Sebanyak 15 perusahaan asal Indonesia menanamkan investasi di Nigeria. Dua diantara perusahaan itu adalah produsen mie, PT Indofood Tbk dan produsen bir PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Armida Alisjahbana mengungkapkan perusahaan Indonesia yang berinvestasi di Nigeria sebagian besar memproduksi barang-barang konsumsi.
"Sudah ada 15 perusahaan Indonesia yang berinvestasi di sana. Mereka memproduksi barang konsumsi, misalnya sabun, mie instan, dan lainnya. Bahkan Indofood punya pabrik terbesar mie instan di Nigeria karena mereka punya jumlah penduduk yang banyak," jelas dia di kantornya, Jakarta, Jumat (21/2/2014).
Banyaknya perusahaan yang menanamkan modal di Nigeria, kata Armida memberikan keuntungan tersendiri. Ini mengingat negara berbasis penduduk 180 juta jiwa ini merupakan pintu masuk ke pasar Afrika secara lebih luas.
"Perusahaan perkebunan kelapa sawit seperti Grup Sinarmas juga sudah investasi di sana buka perkebunan ribuan hektare (ha). Sedangkan PT Pertamina juga sedang menjajaki peluang investasi di sektor migas dengan Nigeria. Makanya pemerintah mereka sedang revisi UU perminyakan," paparnya.
Uniknya, lanjut dia, penyajian masakan mie di Nigeria sangat berbeda dengan di Indonesia. "Nigeria menawarkan porsi mie instan yang lebih besar atau disebut hungry men. Sebab porsi makan penduduk sana banyak, bisa sampai dua mie instan sekali makan. Dan dimasak seperti bubur," cerita Armida.
Dia mengakui, Nigeria tak mempunyai banyak industri yang mendorong kebutuhan domestik di negaranya. Tak heran bila negara tersebut lebih banyak mengimpor barang dari luar negeri. Padahal peluang investasi di sektor pengolahan produk konsumsi sangat terbuka lebar.
"Maka dari itu, Presiden Nigeria sedang melakukan transformasi industrialisasi, sehingga mampu mengembangkan pusat-pusat industri baru di Nigeria dalam beberapa tahun mendatang," ujarnya.
Meski tak menyebut nilai investasi perusahaan Indonesia ke Nigeria, Armida berharap, transaksi perdagangan antara Indonesia dan Nigeria dalam waktu lima tahun ke depan bisa meningkat menjadi US$ 5 miliar dari posisi saat ini yang tercatat sebesar US$ 2 miliar.(Fik/Nrm)
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Armida Alisjahbana mengungkapkan perusahaan Indonesia yang berinvestasi di Nigeria sebagian besar memproduksi barang-barang konsumsi.
"Sudah ada 15 perusahaan Indonesia yang berinvestasi di sana. Mereka memproduksi barang konsumsi, misalnya sabun, mie instan, dan lainnya. Bahkan Indofood punya pabrik terbesar mie instan di Nigeria karena mereka punya jumlah penduduk yang banyak," jelas dia di kantornya, Jakarta, Jumat (21/2/2014).
Banyaknya perusahaan yang menanamkan modal di Nigeria, kata Armida memberikan keuntungan tersendiri. Ini mengingat negara berbasis penduduk 180 juta jiwa ini merupakan pintu masuk ke pasar Afrika secara lebih luas.
"Perusahaan perkebunan kelapa sawit seperti Grup Sinarmas juga sudah investasi di sana buka perkebunan ribuan hektare (ha). Sedangkan PT Pertamina juga sedang menjajaki peluang investasi di sektor migas dengan Nigeria. Makanya pemerintah mereka sedang revisi UU perminyakan," paparnya.
Uniknya, lanjut dia, penyajian masakan mie di Nigeria sangat berbeda dengan di Indonesia. "Nigeria menawarkan porsi mie instan yang lebih besar atau disebut hungry men. Sebab porsi makan penduduk sana banyak, bisa sampai dua mie instan sekali makan. Dan dimasak seperti bubur," cerita Armida.
Dia mengakui, Nigeria tak mempunyai banyak industri yang mendorong kebutuhan domestik di negaranya. Tak heran bila negara tersebut lebih banyak mengimpor barang dari luar negeri. Padahal peluang investasi di sektor pengolahan produk konsumsi sangat terbuka lebar.
"Maka dari itu, Presiden Nigeria sedang melakukan transformasi industrialisasi, sehingga mampu mengembangkan pusat-pusat industri baru di Nigeria dalam beberapa tahun mendatang," ujarnya.
Meski tak menyebut nilai investasi perusahaan Indonesia ke Nigeria, Armida berharap, transaksi perdagangan antara Indonesia dan Nigeria dalam waktu lima tahun ke depan bisa meningkat menjadi US$ 5 miliar dari posisi saat ini yang tercatat sebesar US$ 2 miliar.(Fik/Nrm)