Paolo Maldini adalah legenda hidup AC Milan. Untuk itu, Milan sampai merasa wajib mengistirahatkan nomor punggung 3 jika Maldini mengundurkan diri dari Milan. Penghormatan ini hanya diberikan kepada sebagian kecil pemain sepakbola. Di Milan, selain Maldini hanya ada satu orang lagi yang mendapatkan kehormatan seperti itu, yakni Franco Baresi. Meski demikian, bagi nomor 3 ada catatan khusus. Nomor tersebut akan beredar kembali jika putra Paolo Maldini, Christian, bermain untuk tim senior AC Milan (Baca: Nomor 3, Abadi Milik Maldini).
Sejauh ini Maldini telah bermain sebanyak 999 kali bagi Milan, kurang satu penampilan lagi untuk menggenapi catatan penampilannya menjadi 1000. Rekor ini akan tercapai jika Carlo Ancelotti menurunkan sang kapten pada pertandingan lanjutan Liga Italia melawan Parma, Sabtu, 16 Februari.
Menjawab pertanyaan bagaimana perasaannya akan mencapai penampilan ke-1000, seperti dilansir Goal, Maldini menjawab: ”Pandangan saya terhadap pencapaian Milestone ini adalah saya merasa beruntung tidak pernah mengalami cedera serius, dapat bermain bersama klub besar, dapat terdorong oleh semangat olahraga, dan selalu bergembira,” ujar Maldini.
Dari sekian banyak rekor pribadi Maldini, ada catatan menarik tentang kemenangan dengan skor besar. Selama berbaju Milan, ia telah enam kali merasakan kemenangan besar 6-0. Menurutnya, kemenangan dengan skor tersebut terasa sangat manis ketika Inter yang menjadi lawan. ”Pertandingan derby melawan Inter, ketika mereka bertindak sebagai tuan rumah. Saya masih ingat pemandangan di papan skor San Siro dan wajah ayah saya yang berada di bangku pemain (saat itu Cesare Maldini melatih Milan). Itu bukanlah musim yang baik, namun derby tersebut memberi kami (pemain Milan) sebuah kegembiraan,” paparnya.
Meski demikian Maldini mengaku tidak terlalu menikmati ketika timnya menang besar. ”Walaupun saya berkata demikian, tidak selalu menyenangkan ketika kami menang dengan skor besar. Kami menghormati Inter pada pertandingan itu. Tidaklah benar untuk berhenti (mencetak gol) ketika kamu telah unggul 2-0 atau 3-0, namun di malam hari, kamu akan merasa sedikit menyesal jika sebuah tim dikalahkan dengan kemenangan seperti itu,” jawab pemain yang tidak pernah pindah klub ini.
Pada akhir musim ini, Maldini akan gantung sepatu. Ia berharap warisan yang ditinggalkannya dapat diapresiasi khalayak sepakbola. Apa warisan tersebut? Respek terhadap siapapun.
”Saya harap warisan ini akan menjadi contoh tentang penghormatan terhadap olahraga dan lawan. Rasa hormat ini tentu dikenal oleh para fans, sebab saya tidak pernah dihina atau diejek oleh pendukung lawan. Saya juga tidak pernah menciptakan pribadi atau karakter yang memisahkan bagaimana saya di kehidupan nyata dan inilah yang diapresiasi oleh fans,” tutupnya.
Itulah Paolo Maldini. Mewarisi darah sepakbola dari Cesare Maldini, kini ia telah melampaui pencapaian sang ayah. Tak pelak lagi, Paolo Maldini bukan saja telah menjadi legenda bagi Milan, namun ia telah layak menjadi salah satu legenda sepakbola Italia.
Sejauh ini Maldini telah bermain sebanyak 999 kali bagi Milan, kurang satu penampilan lagi untuk menggenapi catatan penampilannya menjadi 1000. Rekor ini akan tercapai jika Carlo Ancelotti menurunkan sang kapten pada pertandingan lanjutan Liga Italia melawan Parma, Sabtu, 16 Februari.
Menjawab pertanyaan bagaimana perasaannya akan mencapai penampilan ke-1000, seperti dilansir Goal, Maldini menjawab: ”Pandangan saya terhadap pencapaian Milestone ini adalah saya merasa beruntung tidak pernah mengalami cedera serius, dapat bermain bersama klub besar, dapat terdorong oleh semangat olahraga, dan selalu bergembira,” ujar Maldini.
Dari sekian banyak rekor pribadi Maldini, ada catatan menarik tentang kemenangan dengan skor besar. Selama berbaju Milan, ia telah enam kali merasakan kemenangan besar 6-0. Menurutnya, kemenangan dengan skor tersebut terasa sangat manis ketika Inter yang menjadi lawan. ”Pertandingan derby melawan Inter, ketika mereka bertindak sebagai tuan rumah. Saya masih ingat pemandangan di papan skor San Siro dan wajah ayah saya yang berada di bangku pemain (saat itu Cesare Maldini melatih Milan). Itu bukanlah musim yang baik, namun derby tersebut memberi kami (pemain Milan) sebuah kegembiraan,” paparnya.
Meski demikian Maldini mengaku tidak terlalu menikmati ketika timnya menang besar. ”Walaupun saya berkata demikian, tidak selalu menyenangkan ketika kami menang dengan skor besar. Kami menghormati Inter pada pertandingan itu. Tidaklah benar untuk berhenti (mencetak gol) ketika kamu telah unggul 2-0 atau 3-0, namun di malam hari, kamu akan merasa sedikit menyesal jika sebuah tim dikalahkan dengan kemenangan seperti itu,” jawab pemain yang tidak pernah pindah klub ini.
Pada akhir musim ini, Maldini akan gantung sepatu. Ia berharap warisan yang ditinggalkannya dapat diapresiasi khalayak sepakbola. Apa warisan tersebut? Respek terhadap siapapun.
”Saya harap warisan ini akan menjadi contoh tentang penghormatan terhadap olahraga dan lawan. Rasa hormat ini tentu dikenal oleh para fans, sebab saya tidak pernah dihina atau diejek oleh pendukung lawan. Saya juga tidak pernah menciptakan pribadi atau karakter yang memisahkan bagaimana saya di kehidupan nyata dan inilah yang diapresiasi oleh fans,” tutupnya.
Itulah Paolo Maldini. Mewarisi darah sepakbola dari Cesare Maldini, kini ia telah melampaui pencapaian sang ayah. Tak pelak lagi, Paolo Maldini bukan saja telah menjadi legenda bagi Milan, namun ia telah layak menjadi salah satu legenda sepakbola Italia.