Liputan6.com, Swiss - Presiden FIFA, Sepp Blatter membuat pernyataan mengejutkan terkait terpilihnya Rusia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018. Blatter, yang sedang disanksi FIFA selama 90 hari, mengungkapkan, Rusia sudah dipilih sebelum proses voting berlangsung.
"Pada 2010, kami berdiskusi soal Piala Dunia dan lalu kami punya keputusan ganda. Untuk Piala Dunia, disetujui kita akan ke Rusia karena sebelumnya belum pernah di Eropa Timur. Lalu pada 2022, kita kembali ke Amerika. Jadi, kita akan punya Piala Dunia di dua negara adikuasa," ujar Blatter di Guardian.
Blatter menambahkan, keputusan itu akhirnya berubah ketika Presiden Prancis saat itu, Nicolas Sarkozy bersama Pangeran Qatar, ikut berdiskusi. "Dan setelah makan siang dengan Platini, dia mengatakan, Piala Dunia akan bagus jika dihelat di Qatar. Lalu, ini mengubah semuanya," lanjut Blatter.
Baca Juga
- Jalani Start Terburuk Sejak 2009, Rooney Sudah Habis?
- Berharap Rossi Juara MotoGP 2015? Ini Panduan Lengkapnya
- Dibekap Cedera, Costa Ngotot Bakal Main Lawan Liverpool
Blatter menilai, pendapat Sarkozy itu mengubah rencana untuk menjadikan Amerika Serikat sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022. "Jika Amerika diberikan kesempatan, kita akan hanya bicara soal hebatnya Piala Dunia 2018 dan bukan soal masalah internal FIFA," ujar Blatter.
Seperti diketahui, Blatter diduga terlibat dalam dugaan suap pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2018 dan 2022 dan kasus korupsi. Dugaan suap itu terungkap setelah Amerika Serikat lewat FBI menangkap beberapa pejabat tinggi FIFA di Swiss pada Mei lalu.
Pemilihan Russia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018 sendiri dilakukan 2 Desember 2010 oleh 22 Anggota Komite Eksekutif FIFA. Kala itu, negeri yang dipimpin oleh Vladimir Putin ini memenangkan proses pemungutan suara putaran kedua dengan jumlah 13 suara.
Advertisement