Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) memastikan untuk melakukan pembatasan konsumsi solar pada kapal berukuran di atas 30 Gross Tonase (GT). Kapal-kapal ini biasa digunakan nelayan untuk melaut.
Menurut Kepala BPH Migas, Andy Noorsaman Sommeng, pihaknya memberlakukan pembatasan penggunaan solar untuk menjaga supaya kuota BBM bersubsidi tahun ini sebanyak 48 juta kiloliter (kl) tidak jebol.
"Kami kan inginnya 48 juta kl (menjaga). Jadi nanti akan ada pembatasan dan saya minta semua kapal (nelayan) harus terdaftar di BPH Migas," jelas dia di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (18/2/2014).
Dalam hal ini, Andy mengaku pihaknya harus memperoleh kesepakatan bersama dengan pembuat kebijakan lain jika memang melakukan perubahan kebijakan.
Dia mengakui, perubahan kebijakan dari larangan menjadi pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) tertentu untuk kapal 30 GT bukan dilatarbelakangi demo para nelayan.
"Tidak, kalau saya tetap ingin menjalankan ketentuan. Pemerintahan yang baik kan ada pembuat kebijakan, badan pengatur dan pelaku usaha. Kalau dulu kan pelaku usaha dan pembuat kebijakan berhadapan langsung, makanya timbul korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Tapi sekarang dengan adanya reformasi birokrasi, ada badan pengatur yang menengahi pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat," tandas Andy.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan kapal-kapal laut dengan bobot di atas 30 GT masih boleh mengkonsumsi bahan bakar solar.
Pernyataan ini meluruskan kabar yang beredar bahwa pemerintah benar-benar melarang penggunaan bahan bakar tertentu bagi kapal-kapal yang didominasi milik nelayan itu.
Larangan ini tertuang dalam surat BPH Migas Nomor: 29/07/Ka.BPH/2014 Tanggal 15 Januari 2014 tentang larangan konsumsi jenis BBM tertentu untuk kapal diatas 30 GT.
"Masih boleh (konsumsi solar) sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen)," tegas Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo.
Namun, dia menambahkan, pemerintah hanya membatasi konsumsi solar pada kapal-kapal di atas 30 GT itu. Batasan tersebut juga tertuang dalam Permen. "Boleh, tapi ada batasnya. Batasannya itu berapa kilo liter per tahun. Saya tidak hafal permennya," ujar Susilo.(Fik/Nrm)
Menurut Kepala BPH Migas, Andy Noorsaman Sommeng, pihaknya memberlakukan pembatasan penggunaan solar untuk menjaga supaya kuota BBM bersubsidi tahun ini sebanyak 48 juta kiloliter (kl) tidak jebol.
"Kami kan inginnya 48 juta kl (menjaga). Jadi nanti akan ada pembatasan dan saya minta semua kapal (nelayan) harus terdaftar di BPH Migas," jelas dia di Kantor Kementerian Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (18/2/2014).
Dalam hal ini, Andy mengaku pihaknya harus memperoleh kesepakatan bersama dengan pembuat kebijakan lain jika memang melakukan perubahan kebijakan.
Dia mengakui, perubahan kebijakan dari larangan menjadi pembatasan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) tertentu untuk kapal 30 GT bukan dilatarbelakangi demo para nelayan.
"Tidak, kalau saya tetap ingin menjalankan ketentuan. Pemerintahan yang baik kan ada pembuat kebijakan, badan pengatur dan pelaku usaha. Kalau dulu kan pelaku usaha dan pembuat kebijakan berhadapan langsung, makanya timbul korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Tapi sekarang dengan adanya reformasi birokrasi, ada badan pengatur yang menengahi pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat," tandas Andy.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan kapal-kapal laut dengan bobot di atas 30 GT masih boleh mengkonsumsi bahan bakar solar.
Pernyataan ini meluruskan kabar yang beredar bahwa pemerintah benar-benar melarang penggunaan bahan bakar tertentu bagi kapal-kapal yang didominasi milik nelayan itu.
Larangan ini tertuang dalam surat BPH Migas Nomor: 29/07/Ka.BPH/2014 Tanggal 15 Januari 2014 tentang larangan konsumsi jenis BBM tertentu untuk kapal diatas 30 GT.
"Masih boleh (konsumsi solar) sesuai dengan Peraturan Menteri (Permen)," tegas Wakil Menteri ESDM, Susilo Siswoutomo.
Namun, dia menambahkan, pemerintah hanya membatasi konsumsi solar pada kapal-kapal di atas 30 GT itu. Batasan tersebut juga tertuang dalam Permen. "Boleh, tapi ada batasnya. Batasannya itu berapa kilo liter per tahun. Saya tidak hafal permennya," ujar Susilo.(Fik/Nrm)