Perjanjian perdagangan internasional kini harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal itu telah diatur dalam Undang-undang (UU) Perdagangan yang telah disahkan dalam sidang paripurna yang berlangsung hari ini di Gedung Nusantara II DPR.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Erik Satrya Wardhana mengatakan, salah satu hal penting yang diatur dalam UU ini yaitu keharusan pemerintah untuk meminta persetujuan DPR dalam menjalin kerjasama perdagangan dengan negeri lain.
"Yang paling mendasar perjanjian perdagangan internasional diharuskan mendapatkan persetujuan dari DPR, itu filter pertama. Perjanjian kerja sama dengan lembaga dari negara lain harus melalui persetujuan DPR. Kemudian UU ini memberikan kewenangan pemerintah, dapat membatasi impor dalam kondisi tertentu," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Erik menjelaskan, ketentuan mengenai perdagangan internasional ini terdapat dalam bab khusus, serta ada bab yang membahas koperasi, usaha kecil dan menengah.
"Ini dimaksudkan untuk memberikan proteksi sekaligus subsidi pada pelaku usaha seperti koperasi dan UKM sesuai dengan TAP MPR Nomor 16 tahun 1988. UU Perdagangan dan UU Perindustrian warnanya betul-betul merah putih, jadi sarat dengan perlindungan, proteksi dan perlindungan nasional," kata Erik.
Selain itu, lanjut Erik, implementasi soal perdagangan elektronik (e-commerce) juga akan diatur dalam UU ini yang intinya adalah perlindungan kepada konsumen.
"Itu akan diberlakukan semua online yang skala nasional atau internasional yang menjadikan indonesia sebagai pasar. Kami menyerahkan kepada pemerintah, payung hukumnya kami berikan. Intinya perlindungan kepada pasar nasional," tandasnya. (Dny/Ahm)
*Bagi Anda yang ingin mengetahui hasil ujian CPNS Honorer K2 2013 silakan klik di cpns.liputan6.com
Baca juga:
Pengusaha Senang, RI Tak Lagi Pakai UU Perdagangan Belanda
Pengusaha Sebut UU Perdagangan Masih Banyak Kekurangan
Pembentukan Komite Perdagangan Tunggu Instruksi Presiden
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Erik Satrya Wardhana mengatakan, salah satu hal penting yang diatur dalam UU ini yaitu keharusan pemerintah untuk meminta persetujuan DPR dalam menjalin kerjasama perdagangan dengan negeri lain.
"Yang paling mendasar perjanjian perdagangan internasional diharuskan mendapatkan persetujuan dari DPR, itu filter pertama. Perjanjian kerja sama dengan lembaga dari negara lain harus melalui persetujuan DPR. Kemudian UU ini memberikan kewenangan pemerintah, dapat membatasi impor dalam kondisi tertentu," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (11/2/2014).
Erik menjelaskan, ketentuan mengenai perdagangan internasional ini terdapat dalam bab khusus, serta ada bab yang membahas koperasi, usaha kecil dan menengah.
"Ini dimaksudkan untuk memberikan proteksi sekaligus subsidi pada pelaku usaha seperti koperasi dan UKM sesuai dengan TAP MPR Nomor 16 tahun 1988. UU Perdagangan dan UU Perindustrian warnanya betul-betul merah putih, jadi sarat dengan perlindungan, proteksi dan perlindungan nasional," kata Erik.
Selain itu, lanjut Erik, implementasi soal perdagangan elektronik (e-commerce) juga akan diatur dalam UU ini yang intinya adalah perlindungan kepada konsumen.
"Itu akan diberlakukan semua online yang skala nasional atau internasional yang menjadikan indonesia sebagai pasar. Kami menyerahkan kepada pemerintah, payung hukumnya kami berikan. Intinya perlindungan kepada pasar nasional," tandasnya. (Dny/Ahm)
*Bagi Anda yang ingin mengetahui hasil ujian CPNS Honorer K2 2013 silakan klik di cpns.liputan6.com
Baca juga:
Pengusaha Senang, RI Tak Lagi Pakai UU Perdagangan Belanda
Pengusaha Sebut UU Perdagangan Masih Banyak Kekurangan
Pembentukan Komite Perdagangan Tunggu Instruksi Presiden