Sukses

Kurniawan Dwi Yulianto: Striker Sebenarnya Bukan Pilihan Saya

Siapa bek yang paling sulit dilewati oleh Kurniawan Dwi Yulianto?

Liputan6.com, Jakarta Kurniawan Dwi Yulianto merupakan salah satu striker terbaik yang pernah dimiliki timnas Indonesia. Pemain yang akrab disapa Si Kurus tersebut telah mengantongi 60 caps dengan koleksi 31 gol. Hingga 2014 lalu, Kurniawan juga telah membela 15 klub dari berbagai level kompetisi dalam maupun luar negeri.

Di era 90-an, Kurniawan merupakan striker yang sangat ditakuti oleh tim lawan. Di tengah lapangan, pria kelahiran Malang, 13 Juli 1976 itu kerap menebar teror lewat gerakan yang gesit dan akurasi tendangannya. Sedangkan di luar lapangan, Si Kurus juga dipuja bak selebriti oleh para penggemarnya. 

Senin (6/10/2015), Kurniawan berbagi cerita mengenai masa lalunya kepada Liputan6.com. Dengan gamblang pria yang sudah berusia 39 tahun itu mengungkapkan pengalaman-pengalaman menarik selama menimba ilmu di Italia lewat program PSSI Primavera 1993 lalu.

Dalam wawancara eksklusif tersebut, Kurniawan menceritakan pertandingan paling berkesan yang pernah dijalaninya sepanjang karier. Tak lupa, Kurniawan juga bersedia membocorkan trik 'nakal' yang kerap dilakukannya demi melewati hadangan rival abadinya di lapangan hijau.

Berikut wawancara lengkap Kurniawan Dwi Yulianto dengan presenter Liputan6.com:

Anda pernah bermain di salah satu klub papan atas FC Luzern. Bisa diceritakan seperti apa awalnya bisa bergabung dengan klub ini?

Saat tahun 1993, kami pemain Indonesia U-16 terseleksi menjadi 22 pemain, lalu dikirim ke Italia untuk mengikuti program latihan Primavera. Jadi di sana kami ikut kompetisi Primavera U23.

Setiap hari Sabtu ada pertandingan dan ada talent scouting (pencari bakat) dari seluruh klub-klub Eropa yang melihat bakat-bakat pemain dan saya salah satu pemain yang beruntung karena diberi kesempatan untuk ikut seleksi di FC Luzern, Swiss. Setelah seleksi saya dapat kontrak dan saya sangat bangga. Karena memang saya salah satu pemain Indonesia pertama yang bermain di klub Eropa resmi kemudian bisa mencetak gol di liga Eropa yang resmi.

Bagaimana tanggapannya tentang pemain-pemain lainnya yang kini banyak bermain di luar negeri?
Berbicara bermain di luar negeri, saya sangat setuju kalau pemain-pemain kita seharusnya punya keberanian dan difasilitasi oleh siapapun itu untuk bisa belajar di luar negeri. Karena, talenta usia dini kita nggak kalah dengan Eropa. Hanya memang pembinaan dan penanganan kita tertinggal jauh dari mereka.

Kalau beberapa pemain disebar ke negara Eropa, tentu mereka akan berkembang lebih cepat karena mindset-nya akan berubah. Kemudian mentalitynya juga akan berubah. Karena kendala utama pemain kita itu ada di mental.

Pada tahun 90-an belum ada klub-klub sepak bola luar yang membuat akademi di sini. Sekarang banyak, apakah akan membantu talenta-talenta muda Indonesia?

Jujur banyak akademi di sini, terutama di Asia Tenggara. Namun saya melihatnya mereka itu lebih ke model bisnis karena hanya membawa brand klub mereka yang besar, namun kurikulum mereka hanya soccer school beda dengan akademi. Kalau akademi seperti La Masia yang hanya fokus pada sepakbola. Tetapi penanganan mereka lebih bagus dibanding soccer school yang ada di Indonesia.

