Liputan6.com, Jakarta - Pupus sudah mimpi rakyat Indonesia untuk melihat Timnas Indonesia U-19 berlaga di Piala Dunia U-20 tahun 2015 di Selandia Baru.
Mimpi itu kandas setelah Garuda Jaya (julukan Timnas U-19) menelan kekalahan kedua di Grup B AFC Cup 2014. Evan Dimas dan kawan-kawan kalah 0-1 dari Australia di Yangon, Myanmar, Minggu (12/10/2014).
Terhentinya kiprah tim asuhan Indra Sjafri itu membuat semua target yang sudah diberikan PSSI dan Badan Tim Nasional (BTN) yakni tembus babak semifinal AFC Cup U-19 untuk tampil di Selandia Baru kandas.
Lalu apa saja yang menyebabkan kegagalan Timnas U-19 di Yangon? Berikut ulasan dan analisis Liputan6.com:
Pemusatan Latihan yang Sangat Panjang
Setelah dinyatakan lolos ke putaran final AFC Cup U-19, PSSI dan BTN menyiapkan beberapa program untuk memperkuat Garuda Jaya, salah satunya adalah pemusatan latihan.
Pemusatan latihan Garuda Jaya dimulai sejak bulan November 2013 hingga September 2014. Itu menjadi salah satu penyebab gagalnya Timnas U-19.
Latihan yang berkepanjangan membuat banyak pemain Garuda Jaya kesulitan untuk bertemu keluarganya. Bahkan, pemusatan latihan yang sangat panjang ini juga membuat kejenuhan bagi para pemain.
Advertisement
Mental Jago Kandang
Sebutan jago kandang layak dialamatkan untuk Garuda Jaya. Mereka hanya tampil hebat ketika bermain di Indonesia saja. Mental pemain untuk tampil di kandang lawan belum tercipta.
Buktinya, sebelum berkiprah di AFC Cup U-19, Evan Dimas dan kawan-kawan melakukan pertandingan di Brunei Darussalam dan Spanyol. Dari sembilan pertandingan, Timnas U-19 menelan enam kekalahan, dua hasil imbang dan satu kemenangan.
Timnas U-19 Kalah Kelas dari Lawan
Jika berbicara AFC Cup U-19, maka tim yang bakal dihadapi adalah negara-negara terkuat di kawasan Asia, seperti Korea Selatan, Jepang, Tiongkok hingga Australia.
Dengan demikian, persiapan harusnya lebih banyak melakukan pertandingan internasional, bukan uji coba melawan tim lokal. Yang dilakukan Timnas U-19 malah sebaliknya, mereka malah memperbanyak uji coba melawan tim lokal.
Setidaknya ada 23 pertandingan Timnas U-19 melawan tim lokal, hasilnya mereka memang tidak terkalahkan. Namun hal itu wajar karena Timnas U-19 adalah kumpulan pemain terhebat di Indonesia. Jika menelan kekalahan rasanya sangat aneh.
Hal inilah yang membuat Garuda Jaya kalah kelas dari perserta AFC Cup U-19 lainnya. Mental bertanding di laga internasional tidak terbentuk sempurna.
Advertisement
Permainan Monoton
Sejak menjuarai AFF Cup U-19 di Sidoarjo, tahun lalu hingga saat ini, pelatih Indra Sjafri hanya mengandalkan formasi 4-3-3. Indra hanya mempercayai pemain yang pernah tampil di AFF Cup U-19 dan babak kualifikasi AFC Cup U-19.
Indra selalu mengandalkan Evan Dimas sebagai pengatur irama permainan Garuda Muda. Sang pelatih juga lebih sering mengandalkan Muchlis Hadi, Maldini Pali dan Ilham Udin di lini depan.
Pola permainan Garuda Jaya pun sangat monoton, yakni mengandalkan kecepatan dari sektor sayap kemudian melepaskan umpan ke kotak penalti lawan dengan harapan ada Muchlis Hadi dan Evan Dimas yang melakukan finishing.
Taktik itu tentu sudah bisa ditebak oleh lawan. Dilihat dari hal itu, Timnas U-19 minim kreativitas.
Lini Pertahanan Rapuh
Berniat menciptakan tim yang handal dalam melakukan serangan, tampaknya Indra melupakan betapa pentingnya memperkuat sektor pertahanan.
Dari dua laga Timnas U-19 di AFC Cup U-19 Grup B, tampak sangat jelas pertahanan Garuda Jaya sangat lemah saat mengantisipasi serangan balik. Sebab, ketika dalam posisi menyerang, hanya ada dua pemain, Hansamu Yama dan Sahrul Kurniawan yang berada di sektor pertahanan. Dua bek sayap Timnas U-19, Fathurohman dan Putu Gede sering membantu serangan.
Selain itu, hanya ada satu pemain bertahan Timnas U-19 yang bertubuh jangkung, Hansamu. Hal itu membuat Garuda Jaya kesulitan dalam mengantisipasi bola-bola atas.
Baca juga:
La Nyalla: Kegagalan Timnas U-19 Tanggung Jawab PSSI
"Permainan Timnas U-19 Masih Monoton!"
Gagal di AFC Cup U-19, Indra Sjafri: Indonesia Harus Bersyukur
Advertisement