Liputan6.com, Tinggal di dekat stadion De Meer--markas Ajax Amsterdam--sejak 1996 membuat Van Gaal mulai menunjukkan ketertarikan terhadap "Si kulit bundar". Hampir setiap hari Van Gaal bermain sepakbola. Postur tubuhnya yang tinggi membuat dia kerap menciptakan gol melalui tandukan.
Dia menjadi salah satu pemain andalan di tim. "Henkie, Henkie, Henkie!," begitu teriak teman-temannya saat Van Gaal mencetak gol.
Ketika masih anak-anak, Van Gaal telah menunjukkan kedewasaan dalam bersikap. "Dia cenderung mengabaikan kekurangan diri sendiri dan kurang sabar menghadapi orang lain," tulis Maarten Meijer penulis buku autobiografi Van Gaal sebagaimana dilansir dari Daily Mail.
Advertisement
Tidak seperti kebanyakan orang Belanda pada saat itu mengidolakan Johan Cryuff, Van Gaal cenderung menyukai Hendrik "Henk" Groot. Alasannya sederhana, gaya bermain dan postur pemain legendaris Belanda di era 1960-an itu mirip dirinya.
Van Gaal kemudian bergabung dengan klub amatir di Ibukota Tim Negeri Kincir Angin, RKSV De Meer. Di usia 20 tahun, dia bergabung dengan tim lapis kedua Ajax tapi tidak pernah terpilih masuk ke tim utama. Untuk bermain di tim utama, Van Gaal pernah membual kepada tim pelatih, bisa bermain seperti Johan Cryuff dan Johan Neeskens dari lini tengah. Tapi cara itu tidak cukup ampuh menembus skuat inti Ajax Amsterdam.
Nasib kemudian mengantarkan Van Gaal muda ke klub asal Belgia, Royal Antwerp. Di sana karier sepakbolanya mulai tampak. Dia mengantarkan Royal Antwerp runner-up Divisi Utama Belgia musim 1974 dan 1975.
Setelah menghabiskan waktu 4 tahun di Belgia, Van Gaal pulang ke Belanda. Dia melakoni debut di Eredivisie untuk Telstar di bawah asuhan Mircea Petescu. Nantinya pelatih asal Rumania itu menemukan bakat pelatih dalam diri Van Gaal. Pada 1978-1986, Van Gaal pindah ke Sparta Rotterdam. Petescu menjadi orang yang berpengaruh besar bagi karier pelatih yang kini menukangi Manchester United itu. Sepanjang karier di Sparta selama 8 tahun, Van Gaal tampil di 248 pertandingan mencetak 24 gol.
Kendati prestasi Van Gaal tidak terlalu mencolok saat masih menjadi pemain, Petescu melihat Van Gaal sebagai sosok pemimpin ideal. Juru taktik asal Rumania itu menarik kesimpulan itu saat Van Gaal gagal menembus skuat utama Ajax.
"Dia memiliki passion (gairah) yang kuat saat bermain di liga Belgia. Terutama setelah gagal menembus tim inti Ajax," kata Petescu sebagaimana dilansir libertatea.
Van Gaal memutuskan gantung sepatu di musim 1986-87 bersama AZ Alkmaar sebelum kembali Ajax sebagai asissten Leo Benhakker di Ajax.
Bagaimana karier kepelatihan Van Gaal setelah gantung sepatu dan memutuskan menjadi pelatih?
Ikuti terus kisah Van Gaal di Liputan6.com