Menjadi penyuka kain tradional nusantara membuat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu sempat mendapatkan protes dari sang suami. Hal ini lantaran koleksi kain milik mantan Menteri Perdagangan tersebut menumpuk banyak di lemari pakaian.
"Suami saya sempat ditanya soal tumpukan kain tradisional saya yang ada di lemari, mungkin (pakaian) dia merasa tersisih," ujar Mari, saat membuka pameran Adiwastra Nusantara Indonesia 2014 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Bahkan setelah membuka pameran ini, lanjutnya, dia berencana untuk membeli salah satu kain tradisional yang dipamerkan.
"Saya sudah siapkan sepatu rendah dan siap belanja kain lagi. Tolong jangan laporkan ke suami saya, nanti saya akan umpetin, soalnya kemarin dari Kalimantan sudah belanja lagi," lanjut Mari sambil bercanda.
Bagi Mari, sebuah karya seni seperti kain tradisional tidak dapat dihargai dengan uang. Bahkan para pembuat kain ini harusnya bukan disebut sebagai pengrajin, melainkan orang kreatif.
"Mereka bukan pengrajin tetapi orang kreatif. Jadi yang kita bayar itu bukan berapa jam dia bekerja, tetapi daya kreatif mereka miliki. Saya sendiri tidak tahu bagaimana menilainya (kain tradisional)," tutur Mari.
Menurut Mari, para pengrajin ini adalah orang kreatif yang harus dihargai secara layak. Dia menginginkan agar para pengrajin ini bisa hidup sepenuhnya dari hasil karya yang diciptakan, buka hanya menjadikan sebagai sambilan untuk mencari penghasilan.
"Mimpi saya mereka bisa bekerja dengan penuh, tidak perlu ada sambilan, jadi mereka bisa hidup dengan kreatifitasnya. Kalau kita pahan bagaimana sulitnya membuat produk ini, kita tidak akan berani nawar harga," tandas Mari. (Dny/Ahm)
*Bagi Anda yang ingin mengetahui hasil ujian CPNS Honorer K2 2013 silakan klik di cpns.liputan6.com
"Suami saya sempat ditanya soal tumpukan kain tradisional saya yang ada di lemari, mungkin (pakaian) dia merasa tersisih," ujar Mari, saat membuka pameran Adiwastra Nusantara Indonesia 2014 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Bahkan setelah membuka pameran ini, lanjutnya, dia berencana untuk membeli salah satu kain tradisional yang dipamerkan.
"Saya sudah siapkan sepatu rendah dan siap belanja kain lagi. Tolong jangan laporkan ke suami saya, nanti saya akan umpetin, soalnya kemarin dari Kalimantan sudah belanja lagi," lanjut Mari sambil bercanda.
Bagi Mari, sebuah karya seni seperti kain tradisional tidak dapat dihargai dengan uang. Bahkan para pembuat kain ini harusnya bukan disebut sebagai pengrajin, melainkan orang kreatif.
"Mereka bukan pengrajin tetapi orang kreatif. Jadi yang kita bayar itu bukan berapa jam dia bekerja, tetapi daya kreatif mereka miliki. Saya sendiri tidak tahu bagaimana menilainya (kain tradisional)," tutur Mari.
Menurut Mari, para pengrajin ini adalah orang kreatif yang harus dihargai secara layak. Dia menginginkan agar para pengrajin ini bisa hidup sepenuhnya dari hasil karya yang diciptakan, buka hanya menjadikan sebagai sambilan untuk mencari penghasilan.
"Mimpi saya mereka bisa bekerja dengan penuh, tidak perlu ada sambilan, jadi mereka bisa hidup dengan kreatifitasnya. Kalau kita pahan bagaimana sulitnya membuat produk ini, kita tidak akan berani nawar harga," tandas Mari. (Dny/Ahm)
*Bagi Anda yang ingin mengetahui hasil ujian CPNS Honorer K2 2013 silakan klik di cpns.liputan6.com