Liputan6.com, Washington - Presiden non-aktif FIFA, Sepp Blatter kini menjadi buruan intelijen Amerika Serikat, Federal Bureau of Investigation (FBI) dalam kasus suap yang melibatkan uang US$ 100 juta (Rp 1,384 triliun).
Dilansir dari BBC, pria asal Swiss tersebut menerima suap dari beberapa perusahaan olahraga, termasuk mantan Presiden FIFA sekaligus pendahulunya, Joao Havelange dan anggota Komite Eksekutif FIFA, Ricardo Teixeira untuk memuluskan hak siar televisi di dekade 1990-an.
Baca Juga
Dalam laporan tersebut, Havelange yang memimpin FIFA periode 1974 - 1998 menyebut bila Blatter mengetahui 'seluk beluk' bisnis tersebut. Laporan itu diminta FBI kepada otoritas dari Swiss. Petinggi FIFA berusia 79 tahun ini menolak menanggapi kasus ini lebih jauh. Blatter sendiri kini tengah menghadapi sanksi bersama Presiden Konfederasi UEFA, Michel Platini dari Komite Etik FIFA dalam kasus dana siluman pada 2011.
Advertisement
Baca Juga
- Iwan Temukan Celah di Lini Pertahanan Pusamania Borneo FC
- Mantan Juara Dunia F1 Jajal Motor Marquez
- Pulang dari Pantai, Arema Agendakan Uji Coba
Media Inggris itu melaporkan, sebenarnya itu kasus lama. Blatter telah menjalani persidangan dengan Komite Etik FIFA pada 2013. Namun, Komite Etik memutihkan kasus tersebut karena Blatter tidak sadar mendapat suap.
Blatter terpilih dalam Kongres Luar Biasa pemilihan Ketua Umum FIFA pertengahan tahun ini. Namun, tidak lama kemudian, Blatter mengundurkan diri dari jabatannya karena institusi pimpinannya tersangkut korupsi dan kasus pencucian uang. Borok itu terungkap setelah pejabat FIFA ditangkap di Swiss saat Kongres.
Dari penangkapan tersebut, terungkap skandal, pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2022 di mana Qatar keluar sebagai pemenang. Proses pemilihan itu kental aroma jual beli suara.
Namun kemudian, Blatter meralat keputusannya meletakkan jabatan sebagai orang nomor satu di badan sepak bola dunia ini. Dia berniat maju dalam Kongres FIFA ulang pemilihan Presiden FIFA yang sedianya digelar pada Desember ini. (*)