Sukses

Kronika Riedl: Piala AFF 2014 dan Dilema Kompetisi

Pelatih asal Austria itu meninggalkan kursi pelatih Indonesia pasca tersingkir di babak penyisihan grup Piala AFF 2014.

Liputan6.com, Jakarta - Peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan di Stadium Hang Day, Hanoi membuat Alfred Riedl langsung bangkit dari bench. Pelatih paruh baya itu menatap lapangan dengan tatapan kosong.

Dia lalu berjalan lambat menuju pemain, mengulurkan tangan pada pemain satu per satu yang duduk di bangku cadangan. Salam perpisahan dari Alfred.

Kemenangan 5-1 atas Laos di pertandingan terakhir babak penyisihan grup A Piala AFF 2014, tidak mampu menolong timnas lolos ke fase semifinal Piala AFF 2014. Kegagalan ini seperti mengulang cerita dua tahun silam ketika Indonesia tersingkir dari babak penyisihan grup. Kekalahan 0-4 dari Filipina di pertandingan kedua menjadi titik terendah tim selama berjuang di Vietnam.

Hasil buruk itu langsung menutup peluang Indonesia melaju ke fase knock-out. Meraih kemenangan besar saja tidak cukup, Indonesia masih bergantung dari pertandingan lain untuk memastikan satu tiket ke babak semifinal. 

"Saya sudah tidak percaya kami akan lolos ke semifinal," kata Riedl pasrah jelang pertandingan menghadapi Laos.

Harapan pun tinggal harapan. Riedl gagal memenuhi target yang dicanangkan PSSI dan masyarakat Indonesia: merebut Piala AFF yang belum pernah diraih sejak turnamen itu pertama kali digulirkan pada 1996.

Pelatih yang sempat menjalani transplantasi ginjal itu pun cukup tahu diri dengan kegagalan ini. Sejak kekalahan melawan Filipina di pertandingan kedua, Riedl langsung bereaksi. Di hadapan jurnalis, tugasnya di Indonesia selesai bila gagal mengantarkan Indonesia mencapai target.

"Saya memiliki perjanjian dengan Wakil Presiden PSSI, La Nyalla, kontrak saya akan diperpanjang bila berhasil merebut gelar juara."

Dan Riedl menyadari betul, kekalahan dari Filipina membuat dia harus segera meninggalkan kursi pelatih Indonesia. Sebab, peluang untuk merebut gelar juara sudah tidak ada.

Berikut simaklah rekam jejak dan kronika seputar pelatih yang dikenal cukup disegani para pelatih senior di kawasan UEFA sekalipun itu. 

2 dari 6 halaman

Cangkok Ginjal

Situasi kali ini memang kontras dengan empat tahun lalu. Nama pelatih berkebangsaan Austria itu dielu-elukan masyarakat Indonesia menyusul keberhasilan Tim Merah Putih melaju ke final Piala AFF 2010.

Riedl menghiasi media-media besar nasional di Tanah Air. Bahkan, televisi nasional menayangkan wawancara eksklusif dengan pelatih kelahiran Vienna, Austria 2 November 1949 tersebut. Dari wawancara terungkap, Riedl pernah menjalani transplantasi ginjal pada 2007. Sang pendonor merupakan warga negara Vietnam.

Setahun sebelumnya, ketika masih bekerja di Vietnam, isu kesehatan menjadi topik sepakbola Vietnam. Riedl buru-buru meluruskan berita yang berkembang.

"Sebelum media menulis sesuatu yang bodoh, saya melakukan konferensi pers. Saya katakan pada mereka, harus menjalani cangkok ginjal pada tiga atau empat bulan pertama di 2007," kata Riedl.

Praktis, pernyataan Riedl ini mengundang simpati banyak pihak. Masyarakat Vietnam berbondong-bondong ingin menjadi pendonor. Mulai dari pegawai bank, supir truk, pedagang, hingga Biksu. Kandidat pendonor kemudian di bawa ke Austria untuk menjalani pemeriksaan.

"Tiba-tiba dokter di Timnas Vietnam yang membantu saya datang. Beberapa menit kemudian, pendonor saya juga muncul. Mereka berdua ada di Jakarta. Itu sangat emosional,"

Hingga kini, Riedl menolak mengungkap identitas sang pendonor. Sang pelatih merasa, tidak bisa membalas jasa pendonor itu. Dia merasa hidupnya tamat bila tidak melakukan transplantasi ginjal. "Cuci darah 3 kali membuat saya merasa berada di ujung kehidupan."