Ada saran untuk pemain muda Indonesia, agar bisa ke Eropa dan mendapat sekolah disana?
Zaman sekarang semua orang bisa buka internet, jangan takut-takut dan jangan malu-malu untuk cari link ke sana. Karena kendala pemain kita tidak memiliki akses ke sana. Kalau sekarang sudah pintar-pintar, mereka bisa mengakses dan kirim cv sendiri. Karena memang talenta kita nggak ada matinya, talenta kita luar biasa tapi buat saya talenta saja tidak ada artinya juga, karena mereka juga harus diarahkan dan ditangani dengan benar. Yang kurang di kita itu pembinaan usia dini kita masih amburadul dan saya mantan pemain sepa kbola yang prihatin akan hal itu.

Kenapa memilih posisi sebagai striker?
Sebenernya posisi striker bukan pilihan saya, karena dulu pertama kali saya bermain di klub bola saya jadi defender. Kemudian sama pelatih saya dinaikin ke gelandang, lalu jadi striker. Mungkin pelatih mempunyai penilaian sendiri kalau visi bermain saya menyerang dan saya menikmati posisi itu, sampai pensiun bermain jadi striker.

Untuk menjadi striker sendiri apa harus memiliki bakat alami atau harus dilatih terus?
Untuk menjadi pemain, yang pertama harus mencintai dulu. Kalau bakat doang saja tidak cukup, karena bakat harus dididik dan dibina dengan benar. Kalau bakat tidak diarahkan akan sayang. Istilahnya mutiara jadi debu.

Sepanjang berkarier sebagai pesepakbola, pertandingan mana yang paling berkesan?
Saat saya membela FC Luzern. Karena waktu kita ada pertandingan derbi melawan FC Basel. Saat itu (1995) saya main kemudian saya mencetak gol kemennagan untuk tim saya di derby Swiss yang luar biasa dan saya merasa hal itu tidak terbayarkan karena menjadi orang Indonesia pertama yang bisa bisa mencetak gol di liga Eropa resmi, bukan trial dan saya benar-benar dikontrak .

2 dari 2 halaman

Rivalitas dengan Aples Tecuari


Siapa bek mana yang paling sulit Anda lewati?
Bek Indonesia yang menurut saya berat dan sekaligus meringankan saya adalah Aples Tecuari. Berat dalam arti bila Aples bermain dengan tenang dan tanpa emosi, dia akan sangat sulit untuk dilewati. Namun saat dirinya bermain dengan emosi dia akan meringankan saya. Karena itu saya berusaha untuk memancing emosinya saat pertandingan agar konsenterasinya hilang.

Saat ini Piala Presiden sudah memasuki babak semifinal, prediksi Anda seperti apa?
Keempat tim memang layak menjadi semifinalis karena dilihat dari materi pemain yang luar biasa dan memiliki waktu persiapan sangat lama. Semua tim berpeluang untuk menjadi juara, namun sepertinya Arema dan Persib yang memiliki peluang lebih besar untuk bertemu di final.

Menurut Anda siapa pemain yang saat ini punya potensi sebagai striker muda yang bisa menjadi predator seperti kurniawan?
Pemain yang menyamai saya tidak akan ada. Namun akan banyak pemain yang akan melebihi saya, seperti Boaz Solossa dan Bambang Pamungkas. Sementara untuk pemain-pemain yang lebih muda, ada Ferdinand Sinaga, Muchlis Hadi dan Yandi Sofyan.

Apa kegiatan Anda setelah memutuskan gantung sepatu?
Kebetulan istri saya orang Malaysia dan saya punya usaha kecil-kecilan di sana. Pas balik ke Indonesia saya jadi komentator di salah satu stasiun TV. Kemudian saya, Melanie Putri dan Ibnu Jamil juga membuat Yayasan Olahraga Anak Nusantara. Saat ini kita sedang gencar-gencarnya untuk memberikan pendidikan usia dini. Karena keprihatinan kita dengan perkembangan sepakbola dan olahraga lain di usia dini.

Ada tidak pernah berniat untuk menjadi pelatih?
Alhamdulillah lisensi saya sudah bisa melatih klub. Hanya sampai sakarang saya masih belum tertarik, karena saya masih fokus untuk pendidikan usia dini karena saya benar-benar prihatin. Usia dini adalah cikal bakal pemain besar nantinya. Jadi kalo tidak dibenerin dari sekarang tentu mimpi mereka akan berantakan. (Gir/Rco)