Cerita lain menjelang digelarnya pertandingan lanjutan kualifikasi Euro 2008 Grup E antara Israel vs Rusia di Ramat Gan Stadium, Sabtu, 17 November besok. Partai yang pastinya bakal membuat jantung publik dan skuad Inggris, terutama pelatih tim Steve McClaren, berdegup kencang. Hasil buruk yang diraih tuan rumah tak pelak bakal membuat peluang The Three Lions melaju ke putaran final Juni 2008 mendatang nyaris tertutup.
Publik Inggris mulai getar-getir mendengar timbulnya isu teori konspirasi jelang pertandingan tersebut. Sejumlah harian media massa terkenal di Negeri Ratu Elizabeth itu menyorot sejumlah faktor yang bisa jadi membuat wajah McClaren tambah kusut melihat ‘begitu dekatnya’ hubungan antara Israel dengan Rusia.
Faktor utama di balik teori konspirasi itu adalah sosok taipan asal Rusia, Roman Abramovich, yang juga pemilik klub elite Liga Premier Inggris, Chelsea, dengan dibantu super agent asal Israel, Pini Zahavi. Sebagai catatan, Zahavi berada di belakang layar proses takeover yang dilakukan Abramovich di Stamford Bridge, Juni 2003 lalu. Zahavi pula yang kali pertama memperkenalkan sosok Avraham “Avram” Grant yang kini menjadi manajer The Blues.
Selain itu, atas ‘dorongan’ Abramovich, taipan muda Rusia lainnya, Alexandre Gaydamak sukses mengambil alih klub Portsmouth. Ayah Alexandre, Arkady Gaydamak (Sr) telah menyuntik klub Israel, Beitar Jerusalem dengan dana sekitar 20 juta pound. Hasilnya, Beitar kini memimpin klasemen Ligat ha’Al—Liga Premiernya Israel.
Kedekatan Israel dengan Rusia bisa ditengok ketika digelar ajang The Channel One Cup, Februari 2007. Turnamen yang digelar antara sejumlah klub dari Rusia, Ukraina, dan Israel itu mampu menyedot perhatian petinggi pemerintahan ketiga negara, termasuk tentunya Abramovich sendiri yang ketika itu tengah ‘bersengketa’ dengan Jose Mourinho. Dari kemurahan Abramovich-lah turnamen itu digelar. Konon, menurut The Times Online, Abramovich dengan senang hati merogoh dompetnya sebesar empat (4) juta pound untuk mendanai turnamen tersebut.
Inggris (baca: publik dan tim) tentunya kian penasaran setelah mendengar isu, dalam partai penentuan besok hari, Abramovich telah memborong 1.000 tiket. Pada hari Kamis, 15 November, kemarin, Asosiasi Sepakbola Israel (IFA) memberi konfirmasi, dari pendapatan hampir 1 juta pound dari 41.583 kapasitas tempat duduk, lebih dari 500 ribu pound (sekitar Rp 9,5 miliar) berasal dari Rusia.
Terakhir, isu konspirasi menerpa sosok pengadil di tengah lapangan pertandingan. Seperti yang dilansir The Guardian, beberapa hari lalu di Israel berkembang isu kencang UEFA telah melakukan pergantian wasit karena adanya tekanan dari kubu Rusia. Awalnya, tugas itu dibebankan kepada Herbert Fendel. Namun, nama wasit asal Jerman itu tersingkir. Isunya, Rusia tidak sreg dengan performa Fendel saat mengadili leg pertama putaran ketiga kualifikasi Liga Champions antara Spartak Moskow dengan Celtic di Luzhniki Stadium, 15 Agustus 2007 lalu. Alhasil, partai Israel vs Rusia besok malam bakal dipimpin wasit asal Italia, Stefano Faria.
