Liputan6.com, "Performa mereka masih sama seperti pertama kali bekerja sama. Mereka kini menjadi bagian sukses Barcelona."
Dengan mimik muka serius Louis Van Gaal mengucapkan kalimat pujian itu untuk kedua mantan anak asuhnya: Xavi Hernandez dan Andres Iniesta.
Ketiganya baru bertemu di lorong ruang ganti jelang pertandingan Belanda vs Spanyol di Piala Dunia 2014. Van Gaal menjabat erat tangan Xavi dan Iniesta. Tanpa gemblengan Van Gaal mungkin, pamor dua pemain itu tidak seperti sekarang.
Advertisement
Mundur ke 16 tahun silam. Xavi mungkin tidak pernah lupa. Di usia yang belum genap 20 tahun, Van Gaal memanggilnya ke tim utama Barcelona untuk menghadapi tim Inggris Southampton. Saat itu, Xavi tidak bermain. Hanya duduk di bangku cadangan. Namun itu lebih dari cukup membuat perasaanya berbunga-bunga. "Dia percaya dengan saya," kata Xavi singkat menggambarkan sosok Van Gaal.
Lewat keberhasilan mengorbitkan pemain dari zero from hero menunjukkan dia berbeda dibanding pelatih lainnya.
"Itu filosofi saya dalam melatih. Saya ingin membentuk pemain dengan metode sendiri dan banyak pemain tertarik dengan cara kepelatihan ini," kata Van Gaal sebagaimana dilansir dari FIFA.
Di mata para pemain, pola kepelatihan Van Gaal mungkin adil. Tidak ada istilah "anak emas" atau "pemain bintang". Cara yang sangat sederhana membangun tim dan mental bertanding pemain. Faktor usia tidak menjadi masalah. Asalkan cocok dengan gaya permainan yang diterapkan, bukan suatu yang mustahil masuk si pemain itu proyeksi Van Gaal.
"Karakteristik utama adalah, Anda harus bermain sebagai sebuah tim, bukan bermain sebagai individu. Visi utama permainan secara tim dan kemudian mencari pemain yang cocok dengan strategi saya," sambung Van Gaal.
"Tentu saya memberikan kesempatan pada pemain muda. Namun bila yang lebih muda bisa lebih baik melakukannya, mengapa tidak? Saya akan memilih dia. Umur tidak penting," sambung Van Gaal.
Selain Xavi dan Iniesta, masih banyak daftar pemain elite dunia yang pernah ditempa Van Gaal. Nama-nama beken seperti Thomas Mueller, Thiago Motta dan David Alaba mungkin tidak asing disemprot Van Gaal.
Dalam kasus Alaba--saat menukangi Bayern Munich--inovasi dan eksperimen "Si Tulip Besi" ikut menentukan keberhasilan seorang menjadi pemain bintang. Alaba yang seorang gelandang ditarik bermain lebih ke dalam. Van Gaal punya ide menjadikan Alaba full-back kiri. Gagasan itu sempat ditolak.
"Tapi saya memiliki posisi kosong di situ. Saya berpikir Alaba bisa bermain lebih efektif sebagai bek kiri. Setelah berdiskusi dia mau bermain di posisi itu karena ingin memberikan kontribusi untuk tim. Di mana dia bermain sekarang? full back kiri," cerita Van Gaal.
Hasil mahakarya Van Gaal yang pelaing menonjol saat ini adalah Thomas Mueller. Pemain muda itu dibawa van Gaal dari tim junior Bayern pada 2008."Müller spielt bei mir immer" (bersama saya, Mueller selalu bermain). Kedua pelatih-pemain itu saling melempar pujian. "Buat saya dia pelatih jenius."
Di bawah bimbingan Van Gaal, prestasi Mueller meroket; mengantarkan Jerman juara Piala Dunia 2014. Mueller yang pernah dipanggil ball boy oleh Maradona itu menjelma jadi bintang papan atas dunia
Selain membidani kelahiran pemain bintang, Van Gaal menjadi guru bagi Jose Mourinho. 14 tahun silam, tepatnya 2000 takdir mempertemukan Van Gaal dengan pelatih berjuluk The Special One itu.
Bersama Van Gaal, Mourinho lebih banyak belajar. Van Gaal melihat ketekunan dan kemauan kuat dalam diri pelatih asal Portugal itu menjadi pelatih top. Mourinho naik pangkat dari penerjemah pelatih Barcelona sebelumnya, Sir Bobby Robson. Van Gaal memberikan kesempatan pada Mourinho mengeksplorasi kemampuannya. Dia percaya, Mourinho memiliki kemampuan lebih dari sekadar melatih.
Di musim 2014-15 ini, Van Gaal dan Mourinho akan kembali berjabat tangan di lapangan. Namun bukan sebagai partner tetapi rival. Van Gaal menangani MU yang notebene musuh Chelsea yang ditukangi Mourinho. Sadar akan kembali bertemu, Van Gaal langsung mengirim pesan singkat pada koleganya.
"Mourinho mengucapkan selamat kepada saya. Dia orang pertama yang saya sms dan dia orang pertama yang membalasnya. Dia bilang, dia cemburu melihat daftar klub yang sudah saya tangani," ujar Van Gaal dilansir Dailymail.co.uk.
"Saya tidak menghubungi Bayern Munich, merekalah yang menghubungi saya. Saya bangga dengan itu," beber Van Gaal.
Baca Juga:
Kisah Van Gaal (I): Sudah Melihat Dunia dengan Disiplin Ketat
Kisah Van Gaal (II): Membual Seperti Cryuff Demi Tim Inti Ajax
Kisah Van Gaal (III): Musuh Dalam Selimut Si "Tulip Besi"