Masyarakat Indonesia sebentar lagi tidak akan mengenal status tenaga honorer di lingkungan pemerintah. Pasalnya, sebutan tenaga honorer bakal terganti dengan istilah pegawai kontrak.
Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Miftah Thoha mengatakan, Undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) melahirkan pegawai kontrak yang merupakan pengganti nama honorer sebagai pegawai pemerintahan.
"Di UU ASN, kita tidak akan lagi mengenal honorer, melainkan pegawai kontrak. Jadi sebutan honorer tidak ada lagi di masa depan. Tapi pegawai kontrak bukan honorer," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (13/2/2014) malam.
Istilah pegawai kontrak, sambung Miftah, sama seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Menurutnya, UU tersebut sangat jelas mengatur masa kontrak, gaji, tunjangan dan sebagainya.
"Pengangkatannya berdasarkan kontrak satu tahun, lalu diperpanjang lagi dengan kontrak baru sesuai kinerja. Mencantumkan pula gaji, tunjangan dan lainnya. Perekrutan pegawai kontrak pun berdasarkan kompetensi," ujar dia.
Jalur perekrutan pegawai kontrak, katanya, bersifat terbuka. Artinya warga Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti tes atau seleksi pegawai kontrak di pemerintahan. Namun belum tentu seluruhnya tertampung karena sesuai dengan kelulusan maupun kuota yang disediakan.
Sekadar informasi, Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (WamenPAN-RB) Eko Prasojo enggan menyebut pegawai tersebut dengan pegawai kontrak
"Bukan pegawai kontrak tapi pegawai dengan perjanjian kerja," katanya. Posisi pegawai dengan perjanjian kerja diatur secara detil dalam RPP tentang PPPK. Mulai dari rekrutmen, tugas dan tanggung jawab PPPK, sampai penggajian. RPP PPPK merupakan turunan dari pelaksanaan UU ASN. (Fik/Ndw)
Guru Besar Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Miftah Thoha mengatakan, Undang-undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) melahirkan pegawai kontrak yang merupakan pengganti nama honorer sebagai pegawai pemerintahan.
"Di UU ASN, kita tidak akan lagi mengenal honorer, melainkan pegawai kontrak. Jadi sebutan honorer tidak ada lagi di masa depan. Tapi pegawai kontrak bukan honorer," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (13/2/2014) malam.
Istilah pegawai kontrak, sambung Miftah, sama seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS). Menurutnya, UU tersebut sangat jelas mengatur masa kontrak, gaji, tunjangan dan sebagainya.
"Pengangkatannya berdasarkan kontrak satu tahun, lalu diperpanjang lagi dengan kontrak baru sesuai kinerja. Mencantumkan pula gaji, tunjangan dan lainnya. Perekrutan pegawai kontrak pun berdasarkan kompetensi," ujar dia.
Jalur perekrutan pegawai kontrak, katanya, bersifat terbuka. Artinya warga Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti tes atau seleksi pegawai kontrak di pemerintahan. Namun belum tentu seluruhnya tertampung karena sesuai dengan kelulusan maupun kuota yang disediakan.
Sekadar informasi, Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (WamenPAN-RB) Eko Prasojo enggan menyebut pegawai tersebut dengan pegawai kontrak
"Bukan pegawai kontrak tapi pegawai dengan perjanjian kerja," katanya. Posisi pegawai dengan perjanjian kerja diatur secara detil dalam RPP tentang PPPK. Mulai dari rekrutmen, tugas dan tanggung jawab PPPK, sampai penggajian. RPP PPPK merupakan turunan dari pelaksanaan UU ASN. (Fik/Ndw)