Pelatih Israel, Dror Kashtan, mengaku mendengar selentingan kabar tersebut. “Kami tinggal di Israel. Sebagian besar dari (tim) kami lahir di sini. Saya juga orang Israel dan bangga menjadi orang Israel,” aku Kashtan. “Kami mendengar kabar burung yang sangat tidak relevan itu. Saya pikir, itu (isu) hanya dibuat-buat saja. Sebab, kami tetap mempunyai rasa nasionalisme dan harga diri. Saya sangat yakin kami bakal melakukan yang terbaik yang kami miliki untuk dapat memainkan permainan sepakbola yang positif (menyerang) selama 90 menit dan berusaha meraih kemenangan,” tegas Kashtan. Lagipula, “Jika kami mampu memenangkan pertandingan, tentunya kami meraih sejumlah poin tambahan guna menaikkan posisi kami di peringkat FIFA,” imbuhnya.
Israel memang pantas ditakuti Rusia. Dalam tujuh tahun terakhir, baru Kroasia yang mampu menang di Ramat Gan Stadium. Tapi, Kashtan tidak bisa menutup fakta bahwa timnya kini memang sedang dalam masa transisi. Karena itu, ia mengakui dalam partai besok hari ia bakal menurunkan sejumlah pemain muda. “Sebagai ajang pematangan diri,” kilahnya.
Kashtan pun menepis anggapan jika komentar pembantunya, pelatih kiper, Alexander Ubarov, telah membuat tim terpecah belah. Kemarin, Ubarov, mantan kiper Uni Soviet itu mengaku lebih memilih Rusia dibanding Inggris yang lolos ke Austria-Swiss. Artinya, Ubarov senang jika Rusia menang di kandang Israel (Baca: Pelatih Israel Berharap Inggris Tersingkir).
“Saya dengar hal itu. Sama sekali saya tidak keberatan dengan komentarnya. Sebab, saya maklum, ia lahir dan tumbuh menjadi besar di Rusia. Tapi, ingat fakta ini. Ia (Ubarov) telah tinggal di sini (Israel) selama 16 tahun. Ia sangat mencintai negeri ini. Putra-putrinya pun bekerja untuk Israel. Coba tengoklah sikapnya saat lagu nasional kami diperdengarkan. Ia begitu antusias mendengarkannya,” ujar Kashtan, 63 tahun.
Jadi? “Jangan terpukau dengan aneka spekulasi. Segala sesuatunya (peluang bagi Inggris) masih tetap terbuka lebar,” pungkas Kashtan mencoba menghibur Steve McClaren dan pasukannya.
Publik Inggris mulai getar-getir mendengar timbulnya isu teori konspirasi jelang pertandingan tersebut. Sejumlah harian media massa terkenal di Negeri Ratu Elizabeth itu menyorot sejumlah faktor yang bisa jadi membuat wajah McClaren tambah kusut melihat ‘begitu dekatnya’ hubungan antara Israel dengan Rusia.
Faktor utama di balik teori konspirasi itu adalah sosok taipan asal Rusia, Roman Abramovich, yang juga pemilik klub elite Liga Premier Inggris, Chelsea, dengan dibantu super agent asal Israel, Pini Zahavi. Sebagai catatan, Zahavi berada di belakang layar proses takeover yang dilakukan Abramovich di Stamford Bridge, Juni 2003 lalu. Zahavi pula yang kali pertama memperkenalkan sosok Avraham “Avram” Grant yang kini menjadi manajer The Blues.
Selain itu, atas ‘dorongan’ Abramovich, taipan muda Rusia lainnya, Alexandre Gaydamak sukses mengambil alih klub Portsmouth. Ayah Alexandre, Arkady Gaydamak (Sr) telah menyuntik klub Israel, Beitar Jerusalem dengan dana sekitar 20 juta pound. Hasilnya, Beitar kini memimpin klasemen Ligat ha’Al—Liga Premiernya Israel.
Kedekatan Israel dengan Rusia bisa ditengok ketika digelar ajang The Channel One Cup, Februari 2007. Turnamen yang digelar antara sejumlah klub dari Rusia, Ukraina, dan Israel itu mampu menyedot perhatian petinggi pemerintahan ketiga negara, termasuk tentunya Abramovich sendiri yang ketika itu tengah ‘bersengketa’ dengan Jose Mourinho. Dari kemurahan Abramovich-lah turnamen itu digelar. Konon, menurut The Times Online, Abramovich dengan senang hati merogoh dompetnya sebesar empat (4) juta pound untuk mendanai turnamen tersebut.
Inggris (baca: publik dan tim) tentunya kian penasaran setelah mendengar isu, dalam partai penentuan besok hari, Abramovich telah memborong 1.000 tiket. Pada hari Kamis, 15 November, kemarin, Asosiasi Sepakbola Israel (IFA) memberi konfirmasi, dari pendapatan hampir 1 juta pound dari 41.583 kapasitas tempat duduk, lebih dari 500 ribu pound (sekitar Rp 9,5 miliar) berasal dari Rusia.
Terakhir, isu konspirasi menerpa sosok pengadil di tengah lapangan pertandingan. Seperti yang dilansir The Guardian, beberapa hari lalu di Israel berkembang isu kencang UEFA telah melakukan pergantian wasit karena adanya tekanan dari kubu Rusia. Awalnya, tugas itu dibebankan kepada Herbert Fendel. Namun, nama wasit asal Jerman itu tersingkir. Isunya, Rusia tidak sreg dengan performa Fendel saat mengadili leg pertama putaran ketiga kualifikasi Liga Champions antara Spartak Moskow dengan Celtic di Luzhniki Stadium, 15 Agustus 2007 lalu. Alhasil, partai Israel vs Rusia besok malam bakal dipimpin wasit asal Italia, Stefano Faria.
Pelatih Israel, Dror Kashtan, mengaku mendengar selentingan kabar tersebut. “Kami tinggal di Israel. Sebagian besar dari (tim) kami lahir di sini. Saya juga orang Israel dan bangga menjadi orang Israel,” aku Kashtan. “Kami mendengar kabar burung yang sangat tidak relevan itu. Saya pikir, itu (isu) hanya dibuat-buat saja. Sebab, kami tetap mempunyai rasa nasionalisme dan harga diri. Saya sangat yakin kami bakal melakukan yang terbaik yang kami miliki untuk dapat memainkan permainan sepakbola yang positif (menyerang) selama 90 menit dan berusaha meraih kemenangan,” tegas Kashtan. Lagipula, “Jika kami mampu memenangkan pertandingan, tentunya kami meraih sejumlah poin tambahan guna menaikkan posisi kami di peringkat FIFA,” imbuhnya.
Israel memang pantas ditakuti Rusia. Dalam tujuh tahun terakhir, baru Kroasia yang mampu menang di Ramat Gan Stadium. Tapi, Kashtan tidak bisa menutup fakta bahwa timnya kini memang sedang dalam masa transisi. Karena itu, ia mengakui dalam partai besok hari ia bakal menurunkan sejumlah pemain muda. “Sebagai ajang pematangan diri,” kilahnya.
Kashtan pun menepis anggapan jika komentar pembantunya, pelatih kiper, Alexander Ubarov, telah membuat tim terpecah belah. Kemarin, Ubarov, mantan kiper Uni Soviet itu mengaku lebih memilih Rusia dibanding Inggris yang lolos ke Austria-Swiss. Artinya, Ubarov senang jika Rusia menang di kandang Israel (Baca: Pelatih Israel Berharap Inggris Tersingkir).
“Saya dengar hal itu. Sama sekali saya tidak keberatan dengan komentarnya. Sebab, saya maklum, ia lahir dan tumbuh menjadi besar di Rusia. Tapi, ingat fakta ini. Ia (Ubarov) telah tinggal di sini (Israel) selama 16 tahun. Ia sangat mencintai negeri ini. Putra-putrinya pun bekerja untuk Israel. Coba tengoklah sikapnya saat lagu nasional kami diperdengarkan. Ia begitu antusias mendengarkannya,” ujar Kashtan, 63 tahun.
Jadi? “Jangan terpukau dengan aneka spekulasi. Segala sesuatunya (peluang bagi Inggris) masih tetap terbuka lebar,” pungkas Kashtan mencoba menghibur Steve McClaren dan pasukannya.