Sukses

Tenaga Honorer Dihapus dalam Penerapan UU ASN

Sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), ke depan tidak dikenal lagi adanya tenaga honorer.

Pemerintah telah menerbitkan Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dalam berlakunya aturan tersebut, maka tidak dikenal lagi istilah tenaga honorer di Indonesia.

Regulasi yang diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 15 Januari 2014, seperti dikutip Liputan6.com Kamis (20/2/2014), pada pasal 1 ayat 1 disebutkan: 

"Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK)yang bekerja pada instansi pemerintah".

Kemudian dalam pasal 1 ayat 2 UU ASN berbunyi:

"Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan."

Lalu bagaimana dengan nasib pegawai honorer saat ini?

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar mengatakan, saat ini pemerintah tengah menyusun rancangan peraturan pelaksanaan UU tentang ASN, yang terdiri dari 19 peraturan pemerintah dan 5 Peraturan Presiden. Salah satu PP yang tengah disusun adalah mengenai PPPK, yang diharapkan bisa diterapkan pada tahun 2014.

Azwar menjelaskan, pihaknya mengusulkan formasi pegawai sebanyak 100 ribu pada tahun ini. Formasi itu,terdiri dari 60 ribu PNS dan 40 ribu PPPK. "Untuk PPPK, sepuluh ribu diantaranya akan dialokasikan untuk tenaga penyuluh. Di sini masih ada peluang bagi guru honorer kategori 2 untuk ikut seleksi," ungkapnya seperti dikutip dalam situs KemenPAN-RB, Kamis (20/2/2014).

Dia mengakui, pemerintah tidak mungkin semua guru honorer bisa masuk menjadi PPPK tahun ini. Pasalnya, jumlah honorer K2 yang ikut seleksi sebanyak 253 ribu, sementara yang diterima hanya sekitar 100  ribu.

"Apalagi sisa formasi sekitar 30 ribu itu juga diperuntukkan untuk tenaga ahli lain, seperti tenaga kesehatan, tenaga teknis  dan lain-lain," kata dia. 

Untuk itu, Azwar mengimbau kepada para kepala daerah agar berbesar hati dan tetap memperhatikan kesejahteraan para guru honorer yang masih belum tertampung menjadi PPPK. "Saya yakin kalau tenaga guru masih dibutuhkan oleh daerah. Selama belum terisi oleh CPNS ataupun PPPK, jangan langsung tenaga honorernya diberhentikan. Kalau perlu honornya ditingkatkan," tambahnya.
 
Di tempat terpisah, Wakil Menteri PAN-RB Eko Prasojo  mengungkapkan pengadaan PPPK harus melalui beberapa tahapan, yakni perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi, dan pengangkatan.

"Pengadaan PPPK harus berdasarkan kompetensi, kualifikasi, dan kebutuhan," ujarnya.

Menurut Eko, PPPK diangkat dengan keputusan pejabat pembina kepegawaian (PPK), dan diikat dengan perjanjian kerja minimal satu tahun, dan dapat diperpanjang. Namun PPPK tidak dapat diangkat otomatis menjadi PNS.

Seperti halnya PNS, perjanjian kerja itu menjadi dasar dalam penilaian kinerja, serta dalam perpanjangan perjanjian. Penilaian kinerja juga menjadi dasar dalam pemberian tunjangan dan pengembangan kompetensi.
 
Seorang PPPK berhak mendapatkan gaji serta tunjangan yang dibebankan kepada APBN/APBD. "Mereka juga diberi kesempatan untuk pengembangan kompetensi, dan diberikan penghargaan," ujarnya. Selain itu, PPPK juga berhak mendapatkan perlindungan berupa jaminan hari tua, kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, dan bantuan hukum. (Ndw)