Liputan6.com, Jakarta Nama Djadjang Nurjaman mungkin menjadi pelatih yang namanya paling sering diperbincangkan saat ini. Bagaimana tidak, kesuksesan membawa Persib juara Liga Indonesia dan terkini Piala Presiden membuat pelatih yang akrab disapa Djanur ini makin dikenal publik.
Sebagai pelatih, Djanur dikenal sebagai pelatih yang kalem dan tak suka umbar amarah ketika memberikan instruksi di pinggir lapangan. Namun, terlepas dari imej tersebut, seperti apakah sosok pelatih kelahiran Majalengka 50 tahun silam itu?
Liputan6.com berkesempatan untuk mengulik lebih dalam sosok Djanur. Dari mulai kiprahnya di lapangan hijau, hingga kehidupan di luar lapangan.
Berikut petikan wawancara dengan Djanur dengan presenter Liputan6.com Venilia Agik.
Anda baru saja memenangkan Piala Presiden 2015. Arti kemenangan ini buat Anda pribadi?
Buat saya pribadi, ini sangat bermakna, karena paling tidak ini akan menambah jumlah trofi saya bersama Persib. Jadi, trofi kemarin sangat-sangat bermakna buat saya.
Perjalanan Persib di Piala Presiden terhitung mulus. Akan tetapi adakah lawan yang paling sulit dihadapi Persib?
Sebetulnya itu yang menjadi kesulitan kami, ketika melawan tim-tim di Liga Indonesia. Mereka punya motivasi lebih ketika melawan kami, sehingga kami menghadapi kesulitan
Kalau ditanya siapa, saya sangat deg-degan ketika melawan PBFC di perdelapan final. Karena di leg pertama kami kalah, dan di leg kedua kami harus menang. Di samping mereka punya peluang lolos dan materi pemain pun luar biasa.
Anda sukses memenangkan gelar juara Liga dan Piala Presiden buat Persib Bandung. Apa resep suksesnya?
Kita tahu Persib tim besar, dari semenjak dulu bersama PSMS Medan, Persija Jakarta, PSM Makassar. Saya beruntung bisa kembali di saat-saat ini menjadi pelatih Persib. Sudah cukup lama Persib sebelum saya masuk tidak mendapat trofi.
Resepnya yang saya tanamkan adalah kebersamaan. Itu kunci yang utama. Karena saya sendiri yang memilih pemain. Saya pilih pemain yang baik-baik karena mereka mudah diatur.
Stadion Gelora Bung Karno sangat akrab dengan coach (pernah memenangkan trofi sebagai pemain, asisten pelatih, dan pelatih). Dari semua momen di Gelora Bung Karno, mana momen yang paling diingat?
Barangkali saya termasuk orang yang beruntung karena sudah berapa kali dapat gelar di GBK. Tahun 86 membawa Persib era Perserikatan, tahun 90 sebagai pemain, kemudian asisten pelatih di 95 Liga Indonesia dan sekarang di Piala presiden walau pun itu kadarnya hanya sebuah turnamen.
Soal momen yang paling diingat itu adalah Piala Presiden karena saya memenangkannya sebagai pelatih.
Di lapangan coach terlihat sebagai sosok yang kalem. Apakah di luar lapangan juga seperti itu?
Sebetulnya sama saja di dalam dan di luar lapangan. Di rumah juga saya jarang marah. Soal pendiam, itu tidak juga karena saya juga suka bercanda di saat-saat tertentu bersama pemain.
Kegiatan di waktu senggang?
Jujur hobi saya tidak jauh dari olahraga. Kalau punya waktu luang saya main bulutangkis. Saya senang sekali main bulutangkis. Untuk refreshing saya main bulutangkis dan ajak keluarga jalan-jalan.
Keinginan yang belum tercapai untuk Persib atau ingin melatih timnas?
Saya tidak ingin terlalu ngoyo. Saya ingin mempertahankan performa Persib yang sekarang. Paling tidak saya ingin menahan Persib di big four Liga.(Lut/Ian)