PT. ASI Pudjiastuti Aviation (Susi Air), pengelola maskapai penerbangan Susi Air, menargetkan pertumbuhan pendapatan sepanjang 2014 bisa mencapai 20%. Setahun sebelumnya, maskapai perintis ini mampu membukukan pendapatan hingga US$ 40 juta.
Pemilik Susi Air, Susi Pudjiastuti, dalam keterangan pers di Jakart, Rabu (18/2/2014) melaporkan, pendapatan perusahaan sebagian besar berasal dari penjualan tiket penerbangan reguler komersil dan kargo. Sisanya disumbang dari bisnis penyewaan pesawat.
"Sekarang dari comersial tikecting lebih besar dari charter. Charternya sekarang lebih sedikit, hanya 30% karena kami lebih banyak mengerjakan rute perintis dan 70% reguler komersil dan kargo," jelasnya.
Susi mengakui, pendapatan tahun lalu tak bisa optimal karena pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi sejak pertengahan tahun lalu. Susi Air bahkan harus menanggung rugi besar akibat depresiasi mata uang tersebut. "Keuntungannya kan hanya 5%-10%, sedangkan dolar terdepresiasi sampai 20%," lanjutnya.
Terkait kondisi ekonomi Indonesia yang memasuki Tahun Pemilu, Susi mengaku belum bisa memprediksi imbasnya pada bisnis penyewaan pesawat di Tanah Air. Meski jumlah penyewa bakal meningkat sedikit, namun para pemain bisnis sewa pesawat kini terus bertambah.
"Kalau penerbangan reguler ke daerah saya rasa akan ada penambahan. Kalau charter mungkin ada, tapi sedikit, karena banyak yang sudah memiliki pesawat," katanya.
Lebih jauh, Susi mengakui masih menyimpan ambisi untuk mencatatkan saham perusahaan di Bursa Efek Indonesia pada 2015. "Sekarang belum siap melantai di bursa," tandasnya.(Dny/Shd)
Pemilik Susi Air, Susi Pudjiastuti, dalam keterangan pers di Jakart, Rabu (18/2/2014) melaporkan, pendapatan perusahaan sebagian besar berasal dari penjualan tiket penerbangan reguler komersil dan kargo. Sisanya disumbang dari bisnis penyewaan pesawat.
"Sekarang dari comersial tikecting lebih besar dari charter. Charternya sekarang lebih sedikit, hanya 30% karena kami lebih banyak mengerjakan rute perintis dan 70% reguler komersil dan kargo," jelasnya.
Susi mengakui, pendapatan tahun lalu tak bisa optimal karena pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi sejak pertengahan tahun lalu. Susi Air bahkan harus menanggung rugi besar akibat depresiasi mata uang tersebut. "Keuntungannya kan hanya 5%-10%, sedangkan dolar terdepresiasi sampai 20%," lanjutnya.
Terkait kondisi ekonomi Indonesia yang memasuki Tahun Pemilu, Susi mengaku belum bisa memprediksi imbasnya pada bisnis penyewaan pesawat di Tanah Air. Meski jumlah penyewa bakal meningkat sedikit, namun para pemain bisnis sewa pesawat kini terus bertambah.
"Kalau penerbangan reguler ke daerah saya rasa akan ada penambahan. Kalau charter mungkin ada, tapi sedikit, karena banyak yang sudah memiliki pesawat," katanya.
Lebih jauh, Susi mengakui masih menyimpan ambisi untuk mencatatkan saham perusahaan di Bursa Efek Indonesia pada 2015. "Sekarang belum siap melantai di bursa," tandasnya.(Dny/Shd)