Pemerintah dinilai belum siap menerapkan Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batu bara meski telah diberlakukan sejak 12 Januari 2014. Apalagi pemerintah belum dapat menyediakan infrastruktur bagi perusahaan.
Pengamat Pertambangan dari Indonesia Mining Energi Studi (Imes), Erwin Usman mengatakan, penerapan UU yang mengamanatkan pengelolaan dan pemurnian dalam negeri itu tidak didukung dengan infrastruktur transportasi yang baik. Padahal usaha pertambangan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) berada di lokasi yang cukup terpencil.
"Mereka yang mendapat izin dari kepala daerah di bawah 500 hektar kecil. Seluruh industri pertambangan jauh dari akses kabupaten, infrastruktur kesana sulit," kata Iwan, dalam diskusi soal minerba, di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Selain itu, pemerintah juga belum menertibkan pelabuhan-pelabuhan ilegal. Padahal keberadaan pelabuhan ilegal ini membuat negara kehilangan pendapatan.
"Karena ada ribuan pelabuhan tikus di Indonesia yang tidak dikontrol, kenapa tidak dibangun pelabuhan itu di regionalisasi. Misal di Sulawesi khususnya di Palu, dan Makassar," ungkap Iwan.
Dirinya menambahkan, infrastruktur yang tak kalah penting adalah listrik. Para pengusaha yang ingin membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral kesulitan untuk mendapatkan listrik. Hal itu karena, listrik yang ada hanya untuk memenuhi kebutuhan penduduk saja.
"Paling vital adalah energi listrik, membangun smelter butuh energi besar, satu smelter dibangun satu kabupaten bisa nggak nyala listriknya, bayangkan saat bersamaan dibangun. Listrik tidak terjamin, PLN tidak punya bisnis plan untuk usaha ini," pungkas Iwan. (Pew/Ahm)
*Bagi Anda yang ingin mengetahui hasil ujian CPNS Honorer K2 2013 silakan klik di cpns.liputan6.com
Baca juga:
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Timur Kena Imbas UU Minerba
Ekspor Mentah Dilarang, Begini Cara IUP Tambang Kecil untuk Hidup
Bea Keluar Mineral Tetap Diterapkan Meski Diprotes Pengusaha
Pengamat Pertambangan dari Indonesia Mining Energi Studi (Imes), Erwin Usman mengatakan, penerapan UU yang mengamanatkan pengelolaan dan pemurnian dalam negeri itu tidak didukung dengan infrastruktur transportasi yang baik. Padahal usaha pertambangan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) berada di lokasi yang cukup terpencil.
"Mereka yang mendapat izin dari kepala daerah di bawah 500 hektar kecil. Seluruh industri pertambangan jauh dari akses kabupaten, infrastruktur kesana sulit," kata Iwan, dalam diskusi soal minerba, di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Selain itu, pemerintah juga belum menertibkan pelabuhan-pelabuhan ilegal. Padahal keberadaan pelabuhan ilegal ini membuat negara kehilangan pendapatan.
"Karena ada ribuan pelabuhan tikus di Indonesia yang tidak dikontrol, kenapa tidak dibangun pelabuhan itu di regionalisasi. Misal di Sulawesi khususnya di Palu, dan Makassar," ungkap Iwan.
Dirinya menambahkan, infrastruktur yang tak kalah penting adalah listrik. Para pengusaha yang ingin membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral kesulitan untuk mendapatkan listrik. Hal itu karena, listrik yang ada hanya untuk memenuhi kebutuhan penduduk saja.
"Paling vital adalah energi listrik, membangun smelter butuh energi besar, satu smelter dibangun satu kabupaten bisa nggak nyala listriknya, bayangkan saat bersamaan dibangun. Listrik tidak terjamin, PLN tidak punya bisnis plan untuk usaha ini," pungkas Iwan. (Pew/Ahm)
*Bagi Anda yang ingin mengetahui hasil ujian CPNS Honorer K2 2013 silakan klik di cpns.liputan6.com
Baca juga:
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Timur Kena Imbas UU Minerba
Ekspor Mentah Dilarang, Begini Cara IUP Tambang Kecil untuk Hidup
Bea Keluar Mineral Tetap Diterapkan Meski Diprotes Pengusaha