3 dari 6 halaman

Spesialis Runner-Up

Mengawali karier di Austria Wien musim 1967 hingga 1972, pelatih yang dulu berposisi striker itu melalang buana ke berbagai klub di kampung halamannya. Sint-Truiden, FC Antwerp, Standard Liege, FC Metz sejumlah klub yang pernah diperkuat Riedl. VfB Modling terakhir menjadi klub yang diperkuat Riedl pada musim 1984-85.

Puncak karier Riedl terjadi ketika memperkuat Standart Liege terhitung pada kurun 1976-1980. Riedl tampil di 106 pertandingan dengan mencetak 53 gol.

Pada 1985, di usia 36 tahun, Riedl memutuskan gantung sepatu. Namun karena mencintai sepakbola, Riedl mengambil kursus kepelatihan. Timnas Austria tercatat menjadi tim pertama yang dilatih Riedl musim 1990-1991. Setelah itu, dia lebih banyak bertualang di Asia.

Namun, Riedl seperti memiliki kedekatan khusus dengan Vietnam. Tercatat, dia tiga kali bolak-balik melatih tim yang identik dengan warna merah tersebut terhitung pada 1998-2001, 2003-2004, dan 2005-2007.

Padahal, prestasi Riedl bersama timnas Vietnam tidak terlalu istimewa. Dia hanya menjadi pelatih spesialis runner-up baik di level senior maupun timnas U-23. Pada 1998, Riedl mengantarkan Vietnam meraih posisi 2 AFF kemudian, setahun setelahnya dia membawa timnas Vietnam kembali menempati posisi runner up di ajang SEA Games.

Meski demikian, namanya kian harum karena sebelum ditangani Riedl, Vietnam sempat mengisolasi diri dari pergaulan internasional dan dianggap tidak siap langsung bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya.  Anggapan tim anak bawang langsung lenyap karena sentuhan dingin sang pelatih jangkung ini. 

Bersama timnas U-23, Riedl juga mengantarkan tim merebut medali perak cabang sepakbola dua kali beruntun pada 2003 dan 2005. Prestasi serupa juga terjadi ketika menangani Indonesia di Piala AFF 2010. Sang pelatih hanya mampu mengantarkan tim meraih tempat ke-2.

4 dari 6 halaman

Gaji Tertunggak

Kisruh federasi di Indonesia pascakongres PSSI membuat Riedl terdepak. Tanpa alasan jelas, PSSI memecat Riedl. Sontak, keputusan sepihak dari PSSI membuat masyarakat terkejut.

Banyak pihak menyesalkan keputusan PSSI mengganti Riedl dengan Wim Rijsbergen. Sisa gaji melatih di Indonesia tertunggak. PSSI ketika itu menolak bertanggung jawab. Riedl sempat membawa masalah ini hingga Pengadilan Arbritrase dan FIFA. Pada 2012, Riedl kembali menangani Indonesia. Lebih tepatnya, dia menjadi pelatih timnas tandingan ketika PSSI masih bergejolak.

Riedl akhirnya menemui kejelasan nasib kembali melatih di Indonesia setelah Wakil Ketua Umum PSSI, sekaligus Ketua Badan Tim Nasional, La Nyalla Mattalitti, resmi menunjuknya mengganti posisi Nil Maizar pada Desember 2013.

La Nyalla bersedia melunasi tunggakan PSSI rezim sebelumnya. "Riedl kami kontrak tiga tahun ke depan. Namun, dia harus merealisasikan target juara di Piala AFF 2014. Jika gagal, maka sisa kontrak dua tahun tersebut terpaksa tidak kami lanjutkan," kata La Nyalla dalam keterangan pers.

Dan setahun kemudian, PSSI tidak memperpanjang kontrak Riedl menyusul kegagalan sang pelatih membawa Indonesia menjuarai Piala AFF.

5 dari 6 halaman

Latar Dilema Kompetisi

Riedl berdalih padatnya jadwal kompetisi di Indonesia menjadi penyebab kegagalan skuat Merah Putih merebut Piala AFF 2014. Carut-marut kompetisi di Indonesia membuat sang arstitek tidak memiliki banyak waktu berkumpul dengan para pemain.

Tercatat, Indonesia hanya memiliki waktu efektif berkumpul selama dua pekan setelah ISL selesai pada awal November. Dan 22 November, Indonesia harus kembali berlaga di Piala AFF 2014. 

Sempitnya jeda waktu untuk mempersiapkan tim berangkat ke Piala AFF membuat sang pelatih tidak bisa mempersiapkan tim secara optimal. Ketika ditemui Liputan6.com di Hanoi, Riedl mengatakan tidak bisa berbuat banyak mengasah kekuatan tim.

"Saya tidak menyalahkan Federasi, mereka sudah melakukan hal terbaik. Mereka sudah memberikan kami kesempatan. Tapi sebenarnya kami bukan satu kesatuan tim yang utuh. Saya berharap, kegagalan ini mengubah liga Indonesia bisa menjadi lebih baik," ujar Riedl.

Fisik pemain yang terkuras setelah mengikuti kompetisi, menjadi keluhan utama Riedl."Tangki pemain sudah kosong," kata Riedl. 

Salah seorang pemain menyebut mayoritas anggota skuat sudah tidak bergairah tampil di Piala AFF karena sudah berada di titik terendah."Saya ingin cepat-cepat sampai Indonesia. Berlibur bersama keluarga. Lelah setelah kompetisi," kata pemain yang meminta namanya disimpan itu.

Berkaca dari persoalan ini, PSSI, BTN dan PT Liga Indonesia harus berbenah terutama dengan jadwal kompetisi. Masalah izin dengan pihak keamanan dan agenda besar dalam negeri yang membuat pertandingan tertunda idealnya tidak terjadi lagi. Menyesuaikan jadwal kompetisi dengan agenda FIFA mesti dilakukan.

Padahal, jika dibandingkan dengan kompetisi di tiga negara yang tergabung di babak penyisihan grup A, Indonesia memiliki kompetisi yang lebih berkualitas terutama dilihat dari jumlah dan intensitas pertandingan setiap peserta.

Sebagai contoh, kompetisi di Vietnam yang tampil sebagai juara grup A. Peserta kasta kompetisi tertinggi di Negeri Paman Ho berjumlah 12 klub dengan total keseluruhan pertandingan mencapai 22 kali dalam satu musim yang berlangsung dari 11 Januari-10 Agustus 2014.

Kompetisi di Indonesia berdurasi 10 bulan mulai dari 1 Februari-7 November 2014 dengan peserta kompetisi 22 tim terbagi dalam dua wilayah. Panjangnya waktu kompetisi lantaran terbentur bulan ramadan, dan dua kali pemilihan umum legislatif dan Presiden. Hal ini sejatinya tidak menjadi penghalang kompetisi di masa depan. Seharusnya, kompetisi yang lebih berkualitas bermuara pada timnas yang kuat. Namun yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya. 

Pengamat sepakbola Indonesia sekaligus mantan manajer Timnas Indonesia, Andi Darussalam tidak bisa menerima alasan Riedl kegagalan Tim Merah Putih karena kompetisi."Seharusnya Riedl paham konsekuensi menjadi pelatih, sulit mencari waktu pemain berkumpul. Kalau dia tidak bisa, kenapa diterima?," ketus Andi.

"Bila masalah terletak di kompetisi, kenapa dia tidak memanggil pemain muda sekalian saja yang sudah tidak bermain di kompetisi," ucap Andi penasaran.

6 dari 6 halaman

Perpisahan di Hang Day

Apapun alasan itu, entah kompetisi, skuat yang terlampau veteran, intinya Indonesia telah tersingkir. Pupus sudah harapan merebut gelar juara Piala AFF 2014. Dan terpaksa, Indonesia harus menunggu dua tahun lagi.

Stadion Hang Day, Hanoi, Vietnam, 28 November malam menjadi saksi bisu perpisahan Riedl dengan Tim Merah Putih. Sambil berjalan keluar lapangan, Riedl merangkul Evan Dimas yang menjadi bintang lapangan ketika menghadapi Laos di pertandingan terakhir babak penyisihan grup.

Riedl berada di urutan paling akhir ketika pemain berbaris menyalami penonton di tribun stadion Hang Day. "Jangan salahkan pemain, mereka telah berusaha maksimal. Kritik saya, karena saya orang paling bertanggung jawab di tim ini." 

"Sangat disayangkan bila Riedl pergi dari Indonesia. Saya berharap ini bukan pertandingan terakhir Riedl bersama Timnas Indonesia," kata  pelatih Laos, David Booth menyampaikan simpati terhadap koleganya itu.