per hari.
Askolani mengungkapkan, ada beberapa alasan yang mendorong penurunan target produksi minyak di 2014. Ini merupakan hasil evaluasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), SKK Migas dengan KKKS.
"Pertama, karena Blok Cepu baru diperkirakan bisa menghasilkan pada 2015. Padahal dalam pembahasan APBN 2014 pada September-Oktober 2013, estimasi kami Cepu bisa operasi tahun ini juga. Sayangnya dari hasil review, Cepu belum bisa menghasilkan," tutur dia.
Alasan kedua, tambah dia, karena pengaruh kondisi alam yang sedang memburuk akhir-akhir ini. Cuaca ekstrem berdampak timbulnya gelombang tinggi di sejumlah wilayah perairan di Indonesia. Sedangkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak  saat ini sudah mengarah pada off shore (laut). (Fik/Ndw)