Seluruh BUMN yang bergerak di sektor pergulaan pada Kamis (13/2/2014) ini menggelar konsolidasi di Surabaya, Jawa Timur.
Acara bertajuk Pembahasan Evaluasi Giling 2013 dan Rencana Giling 2014 itu akan dipimpin langsung Menteri BUMN Dahlan Iskan. Terpilih menjadi tuan rumah adalah PT Perkebunan Nusantara X (Persero) atau PTPN X.
Dirut PTPN X Subiyono mengatakan, sektor pergulaan nasional menghadapi sejumlah tantangan yang menuntut kerja keras dan kekompakan semua elemen.
Dia mencontohkan anomali iklim tahun lalu yang cukup memberatkan kinerja sektor pergulaan. Walhasil, produksi gula nasional tahun lalu masih stagnan di level 2,5 juta ton.
”Kita mencermati siklus anomali semakin memendek, yaitu menjadi tiga tahunan. Sebelum 2013, anomali iklim terjadi pada 2010. Siklus ini memendek karena sebelumnya musim hujan yang berkepanjangan terjadi pada 1998, baru terulang pada 2010 alias 12 tahun kemudian. Ini tantangan, harus ditaklukkan. Bukan dijadikan alasan,” kata Subiyono dalam keterangannya.
Pembahasan Evaluasi Giling dan Rencana Giling 2014 ini juga akan membahas hal tersebut, termasuk antisipasinya dampak lanjutan anomali iklim terhadap kinerja musim giling tebu 2014.
”Kami berharap tahun ini dan tahun-tahun mendatang sektor gula bisa terus membukukan kinerja yang manis dengan produksi yang kian meningkat,” ujarnya.
Hal-hal lain yang dikonsolidasikan adalah tantangan di sisi budidaya (on-farm) dan pengolahan di pabrik gula (off-farm).
Dari sisi budidaya, sejumlah hal yang perlu dioptimalkan adalah penggunaan varietas unggul dan teknologi pertanian yang tepat guna. ”Mekanisasi harus terus didorong untuk mewujudkan praktik budidaya tebu terbaik,” ujar Subiyono.
Adapun dari sisi pengolahan pabrik gula (off-farm), selama ini masih ada tantangan berupa permesinan yang tua di sejumlah PG. Secara bertahap perlu dilakukan modernisasi agar PG semakin efisien dan mampu menciptakan kinerja optimal.
Subiyono menegaskan, PG harus makin efisien agar bisa menekan biaya pokok produksi, sehingga petani dan PG sama-sama untung. Secara sederhana, efisiensi proses produksi mudah diukur dari kemampuan pabrik dalam menghasilkan ampas yang merupakan limbah padat tebu.
"PG yang bisa menghasilkan ampas tebu secara optimal berarti proses gilingnya lancar. PG yang bisa menghasilkan ampas tebu juga menunjukkan bahan baku tebunya berada pada fase pemanenan yang tepat alias sudah tua (masak)," tuturnya.
Produksi ampas tebu itulah yang akan digunakan sebagai bahan bakar boiler yang alami dan murah. Sehingga, PG tak harus membeli bahan bakar untuk menggerakkan mesin.
Subiyono berharap masa giling pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang bisa semakin pendek dengan kapasitas yang optimal. Idealnya musim giling berjalan 160 hari. "Jika musim giling bisa 160 hari dengan kapasitas yang optimal, kita bisa menghilangkan biaya tinggi saat panen karena bisa menghindari hujan," tuturnya.
Dia menambahkan, tantangan lainnya yang harus dijawab adalah pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015 di mana perdagangan bebas antar-negara ASEAN akan diimplementasikan. Hal ini mengharuskan PG di Indonesia untuk terus berbenah guna memenuhi ekspektasi konsumen yang semakin tinggi, seperti produksi gula yang higienis dan memenuhi SNI.
”PG-PG di seluruh Indonesia juga harus menurunkan biaya pokok produksi agar lebih kompetitif. Di PTPN X biaya pokok produksi berkisar Rp 6.000 per kilogram atau terendah di antara BUMN gula lainnya, tapi itu perlu ditekan lagi,” kata dia. (Nrm)
Acara bertajuk Pembahasan Evaluasi Giling 2013 dan Rencana Giling 2014 itu akan dipimpin langsung Menteri BUMN Dahlan Iskan. Terpilih menjadi tuan rumah adalah PT Perkebunan Nusantara X (Persero) atau PTPN X.
Dirut PTPN X Subiyono mengatakan, sektor pergulaan nasional menghadapi sejumlah tantangan yang menuntut kerja keras dan kekompakan semua elemen.
Dia mencontohkan anomali iklim tahun lalu yang cukup memberatkan kinerja sektor pergulaan. Walhasil, produksi gula nasional tahun lalu masih stagnan di level 2,5 juta ton.
”Kita mencermati siklus anomali semakin memendek, yaitu menjadi tiga tahunan. Sebelum 2013, anomali iklim terjadi pada 2010. Siklus ini memendek karena sebelumnya musim hujan yang berkepanjangan terjadi pada 1998, baru terulang pada 2010 alias 12 tahun kemudian. Ini tantangan, harus ditaklukkan. Bukan dijadikan alasan,” kata Subiyono dalam keterangannya.
Pembahasan Evaluasi Giling dan Rencana Giling 2014 ini juga akan membahas hal tersebut, termasuk antisipasinya dampak lanjutan anomali iklim terhadap kinerja musim giling tebu 2014.
”Kami berharap tahun ini dan tahun-tahun mendatang sektor gula bisa terus membukukan kinerja yang manis dengan produksi yang kian meningkat,” ujarnya.
Hal-hal lain yang dikonsolidasikan adalah tantangan di sisi budidaya (on-farm) dan pengolahan di pabrik gula (off-farm).
Dari sisi budidaya, sejumlah hal yang perlu dioptimalkan adalah penggunaan varietas unggul dan teknologi pertanian yang tepat guna. ”Mekanisasi harus terus didorong untuk mewujudkan praktik budidaya tebu terbaik,” ujar Subiyono.
Adapun dari sisi pengolahan pabrik gula (off-farm), selama ini masih ada tantangan berupa permesinan yang tua di sejumlah PG. Secara bertahap perlu dilakukan modernisasi agar PG semakin efisien dan mampu menciptakan kinerja optimal.
Subiyono menegaskan, PG harus makin efisien agar bisa menekan biaya pokok produksi, sehingga petani dan PG sama-sama untung. Secara sederhana, efisiensi proses produksi mudah diukur dari kemampuan pabrik dalam menghasilkan ampas yang merupakan limbah padat tebu.
"PG yang bisa menghasilkan ampas tebu secara optimal berarti proses gilingnya lancar. PG yang bisa menghasilkan ampas tebu juga menunjukkan bahan baku tebunya berada pada fase pemanenan yang tepat alias sudah tua (masak)," tuturnya.
Produksi ampas tebu itulah yang akan digunakan sebagai bahan bakar boiler yang alami dan murah. Sehingga, PG tak harus membeli bahan bakar untuk menggerakkan mesin.
Subiyono berharap masa giling pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang bisa semakin pendek dengan kapasitas yang optimal. Idealnya musim giling berjalan 160 hari. "Jika musim giling bisa 160 hari dengan kapasitas yang optimal, kita bisa menghilangkan biaya tinggi saat panen karena bisa menghindari hujan," tuturnya.
Dia menambahkan, tantangan lainnya yang harus dijawab adalah pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015 di mana perdagangan bebas antar-negara ASEAN akan diimplementasikan. Hal ini mengharuskan PG di Indonesia untuk terus berbenah guna memenuhi ekspektasi konsumen yang semakin tinggi, seperti produksi gula yang higienis dan memenuhi SNI.
”PG-PG di seluruh Indonesia juga harus menurunkan biaya pokok produksi agar lebih kompetitif. Di PTPN X biaya pokok produksi berkisar Rp 6.000 per kilogram atau terendah di antara BUMN gula lainnya, tapi itu perlu ditekan lagi,” kata dia. (Nrm